The Time Replayers

The Time Replayers

Oleh:  Reez  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
10
27 Peringkat
35Bab
4.8KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Tidak pernah terbayangkan olehku untuk tiba-tiba terbangun di masa tiga puluh tahun silam! Kini kusadari bahwa aku harus mengulangi kembali masa kecil di tahun 90-an, juga masa remaja dan dewasaku pada era milenial. Kalau kau menjadi diriku, apa yang akan kau lakukan?

Lihat lebih banyak
The Time Replayers Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
malapalas
BACA novel berjudul :FREL. Banyak kejutan di dalamnya. Selain tentang cinta segitiga yang bikin baper, gemes dibumbui humor dan mengharubirukan, kalian akan disuguhi dg persahabatan, keluarga, luka dan rahasia di masa lalu orangtua yang akan membuat cerita lebih seru dan menjungkirbalikkan perasaan.
2022-01-30 16:39:49
0
user avatar
Asya Ns
Impressif kak... Fighting.. keren thor -Salam dari author Anila
2021-11-29 19:12:23
0
user avatar
Cadburry♥
Keren ka! Next yaa
2021-09-24 21:15:18
0
user avatar
Ryuzy_hdr
lanjut kaak
2021-09-23 14:52:42
0
user avatar
elhrln
suka ide ceritanya
2021-09-21 06:43:01
0
user avatar
Nicholas Underwood
Bagus Kak. Teruskan
2021-09-20 10:11:10
0
user avatar
Penulis Lepas
Keren kak lanjutkan lagi ya
2021-09-20 04:31:58
1
user avatar
I'm okay
Semangat terus kak!
2021-09-19 22:49:07
0
user avatar
Biru Tosca
Bagus... semangat ya ...
2021-09-19 21:15:19
0
user avatar
Intan lestari
Semangat kak ...
2021-09-19 20:59:13
0
user avatar
Meina H.
Terlalu banyak kata-kata yang diulang di awal, Kak. Fokus pada kata utama saja supaya enak dibaca. Hanya saran. Semangat, ya ...! ^^
2021-09-11 09:46:11
0
user avatar
Zhi
Bagus banget, semangat terus menulis. Zhi
2021-09-10 21:40:53
0
user avatar
Sasakiya
Seru kak ceritanya ... Semangat, ya ^^
2021-09-10 01:34:28
0
user avatar
Fantazia
Wah keren, next thor
2021-09-10 00:55:24
0
user avatar
elevenmidnight
seruu! lanjutin thor >•<
2021-09-09 20:53:53
0
  • 1
  • 2
35 Bab
1
“Jangan sembarangan mengucap permintaan, Ferre!” “Kenapa memangnya, Ma?”“Karena kamu tidak tahu permintaanmu yang mana yang akan dikabulkan,”“Bukankah justru itu bagus, Ma? Permintaanku akan dikabulkan adalah hal yang bagus, bukan?”“Tidak semua permintaanmu adalah hal baik bagimu, sayang.”“Kenapa demikian, Ma?”“Tuhan tahu apa yang terbaik untukmu.”“Tapi yang kuminta adalah yang baik-baik untukku.”“Tuhan tahu apa yang terbaik untukmu, Ferre.”Dadaku sedang sakit ketika tiba-tiba aku teringat percakapanku dengan Mama tersebut. Itu kata-kata Mama belasan, bahkan puluhan tahun silam. Aku lupa apa yang kulakukan atau kuminta ketika Mama menasihatiku demikian. Tapi hari ini kata-kata Mama di suatu kejadian dalam hidupku tersebut kemb
Baca selengkapnya
2
“Ferre, baru setengah lima, tidur lagi.” suara perempuan yang tadi berbaring di sebelahku ternyata sudah bangun, dan menyentakku.Aku memandanginya.Bibirku kelu, tak sanggup berkata-kata.Perempuan besar itu memicingkan mata ke arahku, dengan pandangan seseorang yang baru bangun tidur.“Ayo tidur lagi, sayang,” ulangnya, suaranya melembut.Perlahan bisa kugerakkan lidah dan bibirku.“M.....ma.....Mama?”“Ya, kamu kenapa?” ia menegakkan badannya.“Ma...???”“Ya, kenapa?”Kuedarkan pandanganku ke arah sekeliling.Ini...ini...pantas saja aku tidak asing.Jendela yang berupa kaca nako, gorden bermotif kembang-kembang, lemari kayu jati. Lampu bohlam yang tergantung menggunakan tali, dan dinding yang catnya terkelupas.Di samping Mama ada sebuah majalah Femina dengan Marissa Haque sebagai model sampulnya.Sesuai kebiasaa
Baca selengkapnya
3
Kuperhatikan sekelilingku.Aku berada di ruangan tengah sebuah rumah. Kucoba untuk berpikir. Ruangan ini sangat kukenal. Setelah beberapa saat mencerna, kudapati diriku berhasil mengingat, bahwa ini adalah ruangan tengah rumah tempat tinggal orang tuaku.Namun, keadaannya begitu... kuno.Di sekelilingku nampak benda-benda yang sudah hampir kulupakan, namun nampak tidak asing. Lemari kayu yang seingatku sudah lama dibuang, namun kondisinya tampak begitu baru.Televisi tabung yang menyala menyiarkan Selekta Pop TVRI. Layarnya buram seperti dihiasi semut-semut. Di sebelahnya ada mesin jahit dengan merek “Singer” yang dulu selalu digunakan Mama untuk membuatkan baju-bajuku.Tempatku berpijak adalah lantai marmer yang dulu sangat kunantikan untuk berganti keramik.“Dek, kok sudah bangun?” sebuah suara memalingkanku.Aku tidak berkata-kata, hanya menatapnya dalam diam.“Mau minum teh?” lanjutnya.
Baca selengkapnya
4
Aku masih terduduk di lantai.Bulu kudukku merinding, juga seluruh tubuhku. Aku tidak bisa mempercayai apa yang sedang terjadi. Napasku memburu, tubuhku bergetar.Gila, ini tidak mungkin!Ini pasti mimpi!Benar, kan?Pasti mimpi!Kepalaku terasa berputar, entah berapa lama aku terduduk demikian, tahu-tahu Mbok Jah sudah berjongkok di depanku, menyodorkan segelas teh panas. Teh panas dengan gelas besi bercorak loreng.Sambil tertegun kuterima gelas besi yang disodorkannya.“Terima...kasih,” kataku, ragu.“Wah, wah, Ferre udah pinteeer, bilang terima kasih,” Mbok Jah nampak ceria.Aku tidak mempedulikannya, kuteguk habis minuman itu.“Eh masih panas!” kata Mbok Jah.Aku tidak mendengarkannya, tetap kuminum semuanya sampai tandas, yang kemudian membuatku terbatuk-batuk.“Tuh kan, kata Mbok juga apa,” Mbok Jah mene
Baca selengkapnya
5
Tinggi badanku bahkan tidak mencapai setengah dari tinggi cermin. Kuperhatikan wajahku yang berpipi “tembem”, badanku yang berisi, kenyal jika kupegang. Jemariku kecil, rambutku tipis dan acak-acakan.Kupegangi cermin di depanku dengan kedua tangan mungilku.Ya Tuhan... Apa yang sedang terjadi?“Ferre, kamu ngapain?” Mama sudah duduk di samping tempat tidur.Diriku tidak lagi bertanya-tanya, karena memang tidak lagi ada gunanya. Hanya sebagian kecil dari pikiranku yang masih mempertanyakan apakah aku sedang bermimpi. Bagaimanapun ini semua masih mustahil, ini pasti mimpi.Tapi tidak, karena ketika kucubit, pipiku terasa sakit.“Ma?”“Ya, kamu ngapain, sayang? Kamu kenapa?”Tatapannya yang teduh, hangat, membuatku merasa aman. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Apa pun yang saat ini sedang kuhadapi, melihat dirinya aku merasa tenang. Ia memang mamaku.Aku meman
Baca selengkapnya
6
Matahari sudah mulai terlihat waktu aku bangun.Segera kutegakkan badanku, bersiap untuk salat subuh yang pasti sudah sangat terlambat. Saat kukerjapkan mataku, kulihat pemandangan di sekelilingku, lalu kembali kuingat ada di mana aku saat ini. Padahal hati kecilku berharap semua yang kelalui kemarin hanyalah mimpi.Tapi tidak terkabul.“Eh, sudah bangun, pinter bisa bangun sendiri,” suara Mama ceria.“Ayo sarapan, terus siap-siap ya dek,” Papa menimpali.Di pinggir tempat tidur sudah tersedia celana pendek dan rompi biru, serta kemeja putih.Sialan, benarkah ini terjadi??? Usiaku benar-benar empat tahun. Jadi aku masih taman kanak-kanak.Dan...ini benar-benar harus kulakukan? Aku benar-benar harus pergi ke Taman Kanak-kanak???Aku menolak saat Mama hendak memakaikan bajuku. Mama pun nampak terheran-heran.Kupandangi seragam putih dan rompi biru, juga cel
Baca selengkapnya
7
Perlahan dapat kulihat wajah anak di depanku. Sedikit-banyak ingatanku mulai kembali.“D...Dimas???”Anak itu menyeretku dan menghempaskanku ke dinding kelas.Dimas adalah orang yang dulu sangat kutakuti. Dengan seringainya yang bagiku lebih mirip setan, aku ingat bahwa saat-saat istirahat adalah waktunya ia menghajarku, selama dua tahun masa Taman Kanak-kanak. Dua tahun yang harus kulalui dengan mewaspadai keberadaannya, setiap kali jam istirahat tiba.“Ciaaaattt!!! Ciaaattt!!!” ia menendangiku.Aku memandanginya, merasa heran. Apakah hal ini yang dulu kutakuti?Tendangannya sama sekali tidak terasa bagiku. Bahkan kalau mau aku bisa membuatnya terjungkal kapan pun.Ya, kapan pun.Haruskah kulakukan?Sepertinya memang demikian.Aku harus mencobanya.Baiklah, sekali saja.Kudaratkan tinjuku lurus mengenai hidungnya.Ia terjengkang ke belakang, nampak terkejut. Dimas beru
Baca selengkapnya
8
“Mbok nggak tahu kejadiannya?” tanya Papa kepada Mbok Jah.“Tidak, Pak. Saya baru datang waktu ramai-ramai,”“Ferre!” tegur Mama saat melihatku hanya menonton Mission Impossible di RCTI.Aku mematikan televisi, dan berdiri.“Sudahlah Pa, Ma. Papa dan Mama nggak perlu khawatir, tenang saja.” kataku.Papa dan Mama terpana.Betapa tidak, aku berdiri dengan sikap seolah sedang menghadapi direktur-direktur di kantorku dulu.“Semuanya akan saya bereskan, besok.” kataku datar.“Ferre, kamu ini baru membuat masalah lho!” kata Papa.“Papa, sudah saya katakan, tenanglah. Percayalah, besok akan saya selesaikan.” kataku sambil berlalu masuk ke kamar tidur kami, meninggalkan Mama, Papa, dan Mbok Jah yang terbengong-bengong.  
Baca selengkapnya
9
“Anak Ibu sudah mencelakai anak saya, saya minta pertanggungjawaban Ibu!” perempuan yang kupikir adalah Ibu dari Dimas menyerang Mama. Entahlah, aku belum pernah bertemu dengannya.“Sebentar, Ibu. Kita lihat dulu kronologinya,” Kata Mama.“Nggak perlu, anak saya sekarang dirawat, Bu!!! Ibu tanggung jawab!!”Elly dan Ivonne hanya diam.“TUNGGU!!!” bentakku.Aku berdiri, menatap tajam ke perempuan yang sejak tadi berteriak itu.“Ibu yakin saya yang salah?” tanyaku.Ia terhenyak.“Kalau saya bisa buktikan bukan saya yang salah, Ibu mau apa?”Tidak hanya perempuan itu, bahkan Mama, Papa, beserta Elly dan Ivonne pun memandangiku.Aku berjalan ke arah pintu, membukanya, lalu memanggil sejumlah orang untuk masuk.Sejumlah Ibu-ibu yang kemarin menyaksikan peristiwaku dengan Dimas berbondong-bondong masuk ke kelas.“Bu Elly, Bu Ivon
Baca selengkapnya
10
Hari-hari pertama masih kulewati dengan upaya adaptasi. Tidak kudapati lagi suara Rita yang dengan lembut membangunkanku di waktu subuh. Sekarang Mama dan Papalah yang melakukannya.Malam-malam pertama tidurku juga diselingi dengan mimpi-mimpi tentang kehidupanku di tahun 2020. Semua politik kantor, para penjilat, dan tekanan birokrasi yang menghiasi hari-hariku. Hal-hal yang langsung menguap hilang setiap kali aku mencapai rumah.Itu adalah mimpi-mimpiku di beberapa malam pertama.Tidak ada lagi suara Narendra dan Maisha menghiasi setiap pagi hariku. Mereka yang dulu terkadang kuminta untuk tidak berisik, kini suara nyaringnya justru kurindukan.Sedikit-banyak aku merasa kehilangan.Pagi hari ini aku teringat sesuatu.Tentang kenapa teman-temanku saat taman kanak-kanak tidak pernah bermain denganku saat istirahat. Mereka semua berkumpul di kedai bubur ayam. Di sana mereka bercanda dan bermain-main.Sementara aku yang pemalu selalu me
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status