All Chapters of KETIKA SEORANG ISTRI BERHENTI PEDULI: Chapter 21 - Chapter 30
134 Chapters
Bab 21 Rahasia Masa Lalu
YasaAmelia adalah masa lalu yang tidak bisa aku lupakan. Ketika hidup terasa hampa, dia tiba-tiba datang dengan membawa ribuan kesejukan yang membuat hatiku terasa tentram.Ketika aku tidak punya alasan untuk hidup, dia tiba-tiba hadir kembali dan menjadi alasan terbesar kenapa aku harus bertahan hidup hingga nanti sampai ajal menjemput.Akan tetapi, dia malah berlari dan sengaja menghilang dari tatapan mataku. Awalnya aku berpikir pertemuan ini tidak akan berlanjut, jadi aku memutuskan untuk melupakan.Dua hati yang lalu, tepat di pagi hari dia tiba-tiba saja menemuiku dengan setengah berlari, dan memberikan aku secarik kertas yang berisi dua belas nomor. Hati ini kembali bergejolak ketika memegang kertas itu.Apa ini tanda kalau kita berjodoh dan Tuhan ingin kita bersama?Aku bahkan lupa kalau statusku saat ini bukan sendiri lagi, tapi sebagai suami dan juga ayah untuk anak-anakku. Namun, hatiku tetap ingin melakukan panggilan ke nomor yang tidak diberikan nama ini. Beberapa kali
Read more
Bab 22
Mala sampai mengajak Harun untuk bisa membuat Qiera sadar kalau Yasa bukanlah lelaki yang pantas untuk diperjuangkan. "Menyuruh cerai pasangan suami istri itu dosa, loh, Yang?" Harun melipat tangan di dada sambil menatap lekat istrinya yang sedang gundah gulana karena masalah sahabatnya. "Iya, aku tahu. Aku juga gak minta Qiera untuk cerai, Mas. Aku hanya ingin dia sadar kalau Yasa memang tidak layak untuk diperjuangkan. Yasa tidak berhak menerima ketulusannya yang begitu besar, Mas. Aku ingin Qiera bisa menilai kalau dirinya sangat berharga." Mala kembali menjelaskan maksud dan tujuannya. "Sama seperti kamu dulu?" Harun masih bingung maksud dari perkataan istrinya itu."Bukan, Mas. Aku ingin Mas ikut bicara sama aku, pokoknya Mas hanya sekadar ikut, nanti biar aku yang memulai pembicaraan." Kini Mala yang tambah terlihat kesal.Ia sama sekali tidak menyangka kalau suaminya yang sangat cerdas itu bahkan tidak mengerti perkataan dirinya. "Oh, jadi aku hanya ikut perkataanmu?" Hati
Read more
Bab 23 - 25
Yasa Mati di tangan wanita lain? Aku mencoba mencerna perkataan Pak Harun yang kata demi katanya kenapa mirip dengan Qiera? Seolah yang dibicarakannya memang Qiera, apalagi sahabat istrinya pun hanya Qiera seorang. Ah, tidak. Tidak mungkin kalau Pak Harun sedang membicarakan Qiera yang jelas-jelas aku adalah suaminya dan sedang ada di hadapannya. "Benar, kan, Abang?" tanya Pak Harun ke arah anak pertamaku. Tunggu, ada apa ini sebenarnya? Ziron beranjak dari pangkuanku dan mendekat ke arahnya. "Abang masih punya Papa, tapi Papa Abang ini jarang di rumah. Jadi Abang minta sama Om Harun agar Abang punya Papa yang lain yang selalu ada di samping Mama, Abang, sama Adek. Papa yang tahu kalau Mama sedang sakit, jadi gak kemana-mana." Anak yang baru berusia lima tahun itu menjelaskan keinginannya. Hati yang baru saja aku tata kembali hancur ketika mendengar kata demi kata yang keluar dari anak sulungku ini. "Bang," panggilku lirih, tapi dia malah sibuk berbicara dengan Pak Harun. "Iya,
Read more
Bab 26
Melia tidak bicara, dia malah menundukkan kepalanya dengan sesekali melirik ke arah pohon mangga yang ada di depan. Apa benar yang dikatakan Qiera? "Melia!!" Kali ini aku tidak tahan jika tidak membentaknya. "Ma-mana mungkin, Mas. Suamiku sudah meninggal lima bulan lalu, apa yang dikatakan istrimu itu bohong!" jawabnya gemetaran. "Bohong?" Aku menutup matanya lekat mencoba untuk mencari tahu kebohongan yang ada di matanya. Walaupun aku tidak mencintai Qiera, tapi aku tahu kalau Qiera tidak suka berbohong. Walaupun iya, beberapa menit kemudian dia akan membicarakan kebenarannya sambil tertawa. Buktinya sekarang dia tidak melakukan itu, berarti apa yang dia katakan dia itu benar. "Jawab yang jujur atau hubungan yang aku tawarkan padamu beberapa waktu lalu anggap saja tidak ada?" Terpaksa aku memberikan pilihan seperti ini padanya. Sebenarnya hanya untuk mengancam, tapi ya sudahlah. "Nanti aku diceritakan di mobil, Mas," lirihnya dengan suara yang parau. "Oke." Aku membukakan p
Read more
Bab 27
Qiera Panggilan kedua anakku membuat hati ini terketuk dan memilih untuk bangkit. Mala benar, lelaki seperti Mas Yasa memanggil tidak perlu dipertahankan. Terlebih hubungan di antara Mas Yasa dan wanita bernama Melia itu tidak sederhana. Aku sengaja hanya meminta pulang, karena kata Harun Om Dino aku harus menggugat cerai Mas Yasa di pengadilan, tapi Mas Yasa tidak perlu diberitahu. Karena kalau beberapa kali tidak hadir di pengadilan agama, maka kita otomatis akan berpisah. Kurang lebih seperti itu yang aku tangkap dari perkataan Harun kemarin. Kalau tidak mendengarkan perkataan Harun, pasti Om Dino yang perkataannya selalu aku dengar. Kedua orang itu memang tidak pernah kalah dan selalu mendapatkan apa yang diinginkan. Aku pun ingin seperti mereka yang bisa kuat dalam memegang prinsip. "Buka pintunya!"Semalaman Mas Yasa menendang pintu anak-anak, tapi aku tidak mau menggubrisnya. Biarkan saja sampai dia lelah. Jangan cuman aku saja yang lelah, dia juga harus. *** "Kenapa ke
Read more
Bab 28
Mala terbahak ketika Yasa tidak mengenali istrinya sendiri. "Lihat perubahan yang ada pada dirimu, Ra, sepetinya dia tidak akan tahu kalau itu dirimu meski kamu muncul di layar televisi," tandasnya, lalu kembali tertawa. Qiera hanya tersenyum menanggapi ketika pujian kembali datang bertubi-tubi dari pengunjung mall. Bahkan tidak sedikit orang yang meminta foto bersama, terutama dengan kedua anaknya. "Mas, bagaimana kalau kita foto bersama juga sama kedua anak itu?" Amelia mengusulkan. Yasa melihat ke arah kedua anak itu dan ada perasaan familier. "Kenapa, Mas? Kamu kenal mereka?" Amelia kembali bertanya, padahal Yasa masih berusaha mengingat. "Ya, aku merasa akrab dengan mereka." "Yang benar, Mas? Apa jangan-jangan ...." Amelia tidak melanjutkan perkataannya. "Jangan-jangan?" Yasa menatap lekat ke arah Qiera yang masih sibuk berfoto dan berpose. "Dia istrimu, Mas." Amelia berkata pelan, tapi Yasa bisa mendengarnya dengan jelas. Bukannya percaya, Yasa malah tertawa terbahak-
Read more
Bab 29
Yasa Amarah dalam dada meningkat drastis ketika Qiera dan Mala memperkenalkan aku sebagai sales kepada laki-laki yang bernama Deri ini. Di mana harga diri seorang wanita ketika dekat dengan lelaki lain dan malah mempermalukan suaminya. "Pulang sekarang juga!" titahku dengan tatapan yang tajam. Bisa kupastikan saat ini kedua mataku sudah memerah karena terlalu lama menahan amarah. "Qiera!" bentakku pada wanita yang enam tahun aku nikahi itu, tapi dia sama sekali tidak mengindahkan perintahku. Apa yang dia inginkan sebenarnya? Jalan-jalan di mall dengan tampilan yang modis seperti wanita muda? Jangan bercanda. Bagaimanapun dia tidak akan bisa dibandingkan dengan Melia, karena mereka sangat berbeda. "Cukup memanggil Qiera begitu!" Lelaki yang bernama Deri itu bangkit dari duduknya dan menatapku tajam. "Siapa kau sampai berhak berteriak di depannya?" "Buka mata dan telingamu lebar-lebar dan dengarkan apa yang akan aku katakan ini!" titahku, "aku adalah suaminya Qeira dan ayah dari a
Read more
Bab 30
YasaHari ini aku jalani dengan penuh kekesalan. Bagiamana tidak, sudah belum sarapan, ditambah Pak Diko sama sekali tidak mau menemuiku dengan alasan sibuk. Padahal aku ada perlu menyangkut bonus yang harusnya aku dapatkan dua mingguan lagi. "Kau kenapa, kaya belum makan aja." Jordi tertawa kecil melihatku yang uring-uringan. "Aku memang belum makan. Hari ini Qiera bukan hanya tidak masak, tapi juga tidak menyediakan bahan makanan." Aku berkata jujur. Jordi dan Angga terdiam, sepetinya mereka tidak percaya dengan kisah yang aku ceritakan. Ah, sudahlah. Selama ini mereka memang selalu membela Qiera, padahal dia adalah istri yang durhaka. "Mas, bisa kita bertemu?" Sebuah pesan masuk ke dalam ponselku dari Amelia. Semangat yang tadinya lemah dan hilang, kini kembali membara ketika membaca pesannya. "Tentu saja." Aku membalas cepat. "Apa kau tidak sibuk, Mas?" tanyanya ragu. Aku tertawa kecil, Melia memang selalu ramah dan perhatian seperti ini. Sangat jauh jika dibandingkan den
Read more
Bab 31
Yasa "Benarkah kau akan memberikan apapun?" Aku kembali bertanya untuk memastikan. "Tentu saja. Sekarang kau tandatangani dulu surat perjanjian ini!" titahnya. Perjanjian? Aku membaca selembar surat itu dan membuatku kembali kesal. Bagaimana tidak, mereka memang akan memberikan apapun yang aku inginkan, tapi ada batas-batasnya juga. "Semuanya terserah padamu. Tidak mungkin juga 'kan kau tidak tahu kalau aku bisa melakukan apapun?" tanyanya menyeringai. Kali ini aku sungguh tidak punya pilihan lain selain menadatangani surat ini dan mengucapkan ikrar talak. Tapi tunggu dulu, aku tidak ingin membuat semuanya mudah untuk Qiera. Pokoknya aku harus bisa memanfaatkan kesempatan ini dengan sangat baik. "Baiklah. Aku akan tanda tangan dan akan aku ucapkan ikrar talaknya, tapi aku mau makan dulu. Tadi keponakanmu itu tidak menyiapkan sarapan," pintaku dengan nada sedikit berani. Sekarang mereka yang sedang membutuhkan diriku, jadi aku harus bisa mendapatkan apapun yang aku inginkan hari
Read more
Bab 32
Yasa "Kita menikah secepatnya, aku sudah punya uang untuk tabungan kita." Sebuah pesan singkat berhasil aku kirimkan untuk Melia. Ada rasa dalam dada yang tidak bisa aku sebutkan, tapi yang jelas bukan hanya sekadar luka biasa.Hatiku ikut sepi ketika terbayang nanti tidak akan ada lagi suara anak-anak yang memenuhi ruang demi ruang dalam rumah. Bahkan, tadi mereka tidak sudi meksi hanya sekadar mengucapkan salam perpisahan. Apakah aku adalah ayah yang buruk, yang hanya bisa memberikan kenangan dengan setumpuk luka, atau aku memang tidak menjadi seorang ayah karena aku selalu tidak ada di saat mereka membutuhkanku? Bunyi dering ponsel membuatku tersadar dari lamunan. Ternyata Melia yang melakukan panggilan di tengah gundah gulananya hatiku, mungkin dia tahu kalau aku sedang tidak baik-baik saja atau untuk memperjelas pesan yang baru saja kukirim untuknya. "Mas, benar apa yang kau ketik dalam pesan?" tanyanya setelah aku menekan tombol hijau. Ada rasa sakit yang tidak terlihat ke
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status