Share

Pt. 08 - DELAPAN

Di suatu tempat, Faniya baru selesai mengatur barangnya. Saat ini dia ada di desa terpencil yang tak mungkin ditemukan oleh Kayasaka. Faniya lari, karena dia tau ini yang terbaik untuknya dan mantan Boss nya itu.

Di rumah sederhana peninggalan orang tuanya ini, Faniya akan memulai hidup baru. Meski dia harus merelakan sebagian perasaannya pada Emilio yang dia kenal beberapa bulan ini.

"Sepertinya aku harus membeli bahan makanan, aku juga harus mulai menemukan pekerjaan baru untuk bertahan hidup." Faniya bergumam, hidupnya memang tak mudah. Dia adalah gadis yatim piatu yang terlahir dari keluarga sederhana.

Setelah orang tuanya meninggal, Faniya memutuskan untuk merantau dan berhasil mendapatkan pekerjaan. Namun kali ini dia terpaksa merelakan semuanya karena dia rasa ini adalah hal yang memang harus terjadi.

Tak apa, mungkin Tuhan punya takdir lain untuknya.

"Sepertinya besok aku harus mulai berbelanja." Faniya bergumam sebelum mematikan lampu kamarnya dan memilih tidur.

Sementara itu di mansion mewah Kayasaka. Naya tertidur di sofa setelah makan malam. Gadis itu awalnya ingin menonton tv tapi entah karena kelelahan atau kekenyangan, dirinya malah tertidur dengan meringkuk di sofa hitam itu.

Bibi Marry dan Lusi hendak membangunkannya sebelum sebuah tangan bergerak memindahkan tubuh kurus wanita itu ke kamar. Masih kamar yang sama yang ditempati Naya kemarin.

"Kau benar-benar tak cocok menjadi model. Berat badanmu saja nyaris menyaingi seekor sapi." Kayasaka berbicara pada gadis yang terlelap itu.

Naya dengan acuhnya tentu tak mendengar ucapan yang mirip umpatan dari suaminya sendiri. Kalau tidak, gadis itu jelas akan marah.

Tanpa terasa dia sudah sampai di depan kamarnya. Tanpa basa basi, Kayasaka menidurkan gadis itu di kasur seprai abu-abu miliknya.

Tanpa disangka, Kayasaka tak langsung beranjak. Lelaki bermata hazel itu menatap Naya lama. Merasa wanita yang ada di hadapannya ini sangat jauh berbeda dari rumor-rumor yang dia dengar sebelum menikahinya.

Dilihat dari sisi manapun, wanita ini terlalu ceroboh dan tidak waspada untuk seorang gadis yang dirumorkan naif dan dingin. Dia juga terlalu ceria untuk ukuran wanita yang katanya punya kehidupan kelabu dan penurut.

Kayasaka bahkan jelas bisa merasakan keputus-asaan Arranaya saat dia menikahinya dulu, tapi sekarang? Gadis itu bahkan selalu menggebu-gebu dan tak terlihat murung.

Kayasaka ragu, apa gadis yang menjadi istrinya ini punya alter ego?

Kayasaka jelas ingat, waktu itu yang justru terlihat senang dan sangat impulsif adalah kakak gadis itu sendiri. Gladys Amaleta Whillys, yang secara tidak langsung seolah menjual adiknya.

Meski Kayasaka tau kalau keduanya bukanlah saudara kandung. Tapi Gladys cukup kejam untuk bisa disebut satu-satunya keluarga gadis yang terlelap ini.

Saat ini, Kayasaka hanya membiarkan Gladys sedikit bersenang-senang sebelum segalanya dia renggut atas nama Arranaya. Kayasaka tak peduli, kedepannya Arranaya atau justru Gladys yang akan membencinya setelah dia melakukan rencananya itu.

Drrrttt ... drrrttttt ...

Gladys is calling ...

Kayasaka membuang napasnya pelan. Baru dibicarakan dan Gladys sudah menelponnya. Ada apa wanita itu menelpon selarut ini?

"Ada apa?" Tanya Kayasaka tanpa basi basi, berjalan menutup kamar tempat Naya tertidur. Langkah pria itu kian menjauh, tepat sebelum sebuah mata hijau-biru yang indah terbuka lebar.

"Kenapa dia menatapku lama sekali sih? Aku hampir saja tidak tahan."

Naya bangkit dari tempat tidur dengan seprai gelap itu, mulai menata rambutnya yang sedikit berantakan. Gadis itu berjalan ke arah balkon menatap jendela besar yang menampilkan langit malam yang indah.

Sebenarnya, Naya sudah terbangun tepat setelah Kayasaka menggendongnya sampai ke lantai 3. Tadinya Naya hendak memekik, tapi dia tahan karena Kayasaka juga tak melakukan hal aneh selain mengomentari berat badannya. Sialan memang si suami itu.

Padahal, tubuh Arranaya ini jelas kurus dan seksi. Apanya yang mirip sapi? Sepertinya mata Kayasaka saja yang katarak.

Ah ya, selain itu dia juga mendengar Kayasaka menyebut Gladys. Apa itu Gladys kakak Arranaya dalam novel? Kakak yang dengan tega menjual adiknya sendiri?

Sepertinya, Naya harus mencari tau. Dia harus melihat kakak Arranaya itu. Setidaknya dia bisa membalas sedikit perbuatan kejamnyakan?

Naya tertawa sendiri. Ya sekarang selain misinya untuk menghindari kematian. Dia juga punya misi lain yaitu balas dendam.

***

"Apa yang akan kau lakukan hari ini?" Naya bertanya dengan antusias di meja makan. Menatap Kayasaka yang dengan kalem menghabiskan sarapannya.

"Kenapa kau bertanya?"

"Karena aku istrimu."

Kayasaka hampir tersedak. Apa-apaan dengan nada manis itu? Kemarin dia bahkan masih sempat berdebat dengannya. Sepertinya dia harus membawa istrinya ke psikolog segera. Otak gadis ini semakin terlihat tidak waras sama sekali.

"Katakan alasan sebenarnya? Kenapa kau menanyai jadwalku?"

"Hm, baiklah aku jujur. Karena aku ingin ikut bersamamu."

"Ke mana?"

"Kemana saja. Asal denganmu." Naya tersenyum membuat Kayasaka mengerjap heran di mejanya. "Kepalamu terbentur sesuatu?"

"Tidak. Aku baik-baik saja." Jawab Naya cuek meski wajahnya tetap terlihat senang.

"Kau tidak takut padaku?"

Naya diam, tangannya yang hendak menggapai roti mendadak berhenti.

Takut ya? Dia takut sih. Tapi sejauh ini Kayasaka tak bertingkah kejam padanya. Jadi, Naya akan berusaha mendekatinya. Minimal membuat lelaki itu menganggap keberadaannya berharga.

Naya juga akan mengajak Kayasaka berbisnis. Karena saat ini, menjauh darinya adalah pilihan yang mustahil.

"Kenapa harus takut? Kau kan suamiku."

Jawaban sederhana dari Naya itu membuat Kayasaka mendadak terdiam, sesuatu dalam dirinya terasa memercikan euphoria setelah Naya mengatakan hak milik itu.

"Kau benar. Tapi hari ini aku ada pertemuan penting. Dan sebaiknya kau tak usah ikut."

"Kenapa? Aku janji tidak akan merusak pertemuanmu. Oke?"

Kayasaka tak yakin. Masalahnya dia akan bertemu dengan Gladys di Pesta malam ini. Gladys yang mungkin Naya benci. Karena Kayasaka tau hubungan kakak-adik diantara Gladys dan Naya tak begitu baik.

"Aku akan bertemu Gladys. Apa kau yakin untuk ikut?"

"Tentu saja. Kebetulan sekali aku sudah lama tak bertemu dengan kakakku." Naya tersenyum. Inilah yang Naya cari. Niatnya mengikuti Kayasaka adalah untuk bertemu Gladys. Sebelum berperang, Naya harus tau musuhnya terlebih dahulukan?

"Baiklah. Hotel Hilton, jam 8 malam. Louis akan menjemputmu nanti."

"Kita tidak berangkat bersama?"

"Untuk apa?"

"Kau kan suamiku." Kata Naya sedikit merengek. Sebenarnya, dia hanya ingin mengintimidasi Gladys saja dipertemuan pertama mereka ini. Karena dalam novel, Gladys sedikit takut dengan eksistensi suaminya itu.

Mau bagaimanapun, bukankah Kayasaka mempunyai aura antagonis dalam cerita ini?

"Tidak. Kau pergi bersama Louis. Aku akan ada di sana setelah meeting jadi kau nanti menyusul saja."

Naya menekuk bibirnya. Tak berselera lagi setelah mendengar kalimat penolakan itu. Kayasaka sendiri berusaha menetralkan ekspresi wajah. Entah kenapa dia ingin sekali menjawil pipi gadis dihadapannya yang terlihat menggembung karena kesal.

***

"Apa aku sudah cantik?"

"Nyonya yang paling cantik di dunia."

Naya tersenyum puas menatap pantulan dirinya sendiri di depan cermin. Dress merah marron yang mengekpos leher jenjangnya memang pilihan terbaik. Naya sendiri senang karena dirinya mudah beradaptasi.

Terbukti sekarang dia terbiasa mengenakan dress-dress mewah yang biasa Arranaya kenakan. Karena jika dipikir-pikir, tubuh indah milik Arranaya ini memang terlalu cantik untuk disembunyikan dibalik hoodie dan baju tidur.

"Nyonya hiasan apa yang ingin anda kenakan?" Tanya Lusi yang sedang membuka kotak perhiasan. Dapat dilihat ada belasan jam tangan mewah, gelang serta cincin dan anting-anting yang tersusun rapi didalam kotak.

Naya memilih satu jam tangan dengan brand ternama. Jam tangan yang nampak seperti gelang mewah bertabur permata.

Naya rasa, satu jam ini saja cukup untuk memperlihatkan dari kalangan mana dia berasal. Dia ingin terlihat elegan dan berkelas di depan Gladys, tentu untuk mengintimidasi wanita itu.

"Nyonya, Louis sudah di bawah." Suara salah satu pelayan membuat gerakan Lusi terhenti. Gadis itu sudah selesai menata rambut dan semua aksesoris yang mempercantik Naya malam ini.

Tanpa kata lagi, Naya pamit pada orang rumah dan berlalu untuk menemui Louis yang sudah datang dengan limosinnya.

"Silahkan naik Nyonya."

Pintu terbuka, menampilkan sosok Kayasaka yang membaca dokumen perusahaan di sana. Duduk tenang tanpa melihat ke arah Naya yang terkejut.

"Kenapa kau ada di sini? Bukankah kau bilang akan langsung di sana setelah meeting?"

Kayasaka menoleh, sedikit terpana dengan penampilan baru Naya yang rapi sempurna malam ini. Namun dengan cepat, lelaki itu kembali menetralkan ekspresi wajah, tak ingin terlihat terpesona begitu mudah.

"Aku hanya mampir sebentar. Apa kau tidak akan naik?" Jawabnya datar, membuat Naya mencibir tak percaya.

Tapi gadis itu tak memikirkannya lanjut dan memilih langsung menaiki mobil panjang itu. Kini, dia dan Kayasaka duduk berdampingan. Dan entah kenapa, Kayasaka juga terlihat lebih tampan malam ini.

Di balik kemudi, Louis terkikik geli. Berusaha menahan tawa yang hampir lolos dari bibir ranumnya. Lelaki berkacamata itu tak bisa membayangkan akan seheboh apa Naya, jika tau kalau kenyataannya Kayasaka tak hanya mampir, tapi sengaja meluangkan waktu sibuknya untuk menjemput Naya saat ini.

Louis harap, ini awal yang baik untuk hubungan keduanya.

***

"Turun."

Naya turun dengan anggun, bersama Kayasaka menuju ballroom yang ada di lantai 7 hotel Hilton ini. Kalau tidak salah, ini salah satu hotel milik tokoh utama Emilio. Tapi tenang saja, Emilio pasti sekarang sedang beradegan romantis dengan Faniya, tokoh utamakan pasti sibuk.

"Apa yang kau pikirkan? Penampilanmu sudah aneh. Jadi jangan merencanakan hal-hal yang lebih aneh."

Naya menatap kesal. Kayasaka memang tak bisa diam barang sehari. Perkataannya yang setajam bambu runcing selalu berhasil membuatnya emosi.

Tring!

Lift terbuka, membuat Naya tak jadi membuka mulutnya untuk mendebat Kayasaka. "Tetaplah di sampingku jika kau ingin pulang dengan damai." Naya memaksakan senyumannya, gatal sekali ingin sedikit saja menyumpal mulut menyebalkan suaminya itu.

Tapi citranya malam ini tak boleh rusak, karena mereka berdua sudah sampai di Ballroom mewah itu.

Di dalam, banyak orang yang tak Naya kenal. Tapi Kayasaka dengan mudah mengajaknya berkenalan dengan kolega-koleganya. Walau sedikit canggung, Naya harus terbiasa karena di dunia ini dia sebagai Arranaya juga cukup di kenal.

Kata Kayasaka, Gladys sendiri akan terlambat. Jadi untuk menghabiskan waktu, Naya hanya ikut-ikutan Kayasaka mengobrol bersama beberapa rekan bisnis.

"Sudah aku duga, Nyonya Elakhsi memang cantik seperti rumornya. Harusnya aku mengenalkanmu lebih dulu dengan keponakanku."

Naya tertawa canggung, mendadak suasana hati Kayasaka di sampingnya terlihat mendung. Kentara sekali lelaki itu tak suka pada wanita berumur 40-an yang sedang mengobrol bersama mereka. Tapi lagi-lagi demi kepentingan bisnis, Kayasaka memaksakan diri mengobrol dengannya.

"Anda bisa saja. Bukankah anda yang paling cantik di sini?"

Wanita itu tersenyum. Sudah seharusnya merasa tersanjung akan pujian palsu Naya.

"Kau benar-benar gadis yang menyenangkan. Harusnya Lio juga mendapatkan istri sepertimu."

Lio? Lio siapa?

"Nah itu dia di sini. Lio! Kemarilah!"

Naya berbalik, melihat lelaki dengan jas maroon sedang berjalan kearahnya sembari melihat ponsel nampak tak fokus. Setelah mendekat, lelaki bermata biru sedalam lautan itu nampak terkejut setengah mati melihat Naya ada bersama Kayasaka dan Bibinya.

"Alyssa?!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status