Semalam Bersamamu

Semalam Bersamamu

Oleh:  Aldrich Candra  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
62 Peringkat
120Bab
18.8KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

"Berapa bayaran lo buat satu malam?" Langkahku terhenti seketika. "Kenapa? Segitu pengennya lo ngerasain permainan gue?" Aku kembali, menatap dirinya dari ujung sepatu hingga puncak kepalanya seolah menyelidik. "Buat apa? Nunjukkin ke orang-orang kalau lo hebat gitu? Ke mana otak lo? Harga diri lo?" Sara maju selangkah, menghadapi aku yang berusaha terlihat kuat dengan bersedekap. Nyatanya aku hanya melindungi diri. "Ngebayar gue buat semalam?" Aku menertawakan idenya. "Aksa! Kalau memang cuma itu caranya buat bisa dekat sama elo. Kasih tau gue!"

Lihat lebih banyak
Semalam Bersamamu Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Hubbyrz
novel versi bukunya sudah terbit kak?
2023-07-07 10:02:10
0
user avatar
GNa_Juli
selalu suka karyamu Bang ...️
2022-02-27 22:38:39
1
user avatar
Senja
dibab "legislators" itu ada kata "masih menggunakan seragam" berarti masih sekolah kan??masa iya kuliah pakek seragam??iya gak sih di latar waktunya si aksa sama Sara sekolah sma??
2021-10-23 05:18:41
1
user avatar
Senja
bagus banget ceritanya,sedih,seneng romantis,manis semua jadi satu mewek juga sih. tapi btw mau tanya ya kak disini masih sma atau kuliah sih??kalo di cerita nabas kan udah kuliah semester akhir.bentar deh kayaknya disini masih sma gak sih??bentar tak cek dlu lagi aja deh
2021-10-23 05:13:48
1
default avatar
Ida
Ini buku 5 yg sdh aq baca akan karya aldrich Smua bukunya bikin gemregetan dech Quote nya terkadang nonjok pikiran jga Dan semangat yaa Tlng tuntaskan tuh buku2 yg masih ngegantung Buat penasaran aja yg nunggu
2021-08-26 18:47:35
4
user avatar
Ervin Warda
ceritanya keren banget. semangat untuk karya-karya selanjutnya, kak
2021-07-31 09:43:39
1
user avatar
Harumi
cerita nya bagus, aku suka, semangat terus ya Thor semoga sukses
2021-07-30 00:32:25
1
user avatar
Ray Basil
Sukses selalu kk
2021-07-07 19:36:55
2
user avatar
Senja Kelabu
Waah dah banyak bab nya... Kereeen ceritanya kaka
2021-07-07 19:33:01
2
user avatar
Reka
Aku mulai baca
2021-07-07 19:13:38
2
user avatar
Ervin Warda
Keren😍 semangat nulisnya, kakak 💪
2021-07-07 19:03:19
2
user avatar
Vanda Anastasia Adam
Cerita yang bagus Thor Semangat up yah 🤗
2021-07-07 18:11:52
2
user avatar
Tatya Miranthy
Mantap, lanjut ahhh 😃
2021-07-07 18:06:52
2
user avatar
Unie
Mantap thor, lnjut baca,
2021-07-07 18:01:42
2
user avatar
Khristina Vrastanti
Makin seru kisahnya. Karekter Aksa bikin aku meleleh💞
2021-07-05 20:22:32
2
  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • 5
120 Bab
Pekerjaanku
"Lo yakin enggak pa-pa?"   Pertanyaanku dijawab dengan anggukan. Sara masih terpejam di bawah kuasa lenguhan napasku yang mengedar pada tulang selangkanya.   Jemariku bergetar saat meloloskan tiap kancing seragamnya yang telah basah karena hujan. Kesegaran alami berpadu wangi anggur yang manis di permukaan kulitnya membuatku sesekali memberi gigitan kecil.   Sara melengkungkan punggung ketika puncak penutup dadanya kugigit, dan memudahkan jemari bergerak di belakang tubuhnya, meloloskan benda hitam yang kontras dengan warna kulit Sara.  
Baca selengkapnya
Ciuman
"Beneran enggak mau? Ferrari loh, Ga."   Aku menggeleng sambil membolak-balik majalah yang isinya enggak jauh-jauh dari permainan warna di permukaan wajah. Sebenarnya menunggu pelanggan nyalon sangat membosankan, tapi dia betah minta kutemenin, gimana?   Dibayar cuma buat jadi teman bicara.   Enggak tahu udah berapa kali dia mesen jalan denganku melalui Nyonya. Pakai nawarin kasih mobil asalkan mau jadi piaraannya dia, tapi rasanya ... enggak ah.   Ogah!   Mikir kudu satu ranjang sama wanita yang rajin banget ganti warna rambut itu membuatku bergidik ngeri. Tampilan luar bisa mengelabui, tapi buat melakukan hal yang melibatkan rasa ... aku harus berkali-kali mikir.   Kuperhatikan lagi wanita yang masih berkutat di depan cermin sete
Baca selengkapnya
Terbakar Matahari
"Aksa! Lo mau nitip?" tanya cewek yang sempat lewat sisi meja. Aku lupa namanya kalau enggak nemu penanda di seragam, soalnya belum ganti kaus olahraga. Aku juga, sih. Belum ganti.Bersyukurnya masuk kelas Bahasa, mereka enggak lihat penampilanku sebagai patokan femes. Namun, suasana saat keluar kelas yang justru membuatku jarang melintasi koridor saat jam istirahat. Terlalu ramai. Belum lagi kehebohan karena aku siswa baru di semester awal kelas dua. Cowok yang dianggap cakep karena punya muka blasteran Arab biarpun enggak ada keturunan sana. Pede? Enggak. Bukan aku yang bilang, tapi para seleb dadakan yang sandaran di daun pintu setiap jamkos atau istirahat. Mereka selalu punya gosip kekinian yang pastinya terdengar sampai tempatku duduk. Abaikan. Kuangsur lembaran merah muda dari hasil semalam berpesta sampai menjelang terang ke cewek yang menunggu dengan telapak tangan terbuka. "Beliin yang bikin kenyang. Lo pilih satu juga. Jangan lupa air botolan." Hangover membuatku enggak
Baca selengkapnya
Menikmati Peran
"Kamu apaan, sih? Kasihan tuh Lingga-nya."   Si tante membela, pasang badan dengan memelukku setelah suaminya datang memberi pukulan di tengah pusat perbelanjaan. Sebenarnya nggak perlu. Bisa aja kubalas balik.   Kubersihkan darah yang merembes di sudut bibir saat bangkit menghadapi pria tua yang masih geram. Terutama karena wanitanya menangis untukku.   "Sakit, Sayang?"   Ih, geli dengernya.   Aku ngegeleng, nepis tangannya yang berusaha ngebantu berdiri. Kuhampiri pria tua itu dan memberinya pukulan telak di ulu hati hingga tak mampu berdiri.   Aku berjongkok dan berteriak di telinganya, "Om mau saya nggak deketin istri Om lagi? Makanya punya duit tuh gunain! Oplas, kek! Besarin, kek! Bego amat nyalahin orang lain cuma gara-gara
Baca selengkapnya
Mengorbankan Teman
"Gue yatim. Ambu meninggal waktu gue mau lulus sekolah dasar. Gue tau kalau gue masih punya abah, tapi enggak ngerti nyarinya gimana."    "Mereka bilang bakal bantu. Bantu gimana? Mereka cuma bikin gue jadi penghasil duit doang."   Enggak ngerti kenapa aku bisa cerita. Enggak ngerti kenapa aku bisa bicarakan. Yang kuingat, kepalaku sangat sakit saat terbangun di kamar kos.   Lenganku terasa berat. Enggak bisa diangkat. Enggak dimutilasi dadakan, kan?   Kali aja enggak sadar bikin orang lain manfaatin. Terus organ dalem pada dijualin. Eh, tapi langit-langit di atas beneran kamar kosku.   "Bener?" Aku memastikan sekeliling begitu mata udah bisa diajak melek.   Lengan kiriku berat bukan karena dimutilasi, tapi si cewek kepo yang ternyata ikutan tidur.   Eh, tunggu. Enggak dipersoka, kan?  
Baca selengkapnya
Membayangkannya
"Lo ngapain, Bege!" Kutarik Nabas dari kerumunan. Jariku yang bebas seolah menghitung. Mungkin ini yang ke tujuh atau delapan kali ngebawa Nabas ikut denganku.   Sepertinya mudah sekali untuknya naik sebagai Casanova dalam pekerjaan ini. Iri? Enggak. Aku malah kasihan kalau dia tenggelam.   "Berapa kali sih lo nggak berakhir ngesek?" Aku mencercanya begitu keluar dari ruangan yang enggak lebih seperti pesta seks liar. Kaget juga karena ternyata Nyonya justru mengarahkan kami ke acara laknat.   "Kenapa? Lo enggak bisa? Lo impoten? Atau lo homo?"   Aku mengulum bibir, memainkan lidah dalam rongga, sekadar menahan ucapan selama Nabas menyelesaikan celaan sambil tertawa. Kepalan di sisi tubuh sudah mengeras sempurna, menunggu dilontarkan.   "Selesai?"   Nabas enggak ngejawab. Mata merahnya terlalu fokus untuk membenciku.   Aku meregangkan kep
Baca selengkapnya
Kenikmatan
"Terima, kan?" Pertanyaan terakhir yang kudengar dari salah satu siswa menjadi pusat perhatian saat melintasi keramaian di pinggir lapangan ketika aku ingin ke toilet. Bisa kulihat cewek yang menjadi target memegang buket mawar besar. Dia menerima rangkaian bunga berikut beberapa kotak hadiah yang tidak bisa dipegang sendiri.Ngapain aku ikut nontonin mereka juga? Goblok banget, sih!"Aih, remaja sekarang. Apa enggak bisa cari tempat nembak yang lebih enak?" Aku menghela napas sambil memainkan lidah dalam rongga mulut. Asam. Melihat mereka di sana, terasa ada yang mengganjal, seolah menonjok di pangkal perut.Sialan! Ngapain juga kesel melihat acara sepasang manusia itu? Cewek itu sempat menoleh ke arahku. Tanpa peduli, kupercepat langkah yang sempat terhenti. Kedua tangan kumasukkan dalam saku untuk menghalau dingin yang mendadak datang merambati kulit. "Enggak penting banget!" gelengku sembari menuju toilet siswa.Begitu pintu toilet ditutup, aku duduk di kloset. Bukan buat buan
Baca selengkapnya
Sogokan
"Aksa, kan?"   Kea langsung menyapa ketika duduk di sampingku. Pacarnya Nabas itu ikut menonton dan mengambil kacang dari toples yang kupegang.   "Rajin mampir sekarang?" tanya Kea lagi sambil melepas ikatan rambutnya untuk dirapikan.   Aku mengangguk, merebut remote dari atas meja lebih dulu sebelum Kea ngambil. "Jangan diganti."   Enggak ada sofa di rumah Nabas. Cuma duduk lesehan sambil bersandar di dinding. Lantainya keramik, dingin.   "Apaan? Sudah besar masih nonton film berantem," gerutu Kea. Dia mungkin bosan sampai memilih memainkan ponselnya sambil menunggu Nabas keluar.   "Kamen rider. Yang ini punya Indo."   Pacar Nabas menggumam, tidak tertarik. Kalau aku lama enggak nonton tayangan gini. Punya ponsel bisa aja streaming. Males doang ngehabisin kuota.   "Nah, lo ngapain ke sini?"
Baca selengkapnya
Kedok Lingga
"Kak Aksa enggak beneran sama Sara, kan?"   Kedua tanganku terasa kebas, bersembunyi di belakang tubuh. Sengaja. Biar enggak gampang mukul.   Cewek di depanku ini sepertinya belum menyerah.   Enggak ngerti dari mana dia bisa tahu kalau aku lagi enggak berada di dalam area sekolah. Dia malah sengaja duduk di seberang meja.   "Elo ngapain ngikutin gue?"   Kinar namanya. Dia sempat kulihat akrab dengan Sara dulu. Terus, aku enggak tahu masalah mereka sampai enggak bertegur sapa seolah enggak kenal.   "Kakak tuh jadi sosok idaman tau buat cewek-cewek di sekolah."   "Oh, ya?"   Aku menahan raut datar seraya menyedot vanilla milkshake dari atas meja tanpa mengangkat gelas. Lumayan. Enggak terlalu manis. Biasanya aku pesan kopi atau semacamnya.   "Kakak tuh pakai apa aja selalu keren."
Baca selengkapnya
Perjanjian Bayaran
"Gue harus bilang berapa kali kalau gue enggak pacaran, Njing! Beraninya keroyokan."   Sekali lagi tendangan mencapai perutku. Isinya terasa hampir keluar. Ketika tubuh terkulai, dua orang lagi kembali memegangiku untuk tetap berdiri.   "Elo rangkul-rangkulan sama Sara di depan kelas sebelas? Bukan pacaran?"   Aku menertawakan alibinya. "Gue enggak pernah bilang pacaran. Emang harus ngegebet dulu baru boleh megang? Siapa sih dia?"   Si pemukul meludah. Hampir mengenaiku jika tidak berusaha menghindar. "Sara milik publik. Enggak boleh jadian sama siapa pun."   Sumpah. Aku jadi tergelak, enggak peduli dengan nyeri yang mereka beri. "Temen lo yang pake nembak itu gimana kabarnya? Diterima? Milik publik apaan? Jangan-jangan lo ditolak juga."   Kukira, naik kelas dua belas itu enggak bakal ada yang ngerundung lagi. Ternyata adik kelas zaman sekarang
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status