Share

KUBELI KESOMBONGAN, GUNDIK SUAMIKU
KUBELI KESOMBONGAN, GUNDIK SUAMIKU
Penulis: Aksara Ocean

01. Telepon Misterius (Bagian A)

KUBELI KESOMBONGAN, GUNDIK SUAMIKU

01. Telepon Misterius (Bagian A)

[Percuma punya perut rata, kalau nggak bisa goyang patah-patah, buat apa?🤪] 

Mataku membelalak seketika saat melihat satu pesan yang muncul di ponsel Mas Rengga, suamiku.

Memang sudah menjadi rutinitas bagiku, memeriksa isi ponsel Mas Rengga ketika ia pulang berdinas.

Oh, ya. Kita kenalan dulu. Namaku Keysa Anindita, umurku baru saja menginjak 28 tahun. Aku sudah menikah selama 5 tahun dengan Mas Rengga, ketika usiaku masih 23 tahun. Namun, di usia pernikahan kami tersebut, Allah belum juga mempercayakan buah hati untuk melengkapi kehidupan kami.

Aku bekerja sebagai dosen di Universitas yang cukup ternama. Sesekali, juga mengisi acara seminar sebagai narasumber maupun motivator.   

Kegiatanku itulah yang menjadikan namaku sering bertebaran di sosial media. Padahal, aku hanya membagikan aktivitas ku saja. Ternyata, media dan netizen melebihkannya dan seringkali memviralkan nya, sehingga kerap kali jika aku mendapatkan endorse dari beberapa skin care atau mungkin busana yang sering aku gunakan tiap kali acara. 

Awalnya, aku bekerja karena ingin mengisi waktu luang. Sekedar sebagai pengisi waktu luang, mengingat Mas Rengga sebagai abdi negara harus sering bertugas ke luar kota, bahkan luar pulau dengan jangka waktu yang tak menentu. 

Namun, lambat laun aku merasa nyaman dan betah mengajar di sana, hingga tak terasa aku mengabdi selama 3 tahun di Universitas tersebut. Posisiku pun berubah, dari yang awalnya biasa saja kini menjadi luar biasa. Aku menjadi dosen favorit para senior yang sudah bergelar profesor. 

Bahkan, mereka mengacungi jempol kemampuanku. Bisa dikatakan saat ini, posisiku di sana sangatlah membanggakan dengan gaji dan tunjangan yang menjanjikan.

Menjadi wanita karir rupanya tidaklah mudah, namun juga tidak bisa dikatakan susah. Asal bisa menempatkan sesuai porsi, semuanya akan terasa indah.

Ah, aku sampai lupa. Siapa pengirim pesan singkat barusan? 

Pesan itu dikirim melalui pesan SMS biasa, bukan melalui aplikasi chatting. Pengirimnya pun tidak ada dalam daftar kontak, hanya nomor asing yang belum disimpan.

Kenapa dia mengirimi suamiku pesan seperti itu? Apa maksud dari perkataannya?

Aku yang diliputi rasa ragu dan cemas, dengan segera menghubungi nomor tersebut melalui panggilan biasa.

Deringan kedua, panggilanku diangkat. Gercep juga, aku semakin penasaran, dengan siapa aku terhubung.

"Assalamualaikum, maaf ... ini dengan siapa?" tanyaku hati-hati.

Klik!

Sambungan terputus karena dimatikan ....

Aneh, apa mungkin hanya orang iseng? Lagian juga tak jelas pesan itu ditujukan kepada siapa? Kata-katanya hanya seperti ungkapan lelucon ala pantun kekinian anak jaman sekarang. 

Hanya saja maknanya terlalu vulgar untuk ku cerna. Apa juga maksudnya dengan menuliskan goyang patah-patah? Ah ... pikiran negatif mulai bermunculan di kepalaku.

Baru saja hendak menyalin nomor asing tersebut, balasan pesan lain pun datang.

[Maaf, Mbak. Salah sambung🙏]

Ah ... dasar orang iseng. Aku sudah yakin itu pasti kerjaan orang iseng yang gabut, lagi pula ... di zaman semodern dan secanggih ini, apa iya masih ada orang kurang kerjaan? Tak sadar, aku menggelengkan kepalaku sembari tersenyum simpul.

Aku kembali berselancar ke akun sosial media milik Mas Rengga. Tidak ada yang aneh, bahkan histori pencarian dan galeri pun tak luput dari jariku yang lincah. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan, semua tampak biasa saja.

Tapi, kenapa aku penasaran dengan orang iseng tadi, ya? Siapakah gerangan?

Meskipun iseng, kenapa bukan mengajak kenalan seperti orang jaman dulu pada umumnya. Kenapa harus memakai kata dengan makna yang tidak senonoh seperti itu? Memangnya wanita itu akan berkirim pesan kepada siapa, hingga melakukan body shaming seperti itu?

Ah ... kepalaku jadi berdenyut kencang memikirkan ini. Padahal hanya satu pesan nyasar yang masuk, tapi sanggup membuatku melayang memikirkannya.

"Kenapa Sayang? Kok mukanya lecek?" tanya Mas Rengga yang baru saja keluar dari kamar mandi. Aroma sampo dan sabun menguar dari tubuhnya yang sixpack.

Suamiku memang tampan, bahkan sepertinya dia terlihat beberapa tahun lebih muda jika dibandingkan dengan usia yang sebenarnya.

Aku tak menanggapi pertanyaan dari Mas Rengga, tanganku dengan cekatan hendak menyalin nomor tersebut untuk ku kirim ke nomorku.

Lalu, aku tekan perintah tempel, dan berhasil terkirim dengan sukses ke ponselku. Dengan satu kali gerakan saja, ku hapus dengan cepat histori pesan yang masuk ke ponsel suamiku dari nomor asing tadi. 

Aku juga sudah menghapus jejak nomor yang berhasil ku kirim ke dalam ponsel pribadiku. Bertepatan dengan menekan tombol kembali dari ponsel Mas Rendra, tiba-tiba saja tangan kekar suamiku langsung merebut ponselnya dari tanganku. Aku terkejut, dadaku terlonjak begitu saja rasanya karena kaget. 

Hampir beberapa tahun menikah, seingat ku dia tak pernah berlaku seperti ini. Biasanya juga dia tenang-tenang saja. Tak akan keberatan jika aku meminjam ponselnya, bahkan jika harus berjam-jam sekalipun atau mengutak-atik aplikasi apa pun di dalam sana.

"Kamu masih aja jadi detektif, ya. Apa nggak bosen gini terus? Apa, sih, yang kamu cari? Kamu nggak percaya sama aku?" tanya Mas Rengga dengan mata memicing. Sorot matanya terlihat tak suka.

Ini aneh! 

Sungguh, bukan seperti Mas Rengga biasanya.

Baru juga dia pulang beberapa jam yang lalu setelah hampir empat bulan dinas di luar pulau.

"Loh, Mas? Kok kamu aneh, sih? Bukannya udah biasa, ya, kalau aku seperti ini. Kita 'kan sudah sepakat dari dulu untuk saling terbuka satu sama lain. Bahkan kita sudah saling berjanji, tidak akan menyimpan rahasia apa pun. Tak ada yang namanya privasi dalam rumah tangga. Lalu, kenapa sekarang kamu keberatan?" tanyaku dengan sedikit jengkel.

Jujur saja aku tak terima jika kesepakatan yang sudah disetujui bersama tiba-tiba harus dilanggar dengan alasan privasi. 

"Aku bosen, Key. Kamu curiga terus sama aku. Aku udah hidup dengan benar, nggak aneh-aneh apalagi macem-macem, tapi masih aja kamu curiga sama aku. Nggak percaya banget sama aku, kamu meragukan kesetiaan ku?" tanya Mas Rengga seraya menatap manik mataku.

"Lah, emang apa salahnya, sih, Mas? Wajar, dong, aku curiga, aku cuma jaga-jaga aja. Karena kita LDR, kita saling berjauhan. Rasa percaya aja nggak cukup buat aku untuk membangun sebuah rumah tangga yang harmonis dan sakinah. Kalau sudah sah jadi suami istri, ya, ngapain pakai acara privasi lagi. Bukannya semua hal sudah ditunjukkan dengan terbuka dan terang-terangan. Apa juga fungsi dari privasi dalam suatu hubungan pernikahan?" tanyaku tak kalah tajam.

"Alah, ribet kamu lama-lama! Suami pulang bukannya disiapin makan enak, atau sambutan yang hangat. Malah ditodong dengan kecemburuan yang tak ada ujung. Kamu itu terlalu lebay! Perasaan istri-istri temanku santai aja, tuh. Nggak ada yang rewel kayak kamu! Harus lapor ini itu, izin dulu kalo mau ke sini ke situ, bosen tau nggak lama-lama. 

Hidupku sudah terlalu banyak laporan, eh ... bini di rumah juga minta laporan. Nggak sekalian sambil ditulis berita acaranya?" sindir Mas Rengga yang membuatku semakin sebal.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fahmi
Hidupku sdh terlalu banyak laporan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status