Akhir Yang Bahagia

Akhir Yang Bahagia

Oleh:  Anavya  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
115Bab
3.0KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Rara Adena adalah seorang gadis yang baik hati dan pintar. Akan tetapi, di sekolahnya ia dikucilkan karena ia penerima beasiswa. Hingga terjadi kecelakaan, kehidupannya menjadi berubah. Seorang lelaki dengan nama Jevan Anandra menjelaskan kalau Rara adalah anak orang kaya. Sejak itulah, teman sekolahnya mulai memperlakukan dirinya dengan baik. Sebenarnya apa yang terjadi? Lalu apakah Rara benar - benar anak dari orang kaya?

Lihat lebih banyak
Akhir Yang Bahagia Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
115 Bab
Awal Mula
Rara membuka matanya dengan perlahan. Suara tawa menyerang telinganya. Ia tersenyum kecut begitu semua mata menatapnya dengan tatapan menjijikan. Rara menundukkan wajahnya, kemudian menghela nafas pelan. Dengan langkah pasti ia meninggalkan kelasnya yang masih terdengar ramai. Begitu Rara masuk ke kamar mandi, ia disambut dengan berbagai tatapan iba dan mengejek. Secara otomatis, kamar mandi langsung kosong begitu gadis itu datang. Rara membasuh mukanya, menatap pantulan dirinya. “Lagi – lagi begini …padahal gak lakuin apa – apa,” kata Rara sambil membersihkan tepung putih yang berada di rambutnya dan di seragamnya. Setelah dirasa cukup bersih, Rara kembali mencuci tangan. Rara menghentikkan kegiatannya, mendengar suara yang tak asing di telinganya melangkah mendekat ke kamar mandi. Dengan cepat, Rara masuk ke salah satu bilik kamar mandi. “Baguslah, tuh anak emang gak pantes masuk sekolah elit gini,” itu suara Lia, salah satu gadis yang populer di se
Baca selengkapnya
Ulang Tahun
Rara sampai di rumah kecilnya sekitar pukul lima sore. Rara segera membersihkan diri, kemudian ia mencuci beras, berniat memasak beras terlebih dahulu. Gadis dengan rambut sebahu itu menyalakan televisi. Sayangnya, tidak ada yang menarik. Rara mengambil tasnya, berniat mencari ponselnya. Ponselnya segara ia isi hingga penuh. Selagi ia menunggu, Rara mulai mengerjakan tugas yang diberikkan oleh guru. Suara dering ponsel mengalihkan fokus Rara. “Halo Bu Unike. Gimana kabarnya?” “Baik sayang, kamu baik – baik aja disana?” suara lembut mengalun di indera pendengaran Rara. “Iya baik, disini semuanya ramah – ramah,” Rara tersenyum kecil, meski si lawan bicara tidak bisa melihat wajahnya. “Syukurlah. Ibu harap kamu nyaman sekolah disana. Itu kan sekolah elit, rasanya ajaib sekali kamu bisa mendapatkan beasiswa disana,” suara senang terdengar dari sambungan disana. Rara terdiam sebentar, “iya bu, Ra-ra juga senang.” Rara terpaksa berbo
Baca selengkapnya
Kesialan Hari Ini
Dugaan Rara salah. Saat ia datang ke kantin, ia bisa melihat Raihan sedang asik berkumpul bersama teman – temannya. Kemudian, Raihan mendapatkan kunci mobil dari salah satu temannya. Raihan tertawa puas mendapatkan kunci mobil. “Siallan lo, gue pikir dare-nya bakallan gagal,” salah satu teman Raihan memukul pundak Raihan. Rara menghela nafas, ia jadi bahan dare ternyata. Rara berusaha tak mempedulikan Raihan dan teman – temannya. Ia duduk di bangku yang kosong. Rara duduk membelakangi meja Raihan dan teman – temannya. “Ra, sini Ra!” panggil Amel, ia dengan lantang berteriak di kantin. Rara menghentikkan kegiatan makannya. Ia menoleh ke sumber suara. Yang membuatnya kaget, ada ketiga murid kelasnya yang memang suka merudungnya bergabung bersama Raihan dan teman – temannya. Rara memegang erat sendok makannya. “Jangan dipeduliin Ra…” monolog Rara dalam hati, ia memilih kembali fokus terhadap makanannya. “Lo gimana sih Me
Baca selengkapnya
Tabrakkan
Rasanya ingin mati saja, itulah pikiran Rara sepanjang ia berjalan di koridor sekolah. Ia tentu saja jadi pusat perhatian. “Menjijikan.” “Bau banget.” “Itu si anak beasiswa?” “Emang iya? Kok kaya gitu sih?” “Kenapa dia?” Kata – kata yang menyakitkan menyerang pendengaran Rara. Rara makin menundukkan kepalanya. Rasa semangat dirinya menguap begitu saja. “Loh nak kamu kenapa?” Rara mengangkat wajahnya, seorang satpam menyapanya. Satpam itu menatapnya dengan tatapan khawatir. Rara tak sadar, rupanya ia sudah sampai di gerbang sekolah. “Gak apa - apa kok pak,” Rara tersenyum tipis. “Ya ampun nak, kamu kacau sekali. Kamu yakin pulang dalam keadaan begitu?” tanya satpam itu memperhatikan dari atas ke bawah. Rara menyinggungkan senyumnya, ia mengangguk sebagai jawaban. “Saya pulang duluan ya pak,” pamit Rara. Satpam itu mengangguk ragu. Rara berjalan ke arah halte. Orang – orang
Baca selengkapnya
Jevan Anandra
Suara ketukkan mengalihkan ketiganya. “Maaf bang, gue telat,” kata seorang lelaki masuk dengan wajah khawatir.  Lelaki itu membuka maskernya. “No problem, sini lo,” sambut dokter Jaydan. Perawat Sarah bergeser ke belakang, memberikkan ruang agar lelaki itu dapat berdiri di samping ranjang Rara. Rara mengerutkan keningnya, lelaki itu tampak tidak asing. “Baik karena sudah ada wali anda. Begini, untungnya pasien tidak apa – apa. Ia shock saja dan tak ada luka yang serius,” jelas dokter Jaydan. “Tapi kepalanya di perban…” tanggap lelaki itu. “Iya Jev, tapi bakallan sembuh kurang dari seminggu lah, kalau dikira – kira.” “Saran saya sebagai dokter, pasien istirahat tiga hari dulu disini,” kata dokter Jaydan sambil tersenyum menatap Rara. Rara tersenyum canggung pada dokter Jaydan. “Siap bang.” Tanggap lelaki itu sambil melirik Rara sebentar, dan kembali fokus ke dokter Jaydan. “Kalau begitu semo
Baca selengkapnya
Rumah Baru Yang Asing
Rara baru saja keluar dari rumah sakit dan Jevan mengantarnya pulang. Jevan mengantarnya ke lingkungan rumah orang kaya. Disinilah Rara, hanya dapat melongo menatap rumah mewah dihadapannya. Rumah dengan gaya eropa klasik, dimana terlihat kesan mewah , anggun, dan berkelas yang didominasi warna emas dan putih gading.  “Yuk masuk Ra.” Kata Jevan setelah memberikan kunci mobilnya ke penjaga rumah. “Jev…” Rara buru – buru menahan Jevan. Jevan menatap Rara dengan pandangan bertanya. “Lo yakin nganter gue ke sini? Ini bukan rumah gue Jev…” kata Rara. “Lo kenapa sih Ra? Dari kemarin lo aneh…” Jevan menatap Rara aneh. “Justru lo yang aneh, ini bukan rumah gue. Lo salah rumah kaliii.” Rara bersikukuh. “Enggak Raa~ alamat lo emang ini,” kata Jevan yakin. Rara menggeleng yakin. “Kalau gitu gue balik sendiri aja.” Rara melepaskan pegangan tangannya. “Rara, percaya sama gue.” Jevan menarik tangan Rara lembut. Kemudian,
Baca selengkapnya
Dalam Kamar Rara
“Selamat malam Non.” Rara berjengit kaget, dengan wajah kaget ia menoleh ke belakang. Seorang lelaki seusianya dengan setelan formal berdiri di sampingnya, lelaki itu menunduk sopan. “Siapa?” tanya Rara dengan wajah bingungnya. “Saya Narendra Barreska,” jawab lelaki itu. “Hm…” Rara menatap lelaki itu dari atas ke bawah. Tingginya tak berbeda jauh dengan Jevan, warna kulitnya kuning langsat, dan sorot matanya tajam. “Saya dikirim oleh tuan besar buat jaga nonna,” lanjut lelaki itu karena Rara terlihat kebingungan. Rara menyimpan sendoknya di meja, “Tuan besar?” “Ayah nona,” ujar Naren. “Gue…maksudnya aku punya bokap? Masih hidup?” Rara kebingungan sendiri dengan pertanyaan yang ia lontarkan. Lelaki di sampingnya mengangguk. Rara saat itu juga melamun, ia pikir ia benar – benar sudah dibuang oleh kedua orang tuanya. Apa dugaannya selama ini salah? “Non?” Lelaki itu dengan ragu melambaikan t
Baca selengkapnya
Sekolah Dengan Perubahannya
“Selamat pagi Non,” kata Bi Ica menyambut Rara yang baru saja keluar dari kamarnya. Rara tersenyum canggung, ia masih belum terbiasa dengan perubahan mendadak yang terjadi pada dirinya. Rara baru saja selesai mandi dan berniat sarapan di bawah. Bi Ica mengikuti langkah Rara yang turun dari tangga. Rara terkejut begitu ia sampai di ruang makan, makanan sudah tersedia. Chef Dino tersenyum, bermaksud menyapanya. Biasanya, Rara harus membuat sarapan sendiri itupun kalau tersedia sisa makanan. Kalau tidak ada, ia bahkan tak sarapan. “Silakan Nona. Menu hari ini ada oatmeal, nasi goreng, dan roti bakar. Untuk minumannya, ada susu, kopi, dan teh,” ujar Chef Dino menjelaskan. Rara tersenyum, “Terima kasih ya.” Chef Dino mengangguk kemudian ia berlalu dari hadapan Rara. Rara menatap Bi Ica dan Bi Nia yang berdiri tak jauh dari tempatnya duduk. Rara yang terbiasa sendiri, lagi – lagi merasa diawasi. Tak enak, untuk meminta mereka pergi, Rara memilih mulai makan
Baca selengkapnya
Panti Asuhan Bahagia
Jevan memandangi kue black forest yang ada di meja Rara. Jam istirahat masih berlangsung dan Jevan tidak berniat ke kantin. Ia ditinggalkan di kelas sendiri, setelah perempuan di kelas banyak bertanya mereka kelelahan sendiri dan akhirnya memilih ke kantin. Mia tadi sempat menawarinya untuk ke kantin bersama, mengingat Jevan masih menjadi murid baru. Tetapi, Jevan menolak dengan alasan ia tidak lapar. Padahal, saat jam pelajaran Bu Sulis, Jevan tidak memperhatikan sama sekali. Ia ingin meminta kue black forest yang terletak di meja Rara. Namun, ia masih tau diri. “Jangan ikutin gue terus,” suara yang tidak asing masuk ke telinga Jevan yang sedang menidurkan kepalanya di mejanya. Jevan mengangkat wajahnya, tanpa sadar senyumnya mengembang begitu melihat Rara yang sudah datang ke kelas. Tetapi, ada Naren yang mengikuti langkah Rara. Jevan mengawasi keduanya, Rara yang kini mulai fokus mempelajari pelajaran selanjutnya dan Naren yang duduk di bangkunya dengan memakai he
Baca selengkapnya
Sosok Rara
Rara menjelaskan dari ia di ajak oleh Jevan ke lingkungan rumah orang kaya, nama tempatnya Perumahan Stayme. Ia juga menjelaskan kalau sempat bertemu dengan Jevan di toko tempatnya ia bekerja part time-nya dan di halte. Rara melewati bagian ia tertabrak dan melewati bagian perubahan teman sekelasnya. Sejak awal, ia tak ingin membuat wanita di sampingnya khawatir. Bu Unike menatap Naren yang kini duduk di sebelahnya, “Anak ini dia penjaga kamu?” “Kata ayah gitu,” Rara mengangguk. “Kata Naren, nama ayah aku Zarhan. Apa Ibu pernah dengar namanya?” tanya Rara hati – hati. Ekspresi wajah Bu Unike berubah, tetapi dengan cepat Bu Unike kembali tersenyum hangat. Naren mengangkat alisnya, ia menangkap perubahan ekspresi wajah Bu Unike. Naren melirik Rara yang menatap Bu Unike berharap. Naren menduga kalau Rara tak sadar dengan perubahan ekspresi wajah Bu Unike. “Maaf sayang, ibu sama sekali gak pernah dengar. Ibu menemukan kamu di depan panti,” jawab B
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status