Kali ini hatiku sangat kacau dirasuki api cemburu. Yang aku tahu pria itu bukanlah teman kami di kantor.
Aku pun langsung pergi dan segera pulang ke rumah. Sambil menyetir, aku masih saja memikirkan Hana. Aku sangat penasaran dengan siapa dia pergi. Kalau sampai Hana menduakan aku, aku mungkin akan mengakhiri hidupku, sungguh. Entah pelet apa yang diberikan Hana kepadaku sehingga aku tidak bisa melupakannya. Aku sudah terlanjur nyaman dengannya. Bagiku dia adalah segalanya bagiku.Sampai di rumah aku disuguhi penampakan Sari dengan dandanan ala kadarnya. Pakai daster compang camping yang bolong di sana dan di sini."Mas, kok baru pulang?""Mm.. " jawabku tak menghiraukan.Aku paling sebel ketika aku pulang dari luar melihat penampakan Sari menggunakan baju compang camping terus nggak pernah dandan. Dia menuntut aku untuk selalu mengerti dia. Semua tugas rumah tangga 75% yang mengerjakan aku. Kurang pengertian apa sih aku ini."Dek, kenapa sih baju sobek-sobek gitu tetep saja kamu pakai? Tau gak kamu? Aku itu muak, Dek lihat kamu jelek kayak gitu.""Tapi mas, terlanjur nyaman pakai daster ini!" jawabnya."Ya ampun Dek, buat apa aku belikan banyak baju untuk kamu trus nggak pernah kamu pakai. Uang belanja nggak pernah kurang, uang perawatan tubuh kamu juga selalu aku kasih, dan itu selalu aku kasih lebih. Semua itu tak pernah ada yang telat. Coba berpikir sedikit saja mengenai perasaanku. Jangan maunya dingertiin terus, sesekali ngertiin aku dong! Aku juga punya perasaan," tandasku."Iya Mas, maaf."Emosi yang sejak lama aku tahan, hari ini aku ungkapkan. Aku sangat tidak suka jika uangku tidak digunakannya dengan baik, aku pun malu kalau dilihat orang. Dikira aku tidak pernah memberikan nafkah dengan layak untuknya.Aku pun langsung pergi ke kamar. Tanpa berganti baju, aku pun langsung melemparkan tubuhku ke kasur. Sesak rasanya hati ini melihat Hana ditambah dengan ulah Sari.Beberapa saat kemudian aku terbangun karena tangisan anak bayiku. Ternyata aku sampai ketiduran. Kemudian aku langsung teringat Hana. Seketika aku langsung mengambil ponselku yang sejak semalam aku matikan. Dengan segera aku mengirim pesan kepadanya.[Dek, lagi ngapain?][Aku lagi keluar, Mas. Ini aku bareng sepupuku, Mas Anas. Setelah Mas Nanang pulang tadi, tiba-tiba sepupuku datang, dan mengajakku untuk menemaninya membeli ponsel baru.]Aku pun agak lega mendapat jawaban dari Hana. Karena memang dia pergi bersama seorang laki-laki, jadi bisa aku simpulkan dia sudah jujur padaku.Namun, aku juga ingin memastikan anak dari saudara mana si Anas ini. Karena Hana juga sering bercerita tentang keluarganya jadi sedikit banyak aku mulai tahu siapa saja saudaranya.Saat bertanya pun aku perlu berhati-hati takut dia tersinggung. Dia dulu pernah bercerita jika dirinya putus dengan mantan pacarnya karena Hana selalu dicemburui. Maka dari itu aku juga tak ingin terlihat mencolok jika sebetulnya aku juga adalah pria pencemburu.[Itu sepupu dari keluarga Ibu atau Bapak, Dek?][Dia anak dari Paman Tio, adik Ayahku nomor dua, Mas.][Paman, Tio? Aku kok baru tahu Hana punya Paman yang bernama Tio?][Nama lengkapnya Bramantio, Mas. Masak lupa sih, yang kemarin lusa sempat ketemu kita saat makan bakso bersama? Kalau di luar panggilannya Pak Bram. Tio itu panggilan dari keluarga kami. Kamu curiga kalau aku selingkuh ya, Mas?][Enggak, cuman nanya aja. Aku selalu percaya kok sama kamu. Ya Sudah, nanti kalau sudah selesai cepetan pulang, Ya! Jangan lupa kabari Mas kalau sudah sampai di rumah! Kamu hati-hati, ya!][Iya, Mas]Aku sedikit lega jika Hana pergi bersama sepupunya. Rasanya aku tadi mau pingsan saat menyaksikan Hana akrab dengan pria lain.Sekarang sudah sore, langsung saja aku pergi mandi. Tak lupa baju kotorku langsung aku taruh di tempatnya. Karena besok pagi jadwalku mencuci baju.***"Mas, tadi siang sudah makan belum?" tanya Sari yang tiba-tiba muncul dari belakang saat aku asik menonton TV.Aku hanya diam saja tidak menjawab."Mas!" Sekarang Sari menghampiriku dan duduk di sampingku. Namun, aku tetap saja diam. Rasanya kesal dengannya. Nggak pernah ada perubahan dijelasin pun sampai panjang kali lebar nggak pernah berubah. Rasanya sampai ingin pingsan."Maafin Sari ya, Mas. Maaf jika selama ini Sari banyak kurangnya," ucapnya sambil memelukku dari samping."Iya," jawabku singkat."Mas Nanang jangan marah-marah seperti itu lagi ya. Aku tadi sangat sedih saat Mas Nanang marah karena aku.""He'em," Aku masih saja malas bicara dengannya. Setelah pulang tadi aku tidak membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Karena aku sangat lelah.Ku lirik Sari sudah tidak memakai baju compang camping lagi. Syukurlah kalau dia mau pakai baju yang lebih pantas. Seharian ini aku tak pegang pekerjaan rumah. Biarin Sari saja yang mengerjakannya. Selama ini aku terus yang mengerjakan, dia hanya suka menyuruh-nyuruh aku. Kalau mau gerak paling cuman nyapu dan masak saja. Kadang nyapu pun dia tidak mau, alasannya capek. Semenjak hamil bawaannya malas terus. Pekerjaan rumah tangga nggak pernah dipegang apalagi aku dianggurin terus.Padahal aku dari dulu juga sudah menyuruhnya cari rewang tapi nggak berangkat-berangkat sebetulnya uang dari aku itu dikemanakan sama dia.Hari ini aku masih libur kerja karena hari minggu. Saat aku bangun tidur aku dikagetkan oleh Sari baju kotor semua sudah bersih dan berjejer rapi di jemuran.Baju juga sudah disetrika. Lantai juga sudah bersih. Mungkin efek dari aku omelin kemren, akhirnya sekarang dia jadi berubah.Ikut senang juga sih, kalau dia mulai memperhatikan pekerjaan rumah.Aku hari ini berniat untuk menemui Hana. Aku mau memberikannya pil KB yang aku belikan kemarin untuknya, sekalian aku mau mengajaknya jalan-jalan. Sebenarnya, aku belum membuat janji sih kepadanya. Ya, semoga saja dia ada di kos."Mas!" Tiba-tiba Sari menghampiriku.Ada yang berubah dengan tampilan Sari. Oh, kulihat lumayan sekarang dia tidak memakai daster. Sekarang dia memakai kaos dan celana pendek yang sedikit menerawang. Baju yang pernah aku belikan saat pertama kali aku ajak liburan saat pengantin baru. Padahal dulu katanya malu sekarang dia mau pakai.Dalam hatiku berkata, "Ya, begitu dong dibelikan baju nggak pernah dipakai.""Ya,
Mataku terus saja tidak berpindah untuk memperhatikan Sari. Aku pun melirik kresek putih di sebelah tangannya. Kemudian mataku langsung meloncat mengintip kresek itu, ternyata ada pil KB di kresek itu. Tak lupa juga aku memperhatikan sablon di plastik tersebut.Deg .... Rasanya jantungku berhenti sejenak. Ternyata apotek yang aku kunjungi kemaren lusa sama dengan sablon yang ada di plastik sebelah tangan Sari."Sial! Bener, dia itu yang sudah mengambil dua benda itu di kantong celanaku, aku harus gimana ini?" batinku. Sekarang hatiku mulai tambah gelisah. "Gara-gara keteledoran aku, aku sekarang ada dalam masalah besar," ucapku lirih.Sejenak aku memejamkan mata, agar rasa gugup aku hilang."Loh, kamu ngomong apa, Mas? Aku nggak denger. Dan sekarang kenapa pula itu wajah kamu jadi pucat gitu?" tanyanya, sambil dengan santainya menyeruput air di gelasnya."Oh, eng-enggak kok, aku nggak kenapa-kenapa," jawabku gugup.Aku mencoba untuk tetap tenang agar Sari tidak curiga. Jika dia berta
Tak lama kemudian Sari pun pulang. Saat tiba di rumah, dia langsung pergi ke kamar mandi, setelah itu langsung masuk ke kamar, kemudian tidur. Malam ini dia tidak menyapaku sama sekali. Aku pun juga malas, kalau harus aku duluan yang menegur dia.***Hari sudah pagi. Dua malam ini, aku bisa tidur dengan nyenyak, tanpa ikut begadang menemani Sari. Rasanya badanku sangat segar.Sama seperti kemarin, setelah aku keluar kamar. Kulihat rumah terlihat sangat bersih dan rapi. Semua tertata dengan rapi. Bahkan sudah aku pastikan di semua ruangan.Saat aku pergi ke dapur untuk minum, aku mencium bau harum masakan, sepertinya berasal dari dalam tudung saji aku pun langsung membukanya.Sama seperti kemarin, sepagi ini Sari sudah selesai masak dan masakan itu sudah berjejer rapi di meja. Kali ini menunya berbeda dari kemarin. Menu hari ini pasmol ayam, udang asam manis, dan ikan bandeng kuah kuning. Aku pun langsung penasaran dengan rasanya. Setelah aku cicipi ternyata rasanya lumayan enak bahkan
Deg ... "Jangan-jangan ini adalah rumah baru Sari. Tapi mana mungkin Sari bisa beli rumah mewah seperti ini. Lagian dia kan nggak kerja. Dapat duit dari mana coba, untuk beli rumah seperti ini. Beli rumah model seperti ini mah butuh uang yang sangat banyak. Dasar anak labil rumah orang diakui miliknya!" batinku.Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Namun sampai saat ini Sari dan si Ganteng belum juga pulang."Mereka sebetulnya pergi kemana, sih? Sampai jam segini kok belum juga pulang?" Aku pun mondar mandir di teras karena khawatir. Kalau Sari sih nggak masalah, aku itu khawatir dengan si Ganteng soalnya dia masih bayi."Kenapa Sari sampai jam segini belum juga pulang? Capek aku nungguin," kataku sambil melihat jam dinding pukul sepuluh malam.Aku mencoba untuk menelepon Sari, bahkan ini sudah ke enam kalinya aku menelpon dirinya. Namun, hingga kini tidak diangkatnya."Tapi kenapa juga, aku harus bingung nungguin dia haduh. Biarin juga dia nggak pulang mungkin dia membalas
"Apa jangan-jangan pria yang bersama Hana itu bukan sepupunya. Apa mungkin itu selingkuhan Hana?" ucapku sambil ku garuk kepalaku dengan kasar."Oh ini tidak mungkin terjadi. Mana tega Hana mengkhianati aku. Apalagi kita sudah melakukan hubungan suami istri, meski bukan dengan aku dia pertama kali dia mengawalinya.""Aku sudah mau menerima dia apa adanya. Karena aku tahu saat pertama kali dia melakukan perbuatan itu, dia posisi tidak bersalah, dia hanya seorang korban. Dia menceritakan semuanya kepadaku, kalau dia diperk*sa oleh mantan pacarnya, saat itu mantan pacarnya sedang mabuk. Hingga tega memaksa Hana untuk melakukan perbuatan terkutuk itu."Itulah salah satu alasanku ingin segera menghalalkan Hana, karena aku ingin bisa menjaga Hana dengan sepenuhnya.Bahkan dia sudah menganggap aku ini sebagai suaminya. Aku pun juga sama halnya dengan dia, aku pun sudah menganggap dia sebagai istriku. Bahkan dia selalu terbuka dengan aku. Ada apa pun dia selalu bercerita kepadaku. Tapi, setela
Pikiranku sudah traveling kemana-mana. Rasanya badanku terkulai lemas.Tiba-tiba terdengar suara d*sahan dari dalam kamar Hana. Suara itu mirip sekali seperti aku dan Hana sedang memadu kasih."Tega sekali kau Hana," kataku sambil ku kepalkan tanganku ini, hendak meninju seseorang yang ada di dalam kamar Hana.Suara itu semakin keras, terasa mereka sangat begitu menikmatinya. Tak butuh lama aku langsung saja menggedor-gedor pintu kamar itu.Saat terdengar suara kunci pintu di buka, aku pun langsung menyerobot masuk.Ku lihat Hana sedang berada di atas kasur hanya bertutupkan selimut."Hana!" teriakku. Dia pun kaget atas kehadiranku."Mas! Nanti aku jelasin, Mas! Kamu sudah salah paham!" teriaknya."Nggak perlu lagi dijelaskan, Hana! Aku sudah tahu kebusukan kamu!""Kamu sudah salah paham, Mas!""Salah paham karena aku sudah percaya kalau bajing*an ini sepupu kamu! Cuih! Aku tak sudi lagi berhubungan dengan kamu! Dasar pengkhianat!"Aku pun langsung mendekat kepadanya. Tanganku gerak r
Aku yang tadinya sedang santai membaca sebuah buku dari posisi bersandar di sofa, langsung mengubah posisiku menjadi duduk. Jantungku rasanya berhenti sejenak mendengar perkataan Ayah, aku mencoba menelaah perkataan beliau."Maksud Ayah bagaimana? Sari tidak paham!" kataku saat itu pura-pura tidak mengerti."Buk, jelasin dulu ke Sari tujuan kita mengajak Sari ke rumah Pak Norman!"Ibu yang tadinya duduk di sebelah Ayah langsung berpindah tempat di sampingku."Dengarkan penjelasan Ibu! Sari, kami ingin menjodohkan kamu dengan anak Pak Norman.""Apa? Sari tak mau, Bu!" tolakku."Lihat dulu orangnya, baru kamu berkomentar," kata Ibu."Nggak Bu, aku tidak ingin dijodohkan. Aku masih ingin kuliah, Bu! Baru saja aku lulus sekolah SMA, sekarang Ayah dan Ibu sudah ingin menyuruhku untuk menikah?""Nak, dengerin dulu! Nggak apa-apa nikah dulu, nanti kamu saat menikah juga bisa sekolah lagi.""Enggak, aku tidak mau! Bu! Aku ini masih kecil, Bu! Aku belum siap untuk itu.""Hayo, yang bilang kamu
Pagi pun sudah tiba. Ibu pagi-pagi sekali datang ke kamarku."Sari, hari ini jadi ikut kami, kan?" tanya Ibu dengan penuh harap."Iya. Aku terpaksa ikut. Karena Desti ada urusan mendadak. Jadi hari ini kami batal pergi ke gramedia," jawabku.Setelah mendengarkan pemaparan Ibu dan Ayah mengenai pria yang akan dijodohkan aku ini, aku mulai mencoba membuka pikiranku. Dalam hati kecilku sih menolak, tapi di sisi lain aku jadi penasaran seberapa tampannya pemuda ini."Rencana, mau berangkat jam berapa, Bu?" tanyaku."Sekitar jam sembilan pagi, Nak. Ya sudah kamu cepetan mandi dan bersiap! Oh ya, Ibu kemarin lusa sudah membelikan baju baru untuk kamu, aku akan ambilkan untukmu. Kamu mandi saja dulu nanti bajunya akan aku taruh di meja kamu. Nanti kalau kamu suka pakai saja ya!""Baik Bu, aku akan segera Mandi." Setelah selesai mandi, aku melihat baju yang dibelikan Ibu kemarin lusa. "Bagus juga baju pilihan Ibu, kalau begitu aku pakai ini saja, Ah," kataku dengan antusias.Setelah aku sele