All Chapters of Daster Buat Istriku: Chapter 51 - Chapter 60
95 Chapters
Bab 51. Obat Tidur Di Munuman Mbak Viona
**** “Buat apa, sih, Pak Bara. Percuma juga, kan, meski saya kirim sama Bapak. Jangankan memeriksa laporan keuangan, menghidupkan laptop saja Bapak enggak bisa, kan? Terus, apa yang mau Bapak periksa. Bukannya tugas Bapak di sini hanya untuk menggantikan Pak Dirut saja?” Perempuan itu kembali merendahkanku. Sial, kenapa pula aku kepedean mau memeriksa laporan keuangan perusahaan ini. Kukira, gampang. Ternyata aku salah. Benar kata perempuan itu. Aku tak tahu apa apa. Jangankan mau memeriksanya, menyalakan laptop ini saja aku tak paham. Bagaimana caraku melihatnya, coba. Tetapi aku tak boleh terlihat bodoh! Aku harus mempertahankan wibawaku. “Sepertinya aku perlu mencari sekretaris baru, ya?” ancamku tetap tanpa menatapnya. Aku mendengar dia mendengus kesal. Sepertinya aku benar benar akan memecatnya. Baik, aku akan cari penggantinya. “Baik, saya kirim segera,” jawabnya lalu beranjak pergi. Segera kuraih intercom di saku celana. Aku harus membicarakan ini dengan Bang Karmin. Hit
Read more
Bab 52. Bu Asya Memata-matai Aku Rupanya
**** Aku disambut bak orang hebat dan istimewa. Padahal aku hanya orang pengganti. Aku tak punya keahlian apa-apa. Perasaan terbebani ini makin sempurna karena harus berdampingan dengan perempuan di sebelahku ini. Uh, bisa stress berat aku selama melewati acara ini nanti. Eh, kenapa dia? Aku terkejut saat menoleh ke samping. Mbak Viona tertidur dengan cara bersandar di sandaran jok mobil. Sejak kapan dia tidur. Bah! Bisa-bisanya dia tidur padahal waktu sudah sangat mepet begini. “Pak Bara turun saja. Lihat, panitia acara itu sudah menunggu Bapak. Mereka akan mengantar Pak Bara ke dalam!” Bang Karmin membukakan pintu mobil untukku. “Ta-tapi … ini?” tanyaku menunjuk Mbak Viona. Suara dengkur terdengar halus dari mulutnya. Itu tandanya dia benar-benar sedang pulas. “Maaf, Pak. Yang diundang di acara ini hanya untuk satu orang saja. Hanya Direktur Utama. Mbak Viona sepertinya sengaja mencari kesempatan agar bisa dekat dengan Pak Bara. Dari pada Mbak Viona bikin masalah, terpaksa s
Read more
Bab 53. Aini Menghilang
**** Mobil ditepikan oleh Bang Karmin dengan segera seperti perintahku. Lama kami terdiam. Aku sibuk menetralkan suasana hatiku. Entah mengapa aku merasa sangat tersinggung setelah mengetahui kalau ternyata selama ini Bu Asya selalu mengikuti apapun yang aku lakukan di perusahaan itu. Bang Karmin pun sama, dia juga selalu melaporkan segala sesuatunya. Aku yakin, info tentang aku yang sedang belajar cara menyalakan laptop pun sudah dia laporkan kepada wanita itu. Tentu saja aku merasa sangat malu. Harga diriku terkoyak. Kalau yang memata-matai aku adalah Pak Alatas, aku masih bisa terima. Tapi kalau yang memata-matai itu adalah Bu Asya, apa urusannya? “Maaf, Pak Bara, tolong jangan salah paham. Tak ada maksud Mbak Asya memata-matai Bapak.” Bang Karmin mengulang kalimatnya setelah lama kami saling membisu. “Kalau begitu, jelaskan padaku sekarang. Apa maksudnya mencari tahu semuanya! Kalau alasan Abang masuk akal, aku mungkin bisa terima. Tapi, kalau tidak masuk akal, dengan
Read more
Bab  54. Rayuan Maut Sekretarisku
**** Jujur, aku pria yang sehat. Apalagi sudah sangat lama tak pernah disuguhi pemandangan seperti ini. Bisa-bisa khilaf juga aku. Tapi, aaargh …, aku harus tetap waras. Bu Asya, nama itu masih tersemat di relung hati terdalam. Harapanku masih membuncah, apalagi setelah mendengar penjelasan dari ajudanku. “Ih, Pak Bara ngelamun! Lamunan apa, coba? Kalau Bapak butuh teman makan malam, aku bisa, kok, Pak. Kebetulan aku juga lagi kosong.” Aku tersentak. Ada ya, wanita se agresif ini. Tapi, akan tetap kulayani agar bisa mengulur waktu hingga Ainy kembali masuk ke ruangan ini. “Pak Bara, kabarnya udah tujuh tahun lebih, ya, menduda. Eeeem, apa enggak kangen, gitu?” lanjut Risma seraya memilin milin ujung gaunnya. Bah, kenapa pula gaunnya dia singkap ke atas. Iya, sih, gaun yang dia kenakan sudah panjang, sudah menutup sampai mata kaki. Tapi, kalau diangkat ke atas seperti itu, tetap saja paha putih mulusnya itu terlihat jelas. Entah bagaimana cara bilangnya lagi. Hah, ini bukan f
Read more
Bab 55. Sekretaris Itu Kupecat
*****Aini mengikuti perintahku. Dengan seksama dia baca berkas berlembar lembar itu. Risma terlihat makin panik. Lima menit kemudian, Aini mulai membacakan isinya dengan bahasa sederhana seperti yang kuminta.“Stopp! Kamu diam!” Tiba-tiba Risma menyerangnya. Berkas yang ada di tangan Aini dia sambar, lalu dia sobek dengan kasar.Aku terpana. Perempuan itu telah menghancurkan barang bukti.“Aini! Kau gagal! Jadi, kau terpaksa aku pecat! Kecuali kau mau jujur apa sebenarnya yang terjadi sehingga kau membangkang padaku! Kalau kau jawab jujur, kau kuberi kesempatan sekali lagi! Jelaskan!” Aku sengaja mengancam Aini, berharap dia mau jujur.“Baiklah, saya kan jujur. Sebenarnya saya tidak membangkang, Pak. Tapi … tapi saya ….”“Aini! Kau diam! Aku yang menerima kau bekerja dulu di sini, kan? Kau ingat itu, kan?” Risma mendorong bahu Aini dengan kasar.“Cukup, Kak Ris! Aku udah gak tahan! Terserah Kakak! Aku udah siap mesti kakak pecat aku sekarang! Toh, Pak Bara juga akan pecat saya
Read more
Bab 56. Bu Asya Mau Pergi Jauh
*****“Maaf, saya sama sekali tidak lakukan itu. Saat saya meletakkan tubuh Mbak Vi di atas kasur, Mbak Vi memang langsung mengulet. Nah, tidak sengaja rok Mbak memang tersingkap. Makanya saya tahu kalau Mbak Vi tidak pakai dalamen. Tapi tenang saja! Saya enggak pernah nafsu ngeliat Mbak Viona meskipun Mbak Viona telan jang!” Bang Karmin berkata dengan santainya.“Tuh, kan! Abang udah liat!!” Perempuan itu histeris.“Sudah saya bilang, meski saya udah liat, saya tidak nafsu ngeliat Mbak Vi! Cuma, saya mau ingatkan Mbak Vi, jangan kebiasaan enggak pakai daleman! Gak baik! Nanti gampang masuk angin!” pungkas Bang Karmin lalu tancap gas.“Bang Karmiiiiin …!” teriak Mbak Viona langsung mengejar. Namun, hanya sampai gerbang. Selanjutnya perempuan itu membalikkan badan. Tatapannya kini terarah ke aku. Semoga dia tidak buat ulah pula padaku kali ini.Gadis itu lalu berjalan dengan langkah panjang-panjang. Wajahnya yang tadi sempat merah bak kepiting rebus karena kalimat kasar Bang Nurdin
Read more
Bab 57. Kakak Iparku di Rumah Bu Asya
*****“Tapi, Bu Asya sedang sangat sibuk, Pak. Dia tak ingin diganggu katanya. Bahkan Hape nya saja tidak dia aktifkan. Besok saja, ya!”“Kau antar aku sekarang, atau aku panggil taksi?”“Baiklah, kita coba …. Saya keluarkan mobil dulu, ya?”“Tidak usah, kelamaan! Naik kereta saja! Ayo, putar!” Segera aku naik ke boncengan. Motor besar itupun melaju perlahan. Kuperintahkan lagi untuk menambah kecepatan.*Security penjaga gerbang langsung membukakan pintu gerbang begitu melihat kami datang. Bang Karmin melajukan motornya memasuki halaman. Rumah mewah itu teramat besar. Bahkan pagar besi yang mengelilinginya mungkin lebih mahal dari pada rumah Bang Galih. Loh, kenapa aku teringat sama Bang Galih terus ini? Akh, mungkin kebetulan saja.Eh, tapi tunggu, itu kok ada mobil Bang Galih di halaman itu? Apakah aku salah? Iya, bukankah merek mobil, warna dan modelnya banyak yang sama. Tapi, plat mobil itu. Itu benar-benar mobil Bang Galih. Ngapain di sini? Bagaimana mungkin dia mengenal pe
Read more
Bab 58. Kakak Iparku Sombong Abadi
*****“Iya, Rosa. Maaf, ya, aku enggak bisa pinjami kamu uang. Soalnya aku juga mau lanjutin kuliah, udah aku ceritain tadi, kan? Dan satu lagi, perusahaan itu milik Viona, jadi uangnya masuk ke rekening Viona. Semoga kamu paham.”“Ya, aku, paham. Kamu mau rekomendasikan suamiku kerja di perusahaan itu saja, sudah bersyukur banget aku. Terima kasih, ya, Sya! Semoga kuliah kamu sukses. Tapi, aku ingatkan, ya. Usia kamu udah dua puluh lima, udah bisa nikah! Liat aku, usia dua lima, tapi anak aku yang sulung udah sepuluh tahun.”“Ya, iya, kamu umur lima belas udah melahirkan, hehehehe ….” goda Bu Asya.“Iya, dulu, sih, enak banget. Gak tahan aku, Sya. Sekarang udah nyesal. Tapi udahlah, udah takdirnya begitu, hehehe …, aku pulang, ya! Terima kasih sekali lagi, lho!” balas Kak Rosa ikut tertawa miris.“Iya, ini buat jajan anak anak!” Kulihat Bu Asya menyalamkan sesuatu di tangan Kak Rosa.“Waduh, ini makasih banget, lho, Sya. Tapi, maaf, ini bukan buat jajan anak-anak, tapi akan ak
Read more
Bab 59. Kukira Bu Asya Tak Mau menemuiku
**** Aku sangat grogi menanti kedatangan Bu Asya. Kenapa aku jadi seperti ini? Padahal, dulu aku sama sekali tak seperti ini. Dulu aku biasa saja meski bertemu dengan Bu Guru itu dengan masih mengenakan seragam mulungku. “Eeeem, maaf!” Sontak aku mendongak. Kukira Bu Asya sudah datang. Tapi, aku salah. Seorang wanita dewasa muncul dengan sebuah nampan di tangan. Sepertinya dia ART di rumah ini. Satu gelas minuman hangat dia letakkan di hadapanku. “Eh, Bibik, ya?” tanyaku masih kaget. “Iya, Pak, silhkan diminum dulu.” Wanita itu menjawab dengan sopan, mempersilahkan aku minum, lalu dia duduk agak jauh dariku. Loh, kok, dia malah duduk? Seolah-olah hendak menemaniku. Biarlah, terserah dia, ini rumah majikannya. Mungkin begitu protokol menerima tamu di rumah orang kaya. Si Bibik wajib menemani tamunya sampai sang mjikan keluar kamar dan menemui tamu. Aku tunggu saja. Agar tak jenuh, kualihkan tatapan ke arah jam besar yang terpasang di dinding di dekat sebuah lukisan mewah. Lu
Read more
Bab 60. Biang Keroknya Adalah Viona
**** Oh, ini kamar Mbak Viona, aku salah kamar. Bah, kenapa pula hati kecilku menuntun aku ke kamar ini tadi. Ini tidak benar. “Pak, kok, malah bengong! Kita duduk, yuk! Di sana, itu, ada sofa! Ada perlu apa dengan Viona? Ada masalah kah? Ada yang bisa saya bantu?” Tuhan, wanita ini … hatiku yang tadi sempat lebur karena kecewa kembali merona sepertinya. Ada debaran debaran lagi di dalam sana. Rasa itu tiba-tiba muncul kembali. Apalagi saat menatap wajah polos tanpa riasan Bu Asya. Mata teduhnya menatapku penuh tanya. Bibir ranumnya bergerak-gerak mengungkapkan kebingungannya. Seperti ini indahnya ciptaanmu ini, ya, Tuhan. Tak jadikah aku membencinya? Iya, tak jadi. Karena aku telah salah sangka. Bu Asya ternyata tak tahu apa-apa. Dia bahkan tak tahu kalau aku mencarinya. Lalu … Adi … ART itu …? Kurang ajar …! Mereka mempermainkan aku rupanya. Kenapa? “Pak, Bapak diam saja. Bapak seperti sedang marah. Apakah saya ada berbuat salah? Saya minta maaf!” Suara lembut Bu Asya meny
Read more
PREV
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status