Terjerat Gadis Manja

Terjerat Gadis Manja

Oleh:  R U M B L E  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 Peringkat
70Bab
13.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Pantaskah Morgan mengklaim gadis bernama Bianca itu sebagai gadisnya sementara sikapnya tidak pernah menunjukkan rasa cintanya kepada Bianca? Morgan terkenal dengan sikapnya yang dingin, cuek dan tidak suka keramaian, berbanding terbalik dengan Bianca yang periang dan lebih sering terlihat manja kepada orang terdekatnya. Terkadang orang-orang tidak yakin bagaimana hubungan keduanya, Bianca terlihat seperti mengejar Morgan, sang presdir di perusahaan ayahnya meskipun tak jarang Morgan berada di kampus untuk menemui Bianca ataupun menjemput gadis itu setelah berkuliah. Bisakah Bianca meluluhkan hati sang Morgan dengan sikap manjanya ini? Ataukah akan menjadi boomerang untuk hubungan mereka? Covered by Unsplash

Lihat lebih banyak
Terjerat Gadis Manja Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Va_DeQ
KEREN BGT CERITANYA ampe Nangis Bombay daQu bacanya,,sereceh itu emang air mataku Pas Baca Cerita ini ~(^з^)-♡
2021-11-02 11:00:10
1
user avatar
Ravena Alya
novel mafianya kapan up kak
2021-10-03 11:04:00
0
70 Bab
Hai Gadis Manja
“Kak!” Satu panggilan yang berhasil menghentikan langkah Morgan. Lelaki itu menghembuskan napas kasar sekali sebelum membalikan tubuhnya berhadapan dengan gadis yang barusan memanggilnya. “Kak Morgan nggak ngangkat telponku dan balas sms-ku. Sebenarnya kak Morgan kemana saja?” Gadis itu bergelanyut manja di lengan Morgan. Morgan tidak tertarik memandang kekasihnya yang bertubuh tinggi sepundaknya itu, bahkan ia berusaha melepaskan pegangan tangan ranting gadis yang cerewetnya melebihi Mama itu di lengannya. Pantaskah Morgan mengklaim gadis bernama Bianca itu sebagai gadisnya sementara sikapnya tidak pernah menunjukkan rasa cintanya kepada Bianca? Morgan terkenal dengan sikapnya yang dingin, cuek dan tidak suka keramaian, berbanding terbalik dengan Bianca yang periang dan lebih sering terlihat manja kepada orang terdekatnya. Terkadang orang-orang tidak yakin bagaimana hubungan keduanya, Bianca terlihat seperti mengejar Morgan meskipun tak jarang Morgan berada di kampus untuk menemui
Baca selengkapnya
Siapa yang Ngancurin Perasaan di sini?
Bianca belum pernah sebahagia ini semenjak dua bulan menjadi kekasih Morgan. Tadi sore Morgan mengirimkan pesan untuk bersiap-siap menghadiri pesta ulangtahun putri relasi bisnis pria itu. Pria itu akan menjemputnya pukul tujuh malam, dan itu berarti dua jam dari sekarang. Selama ini Morgan tidak pernah mengajaknya ke acara penting seperti itu, karena Morgan tidak memiliki banyak waktu untuk acara selain bekerja di kantor. Jadi saat Morgan mengiriminya pesan, Bianca bahagia bukan main.Bianca harus tampil special untuk acara perdananya dengan Morgan, berharap tidak ada cela kesalahan sedikitpun pada tampilannya malam ini.Saat sedang disibukkan dengan memilih aksesoris yang cocok, tiba-tiba ponselnya berdering dan Bianca langsung mengangkatnya begitu tahu siapa subyeknya.“Mama!”'Ugh, ada apa, Sayang? Apa ada berita bagus?'Bianca tersenyum lebar sebelum menjawab. “Morgan ngajak Bianca ke pesta ulang tahun relasi bisnisnya, Ma.&r
Baca selengkapnya
Prang-in Aja
Bianca masih terdiam hingga Morgan bertemu dan berbincang ringan dengan relasi bisnisnya. Entah apa yang mereka bicarakan, Bianca tidak berminat mendengarnya.Baru setelah kantung kemihnya terasa penuh, Bianca menepuk pelan lengan Morgan dan berbisik ditelinganya. “Aku butuh toilet.”“Ya. Kau tahu tempatnya, kan?”Bianca mengangguk dan bergegas mencari toilet. Menurut pelayan yang ia tanyai, toiletnya terletak di sudut kiri ruangan. Setelah menyelesaikan urusannya, Bianca mencuci tangannya di wastafel dan memperhatikan wajahnya sendiri lamat-lamat. Riasannya masih baik-baik saja, jadi Bianca tidak perlu memperbaikinya.“Baiklah. Sekarang saatnya acara utama akan dimulai!”Suara MC yang bergema dan dapat didengar Bianca di toilet. Ia bergegas keluar agar tidak ketinggalan acara utama yang menurutnya adalah tiup lilin. Ia harus segera di samping Morgan jika tidak ingin Morgan bingung mencarinya.“Adria
Baca selengkapnya
Cuman Temen Tapi Demen
“Rafael!”Bianca terlihat gembira mendapati salah satu teman sekolahnya saat tingkat dasar dulu. Sungguh ia tidak menyangka Rafael yang dulu sering di ejeknya karena memiliki tubuh gendut justru kini tidak kalah dengan bintang film yang sering Bianca tonton di televisi. Hal itulah yang membuat Bianca sulit mengenali lelaki bertubuh tinggi itu ketika pertama bertemu.“Jahat sekali, sih! Padahal aku langsung inget pas pertama kali liat wajahmu.” gerutu Rafael dengan ekspresi sebal yang di buat-buat. Hal itu sukses membuat Bianca tergelak, dan memberikan sebuah pukulan kecil di bahu lelaki itu. Well¸dilihat dari gelakan tawa yang cukup keras membuktikan bahwa Bianca sedikit lupa dengan kekesalannya pada Morgan.“Maklumlah, kamu keliatan beda banget sekarang. Dulu gendut kayak boneka teddy bear. Haha!”“Sialan. Tapi sekarang aku keliatan ganteng, kan?”“Yah, sedikit.” Rafael memberikan p
Baca selengkapnya
Hubungan dengan Presdir
Bianca tahu hal ini akan terjadi. Menemukan Morgan berdiri bersandar di mobil mewahnya adalah salah satu hal menggembirakan. Bianca mengintip, setelah Pak Utomo -Kepala Pelayan di kediamannya- memberitahu soal Morgan yang menunggunya di bawah, Bianca tidak langsung menghampiri pria itu. Bianca sengaja membiarkan Morgan duduk diam di ruang tamu sementara ia bergembira di balik pintu kamarnya. Kejadian itu berlalu setengah jam yang lalu, kemudian Morgan mengetuk pintu kamar Bianca dan tentu saja tidak dijawab apapun oleh Bianca. Dan berikutnya pria itu menyerah, namun tidak langsung memasuki mobil dan malah berdiri di samping mobilnya.Bianca hanya tidak tahu jika Morgan menemukannya yang sedang mengintip dari jendela kamarnya. Hal itulah yang membuat Morgan mendesis malas dan menahan diri untuk tidak masuk mobil, kembali ke kantor, dan menggeluti berkas-berkas rumit yang tidak lebih rumit menghadapi perempuan berumur dua puluh tahun bernama Bianca.Morgan tidak habis pi
Baca selengkapnya
Rapuh tak Diharapkan
“Aku ... tunangannya.”Ekspresi terkejut didapatkan Bianca dari wanita itu. “Maafkan saya, Nona. Saya tidak tahu. Mari saya antar ke ruangan Direktur.”“Tidak perlu!” tolak Bianca halus. “Aku bisa kesana sendiri. Tapi, pastikan Morgan tidak tahu kedatanganku.”“Baik, Nona. Ruangan Presdir ada di lantai 6. Anda bisa menggunakan lift khusus Presdir di sebelah sana,” ucap resepsionis itu seraya memberitahu Bianca letak lift yang bisa ia gunakan.“Baiklah. Terima kasih.”Bianca berlalu menuju lift, dengan tangan kiri yang menggenggam box makanannya dan tas kecil tersampir di lengan kanannya.Tak butuh waktu lama bagi Bianca untuk sampai di lantai 15. Begitu keluar dari lift, Bianca sudah bisa menebak di mana ruangan Morgan karena satu-satunya pintu yang berada di koridor bertuliskan Ruang Presiden Direktur yang terletak di atas pintu berkaca buram, lalu sebuah meja lengkap d
Baca selengkapnya
Si Ahli dalam Menyakiti Perasaan
Setelah di kantor Morgan, menangis di tangga darurat, dan menghabiskan beberapa menit di toilet untuk membenahi penampilannya, Bianca memutuskan untuk keluar dari kantor perusahaan keluarga Morgan. Tak ia perdulikan siapa pun yang menyapanya, termasuk wanita di meja resepsionis yang sempat ia tanyai tadi. Bianca sudah terlalu lelah, hingga rasanya membalas sapaan-pun adalah hal yang berat untuknya.Dengan langkah kaki mungilnya, Bianca berjalan menyusuri taman kota yang letaknya cukup dekat dari kantor Morgan. Ia sengaja tidak menghubungi sopir pribadinya untuk menjemput, sebab Bianca masih ingin sendiri dan tidak di ganggu. Bianca memang lelah, namun ia membutuhkan suatu hiburan untuk mengusir kemarahannya pasca ia mendengar perkataan Morgan yang -sungguh- menyakiti hatinya. Bolehkah Bianca bertanya, di mana hati seorang Morgan hingga ia setega itu?Bianca menemukan satu bangku panjang yang kosong, disekitarnya-pun cukup sepi. Maklum saja, sekarang matahari tepat di p
Baca selengkapnya
Lanjutkan Perjodohan Ini?
Bianca memasuki rumah yang tampak sepi. Orangtuanya masih belum pulang dari perjalanan bisnis di luar kota dan Adian sepertinya asyik di kamarnya. Bianca tidak berniat melihat adiknya seperti yang selalu ia lakukan setiap malam. Entah mengganggu Adian bermain game atau malah membantunya mengerjakan tugas sekolah.Bianca merasakan kelelahan disekujur tubuhnya. Ia segera menghempaskan tubuhnya di ranjang kesayangannya dan mencoba memejamkan mata. Mencoba mengusir rasa sesak yang masih bersarang di paru-parunya.Tapi tidak berhasil, selanjutnya Bianca justru mengubah posisi tubuhnya menjadi meringkuk. Tangannya memeluk tubuhnya sendiri dan tangisan mulai memenuhi ruangan kamar luas itu.“Mama … aku harus gimana? Hiks .…” gumamnya lirih.Isakan mulai terdengar dan bahunya bergetar. Bianca tidak menyukai dirinya yang lemah, tapi mau bagaimana lagi? Hal yang membuatnya lemah hanyalah keluarganya dan Morgan.Morgan … Bianc
Baca selengkapnya
Keputusan Berpisah sudah Bulat
Satu menit, dua menit. Bianca dan Morgan masih bertatapan tajam sembari di kelilingi aura menegangkan. Mendapati Morgan bungkam tanpa merespon apa pun, Bianca melepaskan cengkraman Morgan di lengannya dengan pelan. Kemudian Bianca memasuki mobil cepat-cepat untuk mencegah Morgan menahannya kembali. Dan nyatanya Morgan tidak menahan ataupun melarang, dan tidak mampu mengeluarkan sepatah kata-pun dari bibirnya. “Jalan, Pak!” Meninggalkan Morgan yang mematung dengan berbagai pikirannya sendiri. Bianca menganggap keterdiaman Morgan adalah bentuk kegembiraan Morgan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Bianca ragu apakah keputusan ini tepat atau tidak, tapi mengingat Morgan yang tidak menginginkannya, akhirnya Bianca berniat untuk mengalah. Morgan berhak bahagia dan kebahagiaan Morgan adalah hidup bebas tanpa dirisaukan oleh keberadaan Bianca sebagai pendampingnya. Bianca tidak pantas untuk menghalangi kebahagiaan Morgan itu.
Baca selengkapnya
Lalu, Siapa yang Egois
Matahari bersinar sangat terik di siang ini. Jam kuliah Bianca telah berakhir, namun ia baru pergi satu jam kemudian karena harus mengerjakan tugas dan mengirimkannya langsung ke dosen melalui e-mail.Katakan jika Bianca tampak tekun menjalani pekerjaannya sebagai mahasiswa. Tapi siapa yang tahu perihal isi pikiran Bianca yang belum terlepas dari satu nama –Morgan. Bahkan Bianca masih sering melamun dalam kurun waktu satu hari.Benar saja, kini Bianca menyusuri langkah menuju gerbang utama Universitas dengan setengah melamun hingga pekikan heboh memasuki gendang telinganya.“NONA AWAS!!”BRUK!“Aduh!” keluh Bianca saat pantatnya menyentuh jalanan yang kasar.Bianca belum sempat menoleh ke belakang dan sebuah sepeda yang datang dari jalanan yang sedikit curam lebih dulu menabrak tubuhnya. Kecelakaan kecil itu akhirnya menimpa Bianca dan itu karena lelaki yang mengendarai sepedanya tanpa atu
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status