Salju Hitam di Venesia

Salju Hitam di Venesia

Oleh:  Zhio Sansone  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
5 Peringkat
61Bab
4.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Ketulusan hatinya berbuah kematian. Di kehidupan ini Yepa memilih membunuh perasaannya dan hendak membalas dendam pada kekasihnya. Belum dirinya bertindak, ia mendapat pengakuan tentang kisahnya di kehidupan terakhir dari sudut pandang orang lain. Ia merasa konyol. Meski ada banyak kesalahpahaman, ia tidak akan pernah melupakan rasa sakit itu.

Lihat lebih banyak
Salju Hitam di Venesia Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Sella.
Jika, Berkenan... Mari mampir, Di novel, Aku?! ADIK KU SUAMI KU
2022-02-07 19:08:08
0
user avatar
Zhio Sansone
Halo, terima kasih sudah mengikuti "Salju Hitam di Venesia!" dan selamat tahun baru!!!
2021-12-31 11:21:22
1
user avatar
Zhio Sansone
Halo! Terima kasih sudah membaca "Salju Hitam di Venesia"! Terus ikuti kisahnya, ya! :3
2021-12-05 10:10:51
2
user avatar
Riska MS
Mantap! Semangat Kak!
2021-12-04 14:48:41
1
user avatar
Xianyan Nyangko
Wah, seru banget, saking serunya sampe nggak kerasa udah habis aja,, next thor, jangan lama-lama buat up nya nya .........
2021-11-26 20:21:53
1
61 Bab
Mati di Mulut Hewan Buas
Tangan putih pucat itu terulur, bergerak lemah menggapai udara kosong. Dalam bidang pandangnya, sesosok punggung tegap seorang pria terpantul di dalam kedua bola matanya yang muram. "Jangan pergi!" Langkah kaki pria itu seketika terhenti saat mendengar permohonannya. Ia berbalik dengan air muka dingin. Tatapan matanya memang tertuju ke arahnya, tetapi sosok menyedihkan itu tak tecermin di dalam indra visualnya yang acuh tak acuh. "Apa lagi yang kau inginkan?" tanyanya tanpa emosi. "Aku sudah memberimu kehidupan yang baik. Pakaian, makanan, uang, semuanya. Kau tidak kekurangan apa pun, bukan?" Ia tertegun saat mendengar tanggapan yang merendahkan tersebut. Ia menurunkan matanya demi menutupi rasa kecewa akibat kalimat yang terlontar dari mulut si pria. "Bukan begitu," gumamnya seraya menarik tangannya kembali dengan hampa. "Kau tidak mengatakan tentang hal ini padaku." Ia memandangnya lagi. "Aku bersedia memberimu anak dan mau menjadi istri keduamu. Tapi kenapa malah ini yang kau l
Baca selengkapnya
Bangkit untuk Menggigit
Yepa hanyalah seorang gadis dari kalangan masyarakat biasa. Kedua orang tuanya sudah meninggal sekitar delapan tahun yang lalu. Ia hidup sendiri tanpa sanak saudara di sekitar. Sejak lulus sekolah, ia memutuskan untuk pindah dari kota kelahirannya dan hidup mandiri. Ia tinggal di sebuah indekos khusus wanita dan menjadi pekerja kerah biru bergaji tinggi di suatu garmen. Meski penghasilannya besar, ada pajak dan asuransi di belakangnya yang tidak dapat ia hindari. Dan yah, setidaknya ia bekerja kurang dari tiga puluh jam di setiap minggunya dan ada jatah libur satu bulan penuh di setiap tahunnya. Sungguh negara yang sangat baik. Ia puas dengan kehidupannya yang sederhana dan mampu memenuhi segala keinginan atas kerja kerasnya sendiri. Bahkan ia lebih condong memanjakan perut daripada merawat diri. Ia memiliki beberapa teman dan banyak kenalan di sekitarnya. Baginya semua itu sempurna. Hingga pria itu muncul. Yepa memejamkan kedua matanya sembari menarik napas dalam-dalam. Jika itu m
Baca selengkapnya
Lidah Ular
"Ya, Pa?" "Apa yang masih kau lakukan di sana?" Kening Deska berkerut samar. Kenapa nada bicara ayahnya terdengar sangat tidak sabar? "Apa masih lama?" lanjut Zalka agak jengkel. "Pacarmu sudah pergi." "Papa bilang apa?" Ia merasa tidak percaya. Ia mengalihkan teleponnya ke telinga kiri. "Kenapa Papa tidak mencegahnya? Aku sudah mengatakannya pada Papa untuk menjaganya agar tidak pergi ke mana-mana." "Apa urusannya denganku?" Zalka mendengkus. "Aku bukan kekasihnya dan aku tidak mau terlibat dengan bisnis romantikamu yang konyol itu." "Pa." Ia mendesah. "Papa sendiri tahu. Yepa adalah satu-satunya wanita yang paling kucintai. Dan Yuvika hanyalah alat untuk memajukan perusahaanmu. Kalau bukan karena latar belakangnya, siapa yang bersedia membungkuk untuk hal ini?" "Aku tahu ini. Aku senang kau mau berkompromi, tapi kau tidak bisa lengah dalam urusan wanita. Hati mereka sangatlah tajam." Zalka menghela napas. "Aku bisa menutup mata untuk hal ini. Namun, ketika hal itu pecah, kau h
Baca selengkapnya
Pasangan Babi Betina dan Babi Jantan
"Ya, Pa?" "Apa yang masih kau lakukan di sana?" Kening Deska berkerut samar. Kenapa nada bicara ayahnya terdengar sangat tidak sabar? "Apa masih lama?" lanjut Zalka agak jengkel. "Pacarmu sudah pergi." "Papa bilang apa?" Ia merasa tidak percaya. Ia mengalihkan teleponnya ke telinga kiri. "Kenapa Papa tidak mencegahnya? Aku sudah mengatakannya pada Papa untuk menjaganya agar tidak pergi ke mana-mana." "Apa urusannya denganku?" Zalka mendengkus. "Aku bukan kekasihnya dan aku tidak mau terlibat dengan bisnis romantikamu yang konyol itu." "Pa." Ia mendesah. "Papa sendiri tahu. Yepa adalah satu-satunya wanita yang paling kucintai. Dan Yuvika hanyalah alat untuk memajukan perusahaanmu. Kalau bukan karena latar belakangnya, siapa yang bersedia membungkuk untuk hal ini?" "Aku tahu ini. Aku senang kau mau berkompromi, tapi kau tidak bisa lengah dalam urusan wanita. Hati mereka sangatlah tajam." Zalka menghela napas. "Aku bisa menutup mata untuk hal ini. Namun, ketika hal itu pecah, kau h
Baca selengkapnya
Kecelakaan
"Yepa?" "A-ah, ya?" Yepa mengerjap dan memandang Deska dengan gugup. "Apa yang sedang kau pikirkan?" Deska menatapnya dalam-dalam. "Apa wajahku sangat menarik atau ada sesuatu yang mengganggumu?" "Kau tidak perlu khawatir." Yepa menurunkan matanya dengan suara serius. "Aku hanya mendapat mimpi buruk." "Benarkah?" Tangan Deska bergerak. Jari jemarinya mengelus pipi Yepa yang halus dengan penuh kasih sayang. "Apa kau mau membaginya denganku agar tidak menjadi beban pikiran?" "Tidak perlu." Yepa menggeleng pelan. Ia mengangkat wajahnya dengan senyuman kuat. "Aku baik-baik saja." "Begitu." Deska menghela napas lega. "Kalau kau tidak apa-apa, itu bagus." Jika ini sebelumnya, Yepa pasti tidak akan menyembunyikan apa-apa dari Deska. Bahkan untuk hal yang sepele sekalipun. Namun, sekarang …. "Des, kau tenang saja." Yepa melingkarkan kedua tangannya di pinggang Deska yang sempit. "Jangan terlalu banyak berpikir, oke?" "Aku tahu." Deska merengkuhnya dengan hangat. Perasaan tidak
Baca selengkapnya
Jelmaan Iblis
Gerakan kaki Laiv yang terburu-buru seketika melambat. Perlahan ia berhenti berjalan dan menoleh dengan penuh keraguan. Hanya ada jalanan lurus dan kosong yang memasuki bidang netranya. Pemandangan di sekitarnya pun sangat tidak menyenangkan. Sepi dan temaram. Untuk sesaat, pikirannya hampa. Ia cemas dan tidak bisa membuat keputusan. Pulang atau kembali menemui Yepa. Meski sosok itu sudah tidak lagi tertangkap oleh jangkauan penglihatan, ia bisa membayangkan seperti apa suasana hati gadis itu saat ini. Bimbang. Sebagai sahabat, bukankah seharusnya ia berdiri di sampingnya? Memberinya kata-kata penghiburan. Membuatnya tertawa. Membiarkannya bangkit dengan keteguhan hati yang baru. Begitulah keinginan sejatinya. Sayang, semua itu hanyalah pemikirannya yang tidak mungkin terwujud. Jangankan membantu orang lain, menyokong dirinya saja … bahkan ia hampir tidak mampu melakukannya sendiri. Memang tidak berguna. "Yeye tidak akan dendam padaku, 'kan?" gumamnya takut-takut. Dalam kesunyian i
Baca selengkapnya
Salju Dingin yang Luput Kini Telah Kembali
Sekali saja Yepa ingin memuaskan hasrat bermalas-malasannya di setiap hari Minggu. Sebelumnya hati dan pikirannya sudah terkuras. Bahkan ia sudah tidak memiliki air mata lagi. Itu kering dan membosankan. Ia membuka kedua matanya dengan sikap ogah-ogahan ketika telinganya mendengar suara ketukan pintu. Pukul berapa sekarang? Ia mengutuk dengan bersih sambil beranjak dari atas tempat tidur. Ketika ia membuka pintu, ia melihat sosok Laiv yang terlihat lebih bersinar dari biasanya. Ia mengerjap dan menatap dengan bodoh. "Halo, eh, pagi, Yeye," sapanya gugup. "Apa aku mengganggu tidurmu?" Bukankah itu sudah jelas? Namun, Yepa tetap tidak tahu harus bersikap seperti apa pada orang yang ada di hadapannya saat ini. Samar-samar ia memang mengingat bahwa pria ini akan menemuinya dan sebenarnya tidak terlalu menganggapnya serius. Ia melirik tangan Laiv yang kosong. Bukannya ia mengharapkan sesuatu dari pria ini, tetapi ada rasa tidak puas yang bergelayut kecut di dalam hatinya. "Hanya teguran
Baca selengkapnya
Perubahan
Deska memberhentikan kendaraannya di sebuah lahan parkir dari suatu gedung. Ia mematikan mesin dan melepas sabuk pengaman. Ia bergerak tanpa berpikir. Keluar dari dalam mobil dan membukakan pintu untuk sang kekasih. "Terima kasih," kata Yepa ketika ia turun dari dalam kendaraan tersebut. "Ya." Deska tersenyum seraya menarik tubuh sang kekasih ke sisinya. "Di sini tempatnya." Begitu Yepa mendongak, ia mendapati sebuah bangunan berlantai dua dengan plang kayu bergantung yang bertuliskan "Bar Lussuria" di atasnya. Ia mengerjap. Dari luar penampilan tempat ini sangatlah biasa-biasa saja. Seluruh gedung bercat putih tanpa dekorasi yang berlebih. Hampir tidak membocorkan esensi yang berkenaan dengan "nafsu" dari arti tertentu. "Bagaimana?" Deska memegangi kedua bahu sang kekasih dengan sikap yang sangat alami. "Nama tempat ini sangat menarik, bukan?" Yepa mengangguk dengan kosong. "Sangat unik," akunya. Bar macam apa ini? Tidakkah sebutan ini terlalu ambigu? Deska terkekeh pelan. Ia me
Baca selengkapnya
Si Petualang Sejati
"Maaf, Anda siapa?" Orang itu tidak segera menyahut. Sikapnya justru tidak kalah bimbangnya dengan penampilan Yepa yang bermandikan keraguan. "Maaf." Ia meneguk ludahnya sendiri. Ada harapan di dalam sorot matanya. "Apa Eden adalah ibumu?" Pelukan Yepa pada kedua kantong kertas itu kian mengerat. Tidak khawatir mereka akan rusak. Pikirannya teralihkan. Dugaannya tidak keliru. Mendadak ia merasa wajahnya memanas. "Tuan … Anda, Anda kakekku?" tanyanya dengan suara yang bergetar. Taveti Hirawan tidak perlu merisaukan perasaannya lagi. Tanpa pertimbangan apa pun, ia menarik Yepa ke dalam dekapannya. Membungkusnya dengan kerinduan yang kentara. "Ya, cucuku," katanya parau, "ini Kakek." Air mata pun menitik. Yepa membiarkan tubuhnya tenggelam ke dalam rengkuhan pria paruh baya itu dengan seluruh perasaannya. "Kakek, aku bertemu denganmu," bisiknya. "Ya, ya, cucuku, akhirnya kita bertemu," balasnya menegaskan. Ia pun tak kuasa menahan rasa haru yang membayangi wajahnya. "Kakek menemukan
Baca selengkapnya
Keakraban
Taveti menyesap teh dan menghela napas. Ia menyimpan kembali cangkir itu ke atas meja dengan gerakan alami yang sangat tenang dan elegan. "Karena kau bersedia, apa kau punya cara untuk membantu Kakek?" "Nah, ini dia." Yepa mendesah, tetapi tetap mengutarakan pendapatnya. "Karena kakak dilahirkan di luar nikah, pemerintah sudah pasti mengecapnya sebagai anak yatim piatu. Otomatis setiap hal yang berhubungan dengannya, mereka akan segera menyegelnya apa pun jenisnya." Ia mendecakkan lidah. "Uang juga belum tentu bisa diandalkan dalam hal ini. Walaupun kecil, ada kemungkinan kakak berdiri di belakang keluarga yang setara dengan Kakek. Jika hal itu terjadi, maka akan lebih sulit." "Benar." Taveti mengangguk menyetujuinya. "Untuk menemukanmu memang agak mudah. Namamu tercatat di dalam kartu keluarga dan anak itu … ah, hanya jenis kelaminnya saja yang kutahu. Akan lebih bagus lagi jika ada pihak yang mau berbagi dengan kita." Yepa mengerti akan kebenaran dari keluhan kakeknya ini. "Kecua
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status