Klandestin

Klandestin

By:  Bloomsky  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
12Chapters
1.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

"Kadang beberapa hal lebih baik dibiarkan menjadi rahasia." Bestari terbiasa sendiri beberapa tahun ini, hingga tiba-tiba datang seseorang mengusik hidupnya. Seseorang yang mampu membuatnya takut dan nyaman secara bersamaan. Batara yang notabennya seorang murid baru suka sekali mengganggu teman perempuan sekelasnya yang pendiam namun ceria, gadis yang ramah namun jutek saat bersamanya. Kedekatan yang terjalin di antara mereka lambat laun membuka segala rahasia. Secara perlahan namun pasti semua rahasia itu akhirnya terpecahkan. Hubungan mereka goyah, di saat semua baru dimulai. Bestari pergi, meninggalkan Batara. Mampukah Batara membawa Bestari kembali ke sisinya.

View More
Klandestin Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
12 Chapters
Prolog
Sejuknya angin malam tak menyurutkan dua insan manusia berbeda jenis kelamin itu untuk beranjak pergi, mereka masih asik dengan dunianya sendiri. Menimati setiap detik yang tercipta di antara mereka. Hening namun menenangkan, dingin namun terasa nyaman. Tangan sang gadis menepuk pelan lengan sang lelaki. Lelaki itu menoleh, namun bukannya bicara sang gadis malah bersandar di pundaknya. Gadisnya terlihat asik menatap langit malam yang cerah berseri penuh bintang. "Kenapa, sayang?" tanya lelaki itu. Tangannya mengusap pipi gembil gadisnya, menciptakan semburat merah di sana. "Tahu gak, sekarang aku baru sadar. Bahwa kamu itu bukan kesialan untukku." Ia berbalik badan, sepenuhnya menghadap kekasihnya. "Kamu itu anugerah yang Tuhan berikan buat aku," lanjutnya menyembunyikan wajahnya di dekapan sang lelaki. Malu, bahkan wajahnya terasa panas sekarang. Senyum yang membentuk bulan sabit itu terceta
Read more
1
Gadis itu nampak begitu khusyuk dengan novel yang tengah dibacanya, tak terganggu dengan suara bising teman-temannya yang baru datang. Ia hanya sesekali mengangguk atau tersenyum ketika ada yang menyapa.Bestari Puspita gadis biasa saja yang pendiam namun juga bisa menjadi cerewet, ia bukan Sera, si primadona yang sering kali menjadi gosip tiap kelas karena kecantikannya, bukan juga termasuk golongan siswa cupu yang terbully. Bestari itu biasa saja, tidak tenar ataupun terabaikan. Seorang perempuan berkulit kuning langsat menghampirinya, duduk tempat di kursi sebelahnya, yang memang tempat duduknya.  "Eh, tau gak." Ini sudah pasti, gosip akan dimulai. Pasti tidak jauh-jauh dari ketua osis kalau tidak begitu ya Sera. Bestari masih
Read more
2
Seorang gadis berseragam putih biru terlihat menangis di taman sendirian, kepalanya ia tenggelamkan di kedua lutut yang ia tekuk. Beberapa orang menatapnya penasaran, namun tak ada yang berniat mendekati. Tak lama terlihat seorang cowok berseragam putih abu-abu menghampirinya. Tanpa permisi dudu disamping gadis itu."Hei cantik, kenapa nangis?" tanyanya.Gadis itu sedikit terkejut, ia menoleh kepada sosok cowok itu. Wajah garang dengan luka di sudut bibir membuat gadis itu takut. Ia mundur sedikit mencoba menjauh."Jangan takut, Kakak bukan orang jahat." Yah meski wajahnya membuat banyak orang salah paham dan sering kali takut duluan kepadanya, bukan salahnya kan. Sejak lahir sudah begini. Ketika diam saja banyak yang mengira jika ia marah, padahal memang begini dia.
Read more
3
Pemuda bernama lengkap Batara Selaksa itu segera melesat turun dari mobil yang dikendarainya, memutar bola mata malas kala banyak yang memandang heran dan penasaran ke arahnya. Ck! Sudah biasa, apalagi wajah asing yang memang tampan. Batara bukan kepedean tapi itu nyata, ia memang tampan.Pemuda yang kerap disapa Tara itu segera pergi menuju ruang kepala sekolah, risih juga lama-lama ditatap terus-menerus. Kemarin ia sudah berkeliling sekalian mengantar berkasnya, harusnya tidak susah untuk menemukannya lagi.Senyum dengan mata menyipit membentuk bulan sabit terbit di bibirnya, akhiranya ketemu juga, ia sudah berniat meminta bantuan salah satu dari mereka kalau tidak juga menemukannya. Barata segera mengetuk pintu di depannya, tak lama ia bisa mendengar sahutan dari dalam."Permisi Pak, saya Batara, mu
Read more
4
Bestari kira Batara si murid baru itu pendiam namun dugaannya salah besar. Dia memang tidak cerewet seperti Harsa, tapi juga tidak pendiam seperti Tirta. Dia baik kepada siapa saja, ramah dan sepertinya mudah berteman, tapi selama beberapa minggu sekolah sikap aslinya mulai terlihat. Sering kali Batara mengganggunya tanpa alasan yang jelas, risih? Tentu saja. "Pagi, Tari." Tuhkan, Bestari bahkan baru masuk beberapa langkah ke dalam kelas tapi Batara sudah merecokinya. "Pagi," balasnya singkat. Malas meladeni Batara. Bestari cepat-cepat duduk di kursinya, membuka novel yang baru kemarin ia beli. Jam segini masih sedikit yang datang, dan Batara yang tiba lebih cepat dari yang lain adalah hal langka untuk seorang cowok, apalagi di kelasnya kebanyakan cowoknya masuk telat, mungkin sekitar sepuluh
Read more
5
Selama perjalanan itu hanya di isi keheningan, Batara ingin berbicara tapi sepertinya Bestari enggan. Gadis itu hanya akan menjawab ketika ditanya arah mana yang harus dilewati, setelah itu diam. Terlihat sekali dia tidak nyaman. "Makasih." Bestari menunduk menyamakan tubuhnya setinggi pintu mobil. Ia masih tahu adab ketika diberi bantuan, sekalipun orang itu tidak disukainya."Sama-sama, aku gak mampir ya. Lain kali aja." Dih kepedean, Bestari juga tidak berniat mengajaknya mampir. Ini juga pertama dan terakhir ia mau diantar Batara, tak ada yang kedua kalinya. "Aku pulang, ya.""Iya, udah sana. Hati-hati."Bestari diam di tempatnya, matanya masih memandang kearah perginya mobil Batara. Ada yang salah. Bukankah Batara terlalu jauh melangkah, sela
Read more
6
Bestari berubah, sudah hampir satu minggu dia terus menghindar. Batara yang melihatnya hanya bisa menghela napas pasrah. Beberapa kali ia berusaha mendekat, tapi gadis itu juga semakin keras menolak. Benar kata Tirta, benteng tak kasat mata yang dibangun Bestari sangat kokoh. Batara merasa ia tak akan berhasil menembusnya, dan ini adalah kabar buruk."Weh, mau kemana?" Si tukang kepo Harsa bertanya. Sedari tadi diam tiba-tiba saja mau pergi, Harsa kan takut kalau Batara kenapa-kenapa, kerasukan contohnya, soalnya daritadi dia diem aja."Toilet."Batara tak lagi menunggu basa-basi Harsa, ia perlu menjernihkan pikirannya. Ia membasuh muka, menatap pantulan wajahnya di cermin. Ia tidak boleh menyerah, ini baru awal. Masih ada waktu, dan ia yakin pasti bisa.
Read more
7
Kedekatan mereka memang tidak banyak yang berubah, hanya saja Bestari sudah tak menghidar lagi dari Batara. Iya juga mencoba santai ketika berbicara dengan Batara, tapi masih meninggikan bentengnya.Yang masih kurang bisa ia terima adalah sikap spontan Batara, dia sering berbuat sesuatu tanpa memberi tahu. Seperti hari ini contohnya, tanpa ada angin atau hujan, Batara datang menjemputnya, coba saja cowok ini tidak tahu rumahnya dulu. Mau menolak kasihan sudah jauh-jauh ke sini, tapi––"Ngapain ke sini?""Lah, gak lihat udah pakai seragam, ya mau jemput kamu terus ke sekolah. Masa iya mau tidur." Gak lihat Batara udah seganteng ini. Wangi lagi."Biasanya juga berangkat sendiri."
Read more
8
Beberapa kertas yang diremat membentuk gumpalan memenuhi lokernya, Bestari menghela napas lelah. Ini sudah berlangsung selama lebih tiga hari sejak ia ada masalah dengan Sera. Tidak mengejutkan kalau ada yang melakukan ini, jika bukan Sera sendiri pasti fans gadis itu. Ia mengambil semua gumpalan itu, memasukkannya ke dalam kantong kresek yang kini selalu ia sediakan, jaga-jaga seperti saat ini.  Bestari tidak berniat melihat apa yang tertulis dalam gumpalan itu, karena ia tahu, isinya pasti tidak jauh-jauh menghujatnya yang katanya seorang lesbi, atau sumpah serapah karena berani dengan Sera. Biarkan saja mereka pasti nantinya akan berhenti kalau capek.   Perihal kertas-kertas ini tidak ada yang tahu, pun dengan Maharani, Bestari selalu membuangnya bahkan sebelum Maharani mengetahuinya. Biarkan ini jadi rahasianya sendiri,
Read more
9
Bestari merasa tak tenang, entahlah hatinya tiba-tiba saja merasa tidak enak. Ia tak tahu apa yang salah, namun ada sesuatu yang membuatnya gelisah. Firasatnya mengatakan akan ada hal buruk terjadi. Selama ini firasatnya jarang meleset, saat kepergian Panji dulu, ia pun merasakan perasaan seperti ini.   Ia berjalan menuju lokernya, membuka pintu dan mengernyit heran saat tak ada lagi gumpalan kertas di sana. Apa sudah selesai? Apa mereka semua sudah lelah mengerjainya. Entahlah, Bestari tak yakin dengan hal itu, tapi baguslah. Ia kembali menutup pintu loker dan terkejut menemukan beberapa perempuan telah berdiri di sekitarnya. Oh tidak!  Ia kalah jumlah. Mana bisa satu orang menang melawan lima orang. Kalau dia ikut silat sih pasti menang, masalahnya dia kan tidak ikut begituan.  "Ada apa?" tanyanya mencoba basa-basi. B
Read more
DMCA.com Protection Status