 Masuk
MasukMaria Inna Esperanza is an architecture student studying in their country home, the Philippines, despite her parents' best effort to urge her into studying abroad. Naiisip rin niya ang kagandahan abroad pero mas gusto niyang makapagtapos sa lupang sinilangan, mag disenyo ng istraktura kung saan mas makapagbibigay serbisyo sa kababayan niya at higit sa lahat may pakiramdam siyang di niya maintindihan, na parang may humihila sakaniya na manatili dito. Things changed weeks before her 20th birthday, she began having weird detailed dreams that made her anxiety grew more and it did not help when her cousin Kyle made a bet she thinks is stupid but ended up doing it in exchange for Kyle to stop pestering her. Dito niya unang nakita si Kyran, nagkakilala at naging magkaibigan. Sa pag pasok ni Kyran sa buhay niya aminado siyang umiba ang ikot ng mundo niya. However, the weird detailed dreams did not stop and it seems that it's a story that bounds to continue, she began lucid dreaming. May panahon na pakiramdam niya may napupuntahan siya pero wala naman. Habang gumaganda ang samahan nila ni Kyran ay ganun din ang pagbabago ng mga gawi niya. Nagsimula siyang mahulog kay Kyran. Kasabay ng nararamdaman niya para kay Kyran ay ang pagtindi ng di niya maipaliwanag na deja Vu lalo pa ng malaman niyang nagpaplanong maghiwalay ang kaniyang mga magulang. Before she finally decided to admit her feelings for Kyran and after she has collected a good amount of courage to face him if he rejects, she uncovers the truth about the story she has been dreaming of all along. A story that ends tragically. She knew she wants to fix the ending, she did her best to gather information and find the man from 1780.
Lihat lebih banyak“Eumh … kenapa diam saja? Ayo kita ke kamar dan bercinta! Apa kau bisa memberiku uang setelah ini?” racau Diana sambil mengalungkan tangan kepada pria asing yang ada di lorong itu.
“Berapa yang kau minta?” Bagai kucing diberi ikan, siapa yang akan menolak? Meski pria ini tidak mengenal wanita yang tetiba memeluknya, tapi hasrat bergelora dalam dirinya tak bisa ditahan. “Tidak banyak! Hanya … 10 juta untuk biaya hidup. Bagaimana kalau kita ke dalam sana. Kau tahu, milikku sudah….” Bibir tipis Diana menggumam, cekikikan dan tatapannya sayu karena dia menenggak alkohol begitu banyak. Sedangkan pria yang ada di depan Diana tadi menyeringai. Dia baru saja meeting dengan seseorang di bar ini dan memesan minuman. Ternyata, minuman itu itu mengandung obat perangsang. Dan sialnya, dia tak dapat menahan semua itu. Dia juga butuh penyaluran hasrat. “Baiklah kalau kau hanya meminta nominal itu. Kuharap kau tidak menyesal setelah ini, Nona,” kata pria itu sambil mendorong Diana masuk ke dalam kamar yang telah dipesankan rekannya. “Aku tak akan menyesal. Silakan lakukan sesuka hatimu, aku milikmu malam ini!” kekeh Diana yang semakin membakar hasrat pria itu malam ini. Sambil terkekeh, telapak tangan Diana mengusap tonjolan keras di celana. Dan tanpa sadar dia meracau, “Aku juga ingin tahu. Pria tegap dan gagah sepertimu apakah memiliki ukuran yang panjang dan besar? Satu lagi … aku juga ingin tahu. Apakah kau memiliki durasi ber-cin-ta yang lama atau tidak? Kurasa … mungkin hanya sepuluh menit!” “Kau merendahkanku? Oh, baiklah kalau begitu. Aku akan mencobanya. Jangan menyesal kalau kau tak bisa berjalan setelah ini, Nona." maki pria itu dengan kesal. Tanpa menunggu lebih lama lagi, pria itu segera membopong tubuh wanita cantik dengan tinggi 165 cm ini, lalu membawanya ke dalam kamar yang dipesan rekannya. Ia tak berbuat lembut sedikit pun! Begitu sampai di dekat ranjang, ia hempaskan tubuh itu ke atas ranjang. “Ah! Kau kasar sekali, Tuan! Bisakah saat bermain nanti kau juga memperlakukanku seperti ini? Oh, … ah!” racau Diana sambil merintih dan berkata yang tidak-tidak. Sejenak, pria itu memandang Diana sekilas. Ia melonggarkan dasi yang terasa mencekik. Setelah menghempaskan benda berwarna abu-abu gelap itu sembarangan ke lantai, barulah ia melepaskan kemejanya. Kancing kemeja satu per satu terlepas, memperlihatkan pemandangan yang memanjakan mata. Otot-otot kekar terpampang jelas, hasil kerja keras di gym. Bisepnya meliuk indah saat ia mengangkat tangan, menunjukkan definisi yang sempurna. Rahangnya tegas, terpahat dengan ketampanan yang sangat alami khas pria pribumi. Mata cokelatnya memancarkan intensitas yang membuat jantung berdebar. Rambut hitamnya lebat dan sedikit berantakan, menambah kesan maskulin. Alisnya begitu tebal, membingkai tatapan tajam yang menusuk. Penampilan yang membuat siapa pun akan terpana, tak terkecuali Diana yang langsung menubruknya tadi. Setelah itu, pria ini memperhatikan wanita di atas rangjang yang bergerak bagai cacing kepanasan. Bagaimana tidak? Kemungkinan wanita itu juga terpengaruh obat perangsang. Sekian lama memindai tubuh Diana atas sampai bawah. Satu kata … cantik dan seksi. Payudara besar, bokong padat berisi dan tubuh ideal. Sial. Jakunnya bergerak liar naik dan turun seirama dengan gemuruh di dadanya yang makin menggila setiap detiknya. Bibir memuji lirih, “Apa dia tidak akan menyesal setelah ini? Sialan apa dia memang sungguh masih perawan?” Ia memperhatikan wanita itu dengan gelisah. Denyut di organ intinya tak dapat dicegah. Setiap detiknya berkontraksi, ingin sekali langsung menjamah. Tapi, ia tak akan terburu-buru. Sebelum ia melakukan itu dengan wanita ini, dia harus memastikan apakah wanita ini benar-benar masih ‘tersegel’ atau tidak. Begitu ia menjatuhkan bobot tubuh ke atas ranjang, ia lihat Diana sudah melepaskan rok mini setinggi di atas lutut. “Ah, gerah sekali! Kenapa kau tidak langsung memberiku penawar! Oh, ayolah! Kumohon, sentuh aku!” “Sial!” Pria itu berdecak. Pemandangan indah tersaji di hadapan, membuat sekujur tubuhnya meremang. Terutama di bagian bawah sana, semakin tegak paripurna di antara kedua paha. Kulit paha putih mulus tanpa cela, celana dalam tipis berendam model g-string, berwarna merah tua yang sangat kontras dengan kulit seputih susu. Kini, akal sehat pria itu mulai terkikis. Waktu beranjak malam, dan ia harus segera menuntaskan hasratnya detik ini juga. Lalu, dia jatuhkan tubuhnya di atas tubuh wanita itu, menindih kuat. Jemari kokoh membelai pipi tirus nan cantik, mengenyahkan anak rambut yang berseliweran di dekat wajah. Kemudian, bibir tipisnya bertanya, berbisik di dekat telinga Diana yang sepertinya sangat sensitif. “Apa kau yakin dengan ini?” “Ya.. aku butuh uang.” “Baiklah! Kita akan mulai sesi pertama!” Bangkit lagi dari atas tubuh Diana, pria itu kembali menegakkan badan di samping ranjang. Tak lupa, ia melepas celana dalam merah tua milik wanita itu dan terdengar lenguhan manja dari bibir seksi berpoles lipstick merah menyala. “Ah … cepat masukkan milikmu di sini! Milikku gatal sekali!” “Tunggu sebentar!” kata pria itu. Ia kemudian melepaskan celananya begitu saja, mengambil sebuah pengaman dan memasangkannya secara asal. Kemudian …. “Ah … sakit!” Diana memekik lirih. Dia mencakar tubuh pria yang ada di atasnya. Sebuah benda tumpul menerobos masuk, membuatnya memekik dan dirinya terasa sangat penuh. Pandangannya berkabut efek alkohol yang dia tenggak, pria itu tak jelas wajahnya tapi … sangat tampan. Maka, Diana menggumam dan meracau guna mengenyahkan rasa sakit yang terasa membelah tubuhnya. “Milikmu besar sekali! Kau ….” “Kau ternyata memang masih perawan, huh?” Sedangkan pria yang berada di atasnya menyeringai. Ia tetap menghentak kuat wanita yang ada di bawahnya tanpa peduli rintihan dan erang kesakitan terucap dari bibir Diana. Sakit, semua terasa sangat sakit. Namun, semua telah kepalang basah. Diana tak mungkin mundur. Dia pun akhirnya memohon dengan tatapan sayu pada pria itu. Tak merasakan gerakan apa pun, dia mendesak, “Ah … kenapa kau tidak bergerak? Bukankah aku memintamu melakukannya dengan keras? Atau, … kau justru impoten dan ingin keluar?”I’m sitting on a bench right now, I'm pretty much aware that these benches around me are located near the canteen kaya maraming estudyante ang palakad lakad na makikita mo sa paligid. Maingay sila palibhasa gutom and I'm sure they’re thankful to get out of a hell of a classroom. May ibang umupo sa katabing benches para dun kumain. Halata naman na nagkakasayahan talaga sila. Pansamantala kong kinuha ang pagtutok ng aking mata sa binabasa ko para luminga linga sa paligid. Hindi na talaga ako maka concentrate dahil sa ingay ng paligid, may nag aasaran, may naghihiyawan sa pagtawag ng mga nakikita nilang kakilala, may naghihimutok sa pagreklamo because her prof is ‘too much’ at bago pa sila magkantahan dito I opened my earphone’s box and put it on. I continued where I stopped reading and twenty minutes later, I can already see the students slowly leaving the benches through my peripheral vision. I figured the next class will be starting habang kalmado lang akong naka upo dun.
Nakagayak ng ternong kulay pula na may mga pulu-puting guhit si Esperanza palabas ng kaniyang silid pagkat nasa hinuha niyang panahon na upang pumuntang hapag kainan sapagkat oras na ng tanghalian, nang kaniyang madinig ang tila ba kaluskus ng mga papel na animoy hinampas sa matibay na bagay. Napahinto siya ng saglit at muling maingat na naglakad upang hindi matunog ang ingay na nagagawa ng kaniyang bakya sa tuwing umaapak ito sa kahoy na sahig. Kaniyang napagtanto na hindi na naman maganda ang naging takbo ng kakaganap sa transaksiyon ng kaniyang Inaama. Marahil ay iritable ito ngayon at mainit ang ulo kaya naman kaniyang napag isip isip na ang bisitahin ito at yakagin para kumain ng masarap na sabaw na inihahanda sa tanghalian ay makakatulong na mapabuti ang pakiramdam nito. Kumatok siya “Papa?”Wala siyang narinig na tugon kaya naman napagpasiyahan niyang imbitahan na lamang ang sarili. Ngunit bago pa niya magawang ipihit ang seradura ng kahoy na pinto
The moment I finished writing the draft on my pad, may naramdaman akong malamig na kamay na pumatong sa balikad ko, I can feel the tingling sensation lalo na ang pagtayo ng balahibo ko. Stuck between sisigaw ba o tatakbo o matatakot- “I love the story, but I think you should give justice to Orpheus. Come on he’s the man, he deserves better than that!” Ahhhhh blue eyes? Si blue eyes ba to? Pinapakiramdaman ko, kilala ko kasi ang boses but it sounded like blue eyes’ sweeter and humbler version. Nilingon ko ang boses ng nagsalita at tumingala ako sa mukha niya, di ko masyadong maaninag but I take a deep breath thinking he wasn’t the Blue-eyed. I smiled as I shone my phone’s light in front of his face to make sure who the voice is coming from- “Remember me? You shouldn’t be here at this hour lady. Time to go library is closing now” He's wearing a cap so I cannot see the upper half of his face but he quickly moves away from the light like it's blindi
No exact date in 1780, Naglalakad si Marcelo sa gilid ng kalsada, binabagtas ang daan patungong Intramuros. Sa pagpasok niya ng tuluyan sa intramuros, pansin niya ang mga titig na iniuukol sa kaniya ng mga kababaihan. Datapwat hindi gaanong kilala ang kanilang pamilya sa alta sociedad sa kadahilanang ang kaniyang ama ay hamak na alalay lamang ngunit nang dahil sa mabuting paninilbihan ay naging kalihim ng isa sa mayaman at namamayagpag na negosyante. Ang kaniyang kakisigan at angking gandang lalaki ay minsang tinatanaw ng mga dalagang anak ng gobernador at konsehal ang iba nama’y anak ng mga heneral ng espanyol. Araw ng linggo kung kaya ay maraming tao ang nagsimba at nagnais pumasyal at maglibot libot. Habang isang dalagang anak ng isa sa mga pinuno ng kastila ang nagbabalak tumakas sa kanyang mga bantay at alalay. Inilagay niya ang kanyang kanang kamay sa kanyang noo na tila ba’y nasasaktan siya’t nasisilawan sa araw. Nagkunwari itong hindi maganda ang kaniyang pakir
Nanginginig ang aking mga kamay habang tinutipi ko ang sulat pabalik sa kahon. Lumang luma na ito at halatang pinatagal na ng panahon. Medyo confusing ang tula but I was so moved by it, how tragic could it be. Isang kwento ng pag ibig? Para siyang istorya. Siguro kung iba nakabasa neto hindi nila maiintindihan, sabagay sumakit nga ulo ko. Nakakabilis ng pintig ng puso parang libro. Tatayo na sana ako galing sa pagkakaupo’ng Indian sit ng may maramdaman akong malamig sensasyon na dumampi sa aking balat, ang lamig ng hangin. Biglang bumukas ang pinto, mabilis akong lumingon ngunit biglang umikot ang paligid. Lumakas ang hangin at parang may nabuong buhawi. Hindi ako makatayo. Pinaikutan ako nito at di naglaon ay nakulong ako sa loob ng sa tingin ko’y buhawi, hindi ko maintindihan, parang hinihila ako pababa at nililipad rin ako pataas. Iniikot ako ng hangin and I can’t scream for help, no words are able to come out of my mouth. I can’t breathe, the air around me is intoxicatin

Komen