Share

2. Morning Kiss

"Ai, kita berhenti cari makan dulu, gimana?" tanya Amir mulai menepikan mobilnya.

Ina menoleh, menatap Amir. "Boleh deh, aku laper, ai."

Saat ini mereka sedang berada di alun-alun Jogja untuk beristirahat terlebih dulu. Di sana, begitu banyak warung yang menjual berbagai makanan, dan gudeg menjadi pilihan mereka untuk makan malam. "Bu, gudegnya dua es teh satu es jeruk satu," kata Amir pada si penjual.

Sambil menunggu pesanannya datang, Amir memilih mengajak Ina duduk lesehan. Bahkan sejak turun dari mobil hingga mereka duduk berdua lesehan, tangan mereka saling tertaut dan tidak terlepas. Sesekali Amir mengusap tangan Ina, menepuk-nepuknya. "Ai," panggil Ina pada Amir.

Amir menoleh, menatap istrinya yang entah kenapa terlihat sangat cantik. "Hm?"

Ina menghela napasnya, mendesah ringan. "Nggak papa, kangen aja sama kamu," gumamnya lalu menyandarkan kepalanya pada bahu Amir.

Amir terkekeh, tangannya beralih mengusap bahu Ina. "Bohong banget kamu, pasti ada sesuatu yang mau disampein ya?" tebaknya.

"Nggak kok, beneran. Aku emang lagi kangen aja sama kamu," elaknya meyakinkan Amir. Entahlah, Ina hanya merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya entah itu apa.

Baru saja Amir akan membuka mulutnya, menjawab kalimat Ina, makanan mereka datang dan sudah tersaji di atas karpet. "Silakan Pak, Bu."

"Terima kasih, Bu," balas Amir mengangguk.

Mereka mulai menikmati makanan khas Jogja itu ditemani suasana alun-alun di malam hari. Tidak ada yang membuka percapakan, keduanya sibuk menikmati makanannya hingga tandas tak tersisa.

"Alhamdulillah," kata Amir setelah pria itu  bersendawa pelan.

"Habis ini mau langsung perjalanan pulang atau gimana, ai?" tanya Ina membuka percakapan setelah lama diam.

Amir melirik arlojinya, menimbang-nimbang karena sekarang sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. "Kita cari penginapan dulu aja deh, yang dekat-dekat sini," katanya memutuskan, Ina mengangguk mengerti memilih mengikuti suaminya itu.

Butuh waktu lima belas menit untuk mereka akhirnya menemukan penginapan. Setelah check in, mereka menuju kamar sesuai dengan nomor yang tertera, 69.

Begitu pintu terbuka, Ina langsung saja menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Pandangan matanya menatap langit-langit kamar. "Ai, nggak mandi dulu, kamu?" tanya Amir membuka kaosnya hingga memperlihatkan pahatan-pahatan di tubuhnya yang begitu sempurna. Ya, Amir memang selalu ber-olah raga dan sangat menjaga tubuhnya.

Padahal sudah tujuh tahun menikah, Ina masih saja merasakan debaran di dadanya, hanya karena melihat Amir yang tidak memakai bajunya. Ina tergugup. "Eh. Eng ... kamu aja dulu," balasnya pada akhirnya.

Amir terkekeh, melihat tingkah Ina yang seperti abg baru saja merasakan jatuh cinta. Lihat saja pipi chubbynya yang memerah. Amir menatap Ina menggoda, membuat wanita itu mendelik tajam. "Apa kamu ketawa-tawa!" serunya dengan galak.

Amir berjalan menghampiri istrinya itu, mendekatkan tubuh mereka dan mengikis jarak membuat Ina sontak memundurkan tubuhnya, pria itu tersenyum miring lalu membisikkan sesuatu tepat di telinga Ina sebelum beranjak pergi untuk membersihkan diri. "Ai, kamu cantik tahu nggak kalo lagi merah gitu," goda Amir terkekeh sedangkan Ina terdiam dengan perasaan campur aduk.

*****

Sinar matahari mulai menerobos melalui celah-celah tirai, membuat sang empu yang sedang nyenyak dari tidurnya terganggu. Ina mengucek matanya, perlahan mata wanita itu terbuka menyesuaikan sinar matahari yang mengenai wajahnya. Ina mengerang, merenggangkan ototnya. Baru saja ia akan beranjak dari tidurnya hendak membersihkan diri, sebuah tangan yang melingkar di perutnya membuat Ina tersadar, apalagi hembusan napas yang begitu hangat mengenai bahunya. Ina berbalik, di sana suaminya tidur dengan begitu damai. Ah, ia terkekeh dalam hati menyadari jika semalam dirinya dan Amir telah meleburkan diri menjadi satu ditemani keheningan malam dan tamaramnya kamar.

Ina membasahi bibirnya, hendak pergi untuk segera membersihkan diri tapi mata Amir yang terbuka dengan senyuman menghiasi wajahnya dan pelukan yang semakin mengerat membuat Ina terkejut. "Ai, lepasin. Aku mau mandi," gumam Ina pada Amir pelan.

Amir menggeleng, mengikis jarak di antara mereka. "Morning kiss dulu, ai."

"Mulutku masih bau, kamu juga. Jorok tau!" seru Ina segera menjauhkan tubuhnya tapi lagi-lagi, Amir lebih kuat darinya membuat Ina pasrah.

Amir terkekeh, "Nggak masalah tuh. Lagian kan kita juga udah sah, ngapain harus jijik satu sama lain."

"Ih bukan jijik! Tapi lebih ke jorok, ai. Kamu ini," balas Ina.

"Tapi, ai–" baru saja Amir akan membantah Ina sudah membekap mulut Amir dengan tangannya untuk tidak terus berbicara.

"Kamu ya, cerewetnya ngalahin perempuan tau nggak!"

"Dosa loh kamu, ai. Bekap-bekap mulut suami!" seru Amir melepaskan tangan Ina dari mulutnya. "Daripada dibekap kan, mending kasih aku morning kiss."

"Udah ah, aku mau mandi, lepas nggak!" kata Ina menatap tajam Amir.

Amir menatap Ina dengan lempeng. "Males banget aku," balasnya.

Ina memukul-mukul keras bahu Amir tapi nyatanya Amir juga tak kunjung melepaskan pelukannya. "Oh, nggak kamu lepas awas aja. Aku punya hadian spesial buat kamu."

"Waw, apa tuh hadiahnya?"

"Beneran ya, nganggep remeh aku," kata Ina kesal. "Nggak aku kasih ja–" belum Ina menyelesaikan kalimatnya, Amir sudah melepaskan.

"Ih kok dilepas, kan aku belum kasih tahu apa hadiahnya," kesal Ina memajukan bibirnya.

"Nggak, nggak. Aku tahu apa yang mau kamu omongin," seru Amir kesal.

"Lah, emang aku mau ngomong apa?" tanya Ina.

"Dah sana mandi, satu jam lagi kita berangkat," kata Amir mengalihkan. Pria itu lebih memilih mengambil ponsel yang di atas nakas, dan semua pergerakannya tidak lepas dari penglihatan Ina. Wanita itu terkekeh dalam hati, suaminya itu memang menggemaskan jika sedang merajuk.

Tanpa membalas kalimat Amir, Ina memilih untuk segera masuk ke dalam kamar mandi membersihkan diri. Tubuhnya sudah terasa begitu lengket membuat Ina risih dan ingin menyentuh air.

*****

Selama perjalanan pulang, mereka terus saja diam dan tidak membuka suara. Tidak, lebih tepatnya Amir yang tidak menanggapi celotehan Ina hingga membuat wanita itu kesal.

Alasannya klasik, Amir masih kesal padanya karena insiden morning kiss. Ugh, benar-benar menggemaskan sekaligus menyebalkan. Entah cara apa lagi untuk membuat suaminya itu membuka suara, Ina tidak tahu. Hingga ide nakal terlintas di otaknya. Ina menoleh ke arah Amir, menatap pria itu yang fokus terhadap kemudinya. Ina tersenyum miring. Lalu dengan cepat, Ina menggigit pipi Amir membuat pria itu terkejut hingga membuatnya mengerem mendadak. "Aduh," seru Ina memegang dahinya yang terpentok stir kemudi.

Amir menatap Ina khawatir, menangkup wajah istrinya. "Kamu nggak papa, ai? Ada yang sakit selain dahi?" tanya Amir membuat Ina tersenyum dalam hati.

Ina menggeleng, tersenyum manja. "Aku nggak papa kok ai, nah gitu dong ngomong, ah."

Amir berdecak, menyadari jika Ina melakukan ini karena untuk mengalihkan perhatiannya. Bukannya marah, Amir malah khawatir pada istrinya. "Ai, nggak boleh diulang ya. Untung jalannya enggak rame loh."

"Ya makannya jangan cuekin aku ih!" kesal Ina, "Nyebelin tau nggak."

Gerutuan Ina membuat Amir terkekeh, lalu mengusap lembut kepala wanita itu. "Maaf, maaf."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status