Share

08. Cokelat

"Na, balik bareng gue?" ajak Ryan pada seorang gadis manis berkuncir kuda.

"Boleh deh tapi anter gue ke alfa dulu," jawab Naina.

"Ashiappp meluncur."

Terlebih lagi ada Naina, gadis manis yang membuat hidup Ryan seakan sempurna. Ryan merasa tak ada lagi yang kurang meski ayah mengabaikan kehadirannya.

Lebih tepatnya semua anak-anaknya.

"Lo gak mau beli cemilan?" tawa Naina pada Ryan yang berdiri di belakangnya.

"Buat apaan?"

"Siapa tahu adek lo butuh. Sekali-kali beliin dia gak bikin dompet lo kering kok."

Ryan menolak langsung tanpa pikir panjang. "Gak usah lah, mereka punya kaki bisa beli sendiri."

Naina berdecak kecil. "Gak perhatian lo sama adik sendiri."

"Gue perhatian sama lo doang soalnya." Ryan mesem-mesem sendiri dengan ucapannya.

"Alay," cibir Naina.

Mereka bercerita riang sepanjang jalan menuju rumah Naina. Ryan bisa menjadi sangat terbuka pada Naina jika mereka sudah berdua saja. Naina menjadi pendengar terbaik yang sangat Ryan percaya lebih dari siapapun.

Baik Naina maupun Ryan mereka semua seperti sepasang orang yang saling melengkapi. Sampai di depan rumah, Naina turun di bantu Ryan.

"Nih." Naina menyodorkan dua buah cokelat pada Ryan yang mengerutkan kening.

"Buat?"

"Adek-adek lo. Ada dua, kan?"

"Ya tapi ngapain sih hahaha aneh lo." Ryan menggeleng tak paham apa maksud Naina.

"Yan." Naina menepuk pundak Ryan lalu tersenyum hangat. "Lo nyaman main sama anak-anak?"

"Nyaman lah mereka udah gue anggap sebagai keluarga. Buat apa gue bertahan kalau gak nyaman sama mereka. Ngaco ah."

"Jangan salah kaprah. Yang asing lo anggap keluarga yang keluarga lo anggap asing." Naina mengingatkan Ryan. "Gue sama yang lain seneng lo bisa terbuka sama kita, tapi inget Yan di luar semua itu lo masih punya keluarga yang harus menjadi prioritas lo dulu."

"Gue masuk ya titip salam buat adek lo." Naina melambaikan tangannya beberapa kali sebelum menghilang dari balik pagar rumahnya.

Ryan terpaku sambil memandangi dua buah cokelat di tangannya. Hati Ryan seperti tertikam benda tak kasat mata.

Naina

Jangan keras-keras ke diri lo ya Yan.

Hati-hati di jalan.

Kabarin gue kalau udah sampe rumah. Ok?

* * *

"Baru balik lo?" Ryan menegur Skala yang tiba lebih telat daripadanya. "Tumben, ekskul?"

"Ya," jawab Skala singkat di iringi anggukan kecil. Lalu masuk begitu saja.

"Yeuh dasar kulkas!" cibir Ryan.

Dia kembali memandangi cokelat yang ada di tangannya laku menyusul Skala lebih cepat. "Woi, Kay!"

"Apa?" Skala yang baru saja menapaki tangga berbalik menatap kakak keduanya.

"Nih cokelat buat lo." Ryan menyodorkan sebuah cokelat merk terkenal yang tak mendapat respon apapun dari adiknya.

"Gak, makasih."

Mulut Ryan terbuka lebar melihat reaksi datar yang Skala berikan. "Gue jitak lo lama-lama."

"Jangan teriak-teriak, Yan." Arga muncul dari dapur dengan segelas air putih di tangannya.

"Balik lo bang?" tanya Ryan dengan nada meremehkan. "Masih inget jalan pulang?"

"Jaga omongan kamu Ryan!" Arga menyorot tajam atas ucapan tidak sopan yang Ryan berikan.

"Oh maaf tuan maha sempurna," balas Ryan tak acuh. "Paling bentar lagi lo cabut kan? Kalau kata gue sih lo gak ada guna balik ke rumah."

"Ryan!" sentak Arga dengan suara yang lantang yang di hiraukan oleh adiknya.

Ryan melongos menuju kamar mengabaikan Arga yang emosinya sudah di ujung kepala.

Dia berhenti di depan pintu kamar berwarna biru muda dengan gantungan nama 'Starla Keina Fazwa' tangannya menggantung di udara ragu mengetok atau tidak.

Pasalnya hubungan antara Ryan dan Starla tidak sebaik itu. Mereka lebih sering mengisi waktu pertemuan dengan pertengkaran tidak penting. Sebenarnya kapan ya Ryan pernah mengajak bicara Starla?

Tok tok tok

Ryan memainkan kakinya menunggu pintu yang tak kunjung terbuka. Kesal menunggu lama akhirnya dia kembali mengetuk oinu dengan keras.

TOK TOK TOK

"Gue dobrak ya kalo lo gak buka sekarang!" ancam Ryan pada akhirnya.

"Woii buka!!"

TOK TOK TOK TOK

"Apasih berisik! Mau apa hah?!!" balas Starla tak kalah galak. "Ganggu orang istirahat aja."

Ryan menyentil dahi Starla kencang dengan wajah kesal. "Gak punya telinga lo gue ketok dari tadi gak di buka-buka!"

"Bacot!" ketus Starla membuat Ryan spontan melotot.

"Mulut lo kaya gak pernah di sekolahin!" Ryan melotot kaget.

"Kalau gak ada urusan mending pergi, aku lagi mau sendiri." Starla menutup pintu kamarnya yang segera di cegah Ryan.

Ryan mengamati sisa air mata di wajah Starla. "Kenapa lo?"

"Nangis kenapa lo?" ulang Ryan.

"Kepo! Mau apa sih?"

"Gue tanya baik-baik malah ngajak ribut mulu lo. Sana masuk gak mood gue liat muka lo." Ryan mendorong Starla kembali ke kamarnya dan membanting pintu itu kencang.

"GAK JELAS!" pekik Starla dari dalam kamarnya.

"Gak ada yang bener lo semua!" protes Ryan seorang diri.

brak!

Dia menendang pintu kamar Starla meyalurkan rasa kesalnya. Cokelat di tangannya ia buka dan masuk ke mulut sambil sesekali bersumpah serapah.

* * *

Next part ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status