Lie of Life

Lie of Life

By:  Santiara Mardan  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
18Chapters
1.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

"Mereka bilang A, tetapi kenyataannya B." Alenia: Gue hidup di bawah aturan Papa. Katanya, ini semua demi karir dan reputasi gue agar selalu cerah di masa yang akan datang. Akan tetapi, apa yang gue lewati sehari-hari justru terasa buruk untuk gue. Gue beraktivitas atas arahan cowok gue. Katanya, ini semua demi hubungan yang sehat dan langgeng. Akan tetapi, gue justru merasa teracuni dengan segala aturan yang dia buat untuk mengekang gue. Gue bekerja untuk menyenangkan orang, tetapi nggak satu pun dari mereka bisa menyenangkan gue. Padahal, gue amat butuh setidaknya hiburan kecil yang bisa bantu gue tidur sedikit lebih nyenyak dari biasanya. Gue ingin libur sehari aja dari peliknya dunia gue.

View More
Lie of Life Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
18 Chapters
Sesuai Aplikasi, Ya
“Non Nia, bangun … telepon Non bunyi ….”Begitu cara halus Mbak Uli membangunkan Nia setiap pagi.Terbayang betapa susahnya Nia terbangun karena suara Mbak Uli lebih mirip nada bicara seseorang yang menyuruh tidur. Padahal, Nia harus bangun saat itu juga.“Non Nia ….” Mbak Uli membangunkan gadis yang sedang menikmati waktu ngebo-nya itu sekali lagi. Barulah ia terbangun ketika mendengar Mbak Uli menyebut nama Daren, kekasih hatinya.“Non Nia, Mas Daren video call,” begitu katanya.Tentu Nia langsung memelotot, tercengang. Daren? Menelepon pagi-pagi begini?“Pagi, Sayang?” tanya Nia dengan nada lesu sehabis bangun tidur. “Kamu lagi di mana?”Daren dengan senyuman manisnya itu menjawab, “Aku lagi di kamar, nih. Lagi ngonten. Dapet challenge disuruh nelepon cewek tersayang, ya, aku nelepon kamu.”Barangk
Read more
Salah Orang
“Sesuai aplikasi, ya, Mas!” Nia berujar untuk yang kedua kalinya karena supir taksi tersebut tidak juga bergerak menginjak pedal gasnya.“Mas! Ayo, dong, cepetan! Ini saya lagi menghindari orang jahat, nih. Saya lagi dalam bahaya,” ujar Nia dengan suara tergesa-gesa. Berharap supir itu langsung mengerti dan membawa mobilnya pergi dari sana.Supir itu mengegas lurus. Ia tau, ada kesalahpahaman di sini. Akan tetapi, ia belum berani menanyakan hal itu karena ia merasa perempuan yang duduk di jok belakangnya itu sedang khawatir.Di tengah perjalanan, barulah Nia menyadari bahwa si supir taksinya ini membawanya ke jalan yang salah. Nia protes. “Mas, tau jalannya, nggak, sih?” tanyanya dengan nada kesal.“Maaf, Mbak, tapi saya ....”“Untung aja udah jauh dari kedai dan saya gak dilihat sama orang itu. Ya udah, sekarang jalan langsung ke tujuan aja!” perintah Nia sambil membuka kunci ponselnya da
Read more
Siapa Itu Salman?
“Sayang, hari ini aku gak bisa jemput kamu, ya. Ada meeting dadakan sama anak-anak YouTube, mau ngadain collab besar-besaran.”Nia yang mendengar itu langsung terperanjat, senang bukan main. Setelah berbulan-bulan, akhirnya ia bisa bebas keluar main, tanpa harus diikuti lelaki manipulatif itu. Ah, sepertinya bahasa Nia terlalu kasar.“Jangan lupa senang-senang, ya,” ucap Nia dengan nada yang tersendat-sendat, saking senangnya.“Wah … pacarku kayaknya ngambek.” Daren bicara seolah ada orang lain di dekatnya. Nia tau itu karena kalau tidak ada orang, sudah pasti nada bicaranya berbeda. “Gak jadi ngumpul, deh!”Yah, jangan gitu, dong! Baru juga Nia mau seneng.“Eh, aku gak marah ….” Nia bicara dengan nada memohon. Ya, memohon agar lelaki itu menyingkir biarpun hanya sehari.“He he … ya udah, ya, Sayang. Aku lagi di jalan sama anak-anak,
Read more
Bara yang Selalu Tersakiti
Semenjak kedatangan Bara ke kedai siang tadi, seketika pintu mulai dipenuhi orang-orang yang berlalu-lalang untuk membeli. Benar-benar keuntungan double buat Salim. Ya, meskipun kadang, Bara datang dengan membawa topik yang diulang-ulang dan terdengar membosankan, yakni tentang dirinya yang suka di-PHP-in cewek—kasihan ganteng-ganteng kena PHP, tetapi setidaknya, lelaki itu bersedia membayar lebih dan mendatangkan keuntungan lain lewat fans-fans yang modus mau ngelihat sosok artis yang lagi tenar itu sedang makan.“Bara … Bara, kagak bosen, ya, lo. Setiap kali ke sini, cerita topiknya sama melulu? Kuping gue, nih, aja udah hafal sampe titik, koma, tanda tanya cerita lo itu, tau!” Salim menggerutu sembari menyuguhkan minuman yang dipesan sahabatnya itu.Bara menghela napasnya. “Jahat banget lo, Lim. Sama sahabat sendiri begitu amat.”Salim terkekeh. Merasa kepanasan karena ledekan sahabatnya itu, Bara pun buru-buru me
Read more
Daren Ingin Membuktikan
Entah kesambet apa Daren malam ini. Lelaki itu membawa Nia ke apartemennya. Mengajaknya memasak makan malam untuk disantap berdua. Ketika Nia bertanya, Daren hanya menjawab, “Gak apa-apa, biar romantis.”Kedua sejoli itu telah menyelesaikan sesi masak berdua. Meski hanya spaghetti instan, tetapi itu akan merealisasikan makan malam romantis yang diniat-niatkan oleh Daren sejak siang tadi.Nia menyajikan spaghetti itu di piring miliknya dan milik Daren, sementara sang kekasih sibuk mempotret dirinya. Awalnya Nia curiga, ini hanya untuk konten. Akan tetapi, Daren berhasil menepis kecurigaannya dengan berkata, “Aku gak mau share foto ini ke medsos. Buat simpanan pribadi aja.”“What? Tumben?” Nia bertanya sambil mengembalikan peralatan masak itu ke tempat cuci piring.Tanpa Nia sadari, Daren mengikuti langkahnya dari belakang. Nia semakin merasa keheranan. Lelaki itu tersenyum padanya, senyuman yang begitu
Read more
Ada Apa dengan Daren?
 Di perjalanan, hanya keheningan yang terjadi. Tidak ada lagi kalimat basa-basi antara dua sejoli itu. Hanya ada dentingan piano sebagai intro sebuah lagu yang akan terputar saat itu.Nia merasa bersalah begitu tahu bahwa Daren tahu tentang kegiatan sarapan itu. Sekaligus merasa tidak enak hati begitu memahami keromantisan yang sedang dijalani Daren adalah sebuah taktik, tujuannya apa, Nia tidak tahu.“Alenia ….” Daren memanggil seraya fokus menyetir.“Apa?”“Aku di sini sedang kamu anggap apa?”Tidak ada yang bisa Nia jawab untuk pertanyaan Daren barusan itu selain, “Hah?”Daren tersenyum dan menolehkan kepala. “Ya, aku ini kamu anggap apa sekarang? Pacar? Patung? Atau … supir taksi? Kok, dicuekin?”Nia meng-oh panjang. Ternyata itu maksudnya. Ah, semenjak ia menyelesaikan analisisnya terhadap perubahan sikap Daren akhir-akhir ini,
Read more
Menikah?
“Nia, mau pesan apa?” Ali menawarkan traktiran siang ini. Kebetulan, ia sedang mengadakan syukuran kecil-kecilan atas lahirnya keponakan pertama. Anak dari kakak perempuannya.“Untuk makan siang.” Ali menegaskannya kalau Nia tidak mengerti. “Gue traktir,” tambahnya.Nia meng-oh pendek. “Apa, ya? Geprek, deh!” katanya yang sebetulnya sudah bisa ditebak Ali. “Level rendah aja, lo tau gue sekuat apa.”Ali tersenyum. Ia beralih tempat untuk menawari teman-temannya yang lain.Satu jam kemudian, seseorang datang ke lokasi syuting dan membantu Ali membagikan kotak makan siang pesanan Ali. Nia sudah tidak asing dengan si pengantar pesanan, tentu saja ia ingat. Ia tak akan memanggilnya dengan nama yang salah untuk kedua kali.“Salim!” panggil Nia tanpa ragu.Orang yang kaget bukan Salim, melinkan Ali. Ia terkejut waktu tahu Nia sudah mengenal temannya, si pemilik kedai yang sedan
Read more
Nasi Uduk Spesial
Mari memasuki hari pertama di mana Nia harus memikirkan soal tawaran Daren untuk menikah. Seperti yang telah dibicarakan kemarin, Daren tidak memberi kesempatan untuk mengatakan 'tidak'. Hanya ada "ya" atau "nanti".Memikirkan hal ini saja, sudah membuat Nia menjadi pusing bukan kepalang.Ia teringat masa itu, beberapa waktu lalu, ketika ia terpaksa menerima cinta Daren hanya karena permintaan papa. Hanya karena papa ingin membalas budi atas kebaikan lelaki itu selama ini, terhadap keluarganya. Entah kebaikan apa itu.Namun, untuk menikah, Nia tentu saja tidak bisa memikirkan hal itu dengan buru-buru. Ini menyangkut masa depan yang akan Nia jalani.Nia tidak mauㅡtidak mungkin mau hidup bersama lelaki yang tidak pas dengannya, di masa depan. Nia tidak bisa menghabiskan sisa hidup dengan lelaki yang tidak asyik bila diajak berbicara. Tidak memahami candaannya. Tak pandai bersenda gurau dengannya. Tidak mampu memahami dirinya.Nia ingin mengakui bahwa
Read more
Tulisan Papa
“Ini, Nia.” Papa menyodorkan laptop pada Nia ketika mereka berdua tengah asyik menyantap sarapan di meja makan. Sebentar lagi, Nia akan berangkat ke lokasi syuting dan ngomong-ngomong, ini adalah hari kedua ia harus berpikir soal jawabannya.“Maaf, butuh waktu yang sangat lama untuk papa mengetik kata-kata ini.”Nia tersenyum hangat. “It’s okay, Papa. Nanti malam, kita ngobrol, yuk!” ajaknya untuk membesarkan  hati sang papa. “Udah lama kita nggak ngobrol lama, ya, Pa?”Papa mengangguk. Tangannya sambil berusaha tegap untuk mempaskan posisi bibir cangkir itu di mulutnya. Dengan sigap, Nia membantu sang papa untuk meminum susu hangat favoritnya.Nia menghela napasnya. Sebisa mungkin, ia menyembunyikan segala kekhawatiran yang hadir di kepalanya. Ia sedih melihat kondisi sang papa yang kian melemah. Bukan kritis, hanya saja, kekuatan yang dahulu selalu papa punya kini nyaris tak terlihat wu
Read more
Jika Nia Tidak Menerima
“Gimana?” Jenis kata tanya yang nyaris berulang kali papa Nia ajukan kepada Daren siang itu. Sejak pagi, Daren mampir ke rumah sang calon mertua untuk membicarakan pasal pernikahan yang ia yakini akan terjadi itu. Namun, Virza mempertanyakan sesuatu yang bersifat meragukan. Ada begitu banyak pertanyaan yang apabila Daren tangkap, maksudnya hanya satu, “Siapkah Daren menerima Nia dengan segala sifat alaminya?” Berkali-kali, Daren mengatakan ya, ia menerima itu dengan sepenuh hati. Akan tetapi, selalu saja ada celah di mana Virza ragu akan jawaban Daren. Atau ia ragu, Daren akan menerima itu sampain kelak, sampai tua. Ia terlalu khawatir pria itu akan meninggalkan putrinya suatu saat nanti karena tidak tahan dengan sifatnya. “Apa yang ingin papa pastikan lagi?” “Kamu betul-betul menerimanya, bukan hanya menekannya agar mau menerirmamu.” Begitu jawaban Virza. Lama kelamaan, Daren sendiri yang meragu. “Sebaiknya kamu pikirkan dulu, biarkan putriku
Read more
DMCA.com Protection Status