Share

1. Kepergian Orang Terkasih

Semarang, 10 Mei 2010

Sejak tadi, Ina terus berada di samping sang suami. Meskipun suaminya itu tidak menampakkan wajah kesedihannya, Ina sangat paham jauh di lubuk hati pria itu, Amir merasakan kehilangan. Ina tahu, Amir sangat dekat dengan Ayahnya. Berita kepergian sang Ayah yang didengarnya semalam membuatnya bak disambar petir. Tanpa banyak kata, Amir segera mengajak Ina untuk pulang ke Semarang.

Ina meraih tangan Amir yang mengepal, lalu mengusapnya pelan. Amir menoleh, menatap Ina yang tersenyum hangat seakan mengatakan semua akan baik-baik saja. Tadi, setelah acara pemakaman, baik Ina maupun Amir tidak membuka suara. Mereka berada di halaman belakang rumah, mencari ketenangan. Baik Ibu dan keluarganya memakluminya. Mereka tahu bahkan sangat paham bagaimana kedekatan Amir dengan Ayahnya.

Amir menyandarkan kepalanya pada bahu Ina, menatap kosong genggaman tangannya dengan tangan Ina. Sedangkan wanita itu, mengusap kepala Amir, memberikan kenyamanan pada suaminya. "Udah ngerasa lebih baik?" tanya Ina pada akhirnya membuka suara.

Amir mengangguk, tanpa mengubah posisinya. "Karena ada kamu, aku jadi lebih baik, ai."

Diam. Keheningan terjadi lagi. Hingga suara dengkuran halus yang Ina yakini itu berasal dari suaminya, ia menghembuskan napasnya lega. Setidaknya, Amir sudah mulai tenang.

Ina tidak pernah menyangka, setelah lima tahun hidup bersama Amir, untuk pertama kalinya ia melihat suaminya itu meneteskan air mata. Ya, pria itu menangis. Bahkan ketika mengikrarkan janji suci sehidup semati Ina tidak melihat Amir menangis seperti kebanyakan orang. Sepertinya, pria itu memendamnya di dalam hati. Lalu meluapkan emosinya ketika sedang sendiri.

Dulu, ketika pertama kali bertemu dengan Amir, Ina sangat kagum padanya. Amir memiliki kepribadian yang sangat baik. Dan perjuangan pria itu untuk mendapatkannya mampu meluluhkan hatinya yang sebelumnya telah membeku. Ina akui, saat itu dirinya belum siap untuk jatuh cinta lagi. Masa lalu yang membuat Ina menutup hati, untung saja ia mendapatkan beasiswa ke Paris, dari sana Ina sangat bersyukur. Belajar sekaligus pelarian. Ina muak berada di Indonesia yang akan mengingatkannya kepada orang-orang yang dicintainya tapi tidak mendukung keputusannya. Ibu, dan mantan kekasihnya.

Ibunya yang meremehkan hobinya, dan mantan kekasihnya yang tidak mau jika mereka menjalankan long distance realationship, lalu memilih untuk mengakhiri hubungan mereka. Dan Amir datang, menemui Ibunya dengan niat baik. Semua berubah, hingga Ina mampu menunjukkan pada Ibunya jika hobi yang ia miliki tidak bisa diremehkan begitu saja. Amir yang selalu di sampingnya dan mendukungnya hingga Ina berada di titik ini sekarang. Di mana ia sudah memiliki beberapa butik yang tersebar di Indonesia, dari sanalah ibunya tersadar dan mulai mendukung Ina.

Ina menempelkan bibirnya pada pelipis Amir lama, tak terasa air matanya terjatuh. “Terima kasih, ai.”

Amir membuka matanya, mendongak membuat tidak ada jarak di antara keduanya. Amir menaikkan sebelah alisnya, menatap Ina. “Kenapa nangis, ai?” tanyanya.

Buru-buru Ina menjauhkan wajahnya, mengusap pipinya. "Nggak, nggak papa kok," balas Ina tersenyum.

Amir menegakkan tubuhnya, meraih kedua pipi Ina, mengusapnya pelan. "Kamu nggak pandai bohong, ai. Ada apa sih?"

"Aku cuma inget ibu," balas Ina cepat.

Amir mengangguk, terkekeh pelan lalu mengusap rambut Ina gemas. "Aku anggep gitu."

Ina mendengus. "Ih, nyebelin!" serunya.

"Besok kita pulang," kata Amir tiba-tiba.

"Loh, kok besok? Enggak nunggu tujuh harinya ayah?" tanya Ina heran.

"Nggak usah, besok sebelum pulang ke makam dulu."

"Ai ...." Protes Ina. "Kita tunggu tujuh hari ayah," lanjutnya.

Amir menggeleng manik matanya menatap Ina, membuat wanita itu menghembuskan napasnya kasar dan tidak berniat untuk membantah lagi. Karena percuma, keputusan Amir tidak pernah bisa diganggu gugat.

*****

Sebuah gundukan tanah yang terlihat baru dengan bunga mawar merah dan putih yang bertebaran di atasnya. Amir memegang sebuah batu nisan di mana nama Ayahnya tertulis, menatapnya dalam. Ina dapat merasakan Amir sedang menahan gejolak emosi di dalam hatinya. Ina meraih tangan kiri Amir, menggenggamnya. "Nangis aja, ai," kata Ina pada akhirnya karena ia juga pernah merasakan betapa sakit di dadanya menahan tangis.

Detik itu juga Amir meneteskan air matanya, pria itu menangis tanpa suara. "Ayah," katanya berbisik.

"Maaf, Amir nggak bisa ada di saat-saat terakhir ayah. Maaf, Amir harus pulang. Maaf ... maaf ...."

Ina mengusap bahu Amir, menenangkan pria itu. "Aku udah gagal jadi seorang putra, ai." Amir memeluk Ina erat, menangis.

"Sst ... kamu nggak gagal, ai. Kamu bahkan sangat banggain Ayah dengan semua prestasi-prestasi kamu, kamu bukan putranya yang gagal." Ina mengusap-usap punggung Amir, "Kalo Ayah denger kamu bicara kayak gini, ayah nggak mungkin nggak kecewa, ai."

Ina tahu, sangat tahu Amir menyesal dan menyalahkan dirinya atas kepergian Ayahnya yang tiba-tiba, di saat Amir tidak ada di detik-detik terkahir. Ayah mertuanya memang tidak memiliki riwayat penyakit, bahkan beliau sehat-sehat saja. Meninggalnya beliau pun juga tidak disangka semua orang ketika kemarin mereka masih melihat Ayah mertuanya tertawa bahagia, merayakan pernikahannya dengan Ibu mertua yang ke 55 tahun. "Seharusnya kemarin, aku datang dan ikut ngerayain pernikahan Ibu dan Ayah yang kelima puluh lima," gumam Amir dengan napas yang tidak beraturan.

"Ai, ingat umur itu rahasia Allah. Nggak ada yang tahu akan hal itu. Kapan kita akan mati, dan berapa lama kita hidup di dunia." Ina menarik napasnya dalam, ia pun juga sama terkejutnya ketika mendengar kabar kematian Ayah, semua seperti mimpi. Tapi lagi dan lagi, Ina selalu disadarkan akan satu hal jika umur tidak ada yang tahu. Mau sesehat apa pun kita, jika esok adalah takdir Allah mencabut nyawa, kita tidak bisa mengelak dan menghindarinya. "Qadarullah, ai."

Di pagi yang semula cerah, kini mulai gelap. Matahari tertutup awan hitam, angin berhembus pelan. Sepertinya, semesta sangat mengerti perasaan Amir. Karena tidak menunggu lama, tetesan-tetesan air dari langit mulai turun perlahan, membuat mereka bangkit dari tempatnya dan segera masuk ke mobil.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status