Temaram Hilang Binar

Temaram Hilang Binar

Oleh:  Metathea  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
16Bab
2.9KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Zahir belum tepat berusia delapan belas tahun ketika kekuatan cinta pada pandangan pertama berhasil menyusup ke dalam hatinya. Binar—seorang gadis yang sinarnya mampu menyilaukan hati Zahir, malam itu mengiyakan permintaan Zahir untuk saling menitipkan perasaan. Ketika bersama sehari hanya berasa hanya satu detik. Dan kebahagiaan mereka juga terenggut dalam hitungan detik. Lalu di antara kesedihan Zahir yang setengah hatinya hilang, seperempatnya seolah terisi dengan kehadiran gadis bernama Temaram. Paras yang nyaris persis dengan Binar tapi dicetak lebih energik dan kuat.

Lihat lebih banyak
Temaram Hilang Binar Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
16 Bab
Pertemuan I
"Kamu jadi pergi sore ini?" tanya seorang perempuan dengan rambut sebahu yang mulai memutih nyaris di seluruh bagian. Pertanyaan itu dibalas anggukan oleh Zahir, remaja laki-laki yang bulan depan akan menginjak usia delapan belas. Saat ini dia sedang menyisir rambutnya ke kiri sembari menatap pantulan dirinya di cermin berornamen bunga teratai pada bagian atas dan bawahnya. Sesekali Zahir menoleh ke kanan dan kiri, memastikan tidak ada bagian rambutnya yang terlihat aneh. "Jangan lupa sampaikan kalau Nenek baru bisa ke sana minggu depan," lanjut perempuan tadi. Zahir memutar badannya menghadap perempuan yang memanggil dirinya Nenek lalu menyahut, "Ada lagi yang tidak boleh aku lupakan?" Sang nenek terkekeh lalu menepuk pinggang Zahir. Zahir membalasnya dengan senyuman. Sepertinya sang nenek lupa kalau ia sudah mengatakan hal itu tidak kurang dari lima kali hari ini. Zahir menghela napas dan bergumam dalam hati, harusnya ia yang berkali-kali mengingatkan ini dan itu untuk sang nene
Baca selengkapnya
Pertemuan II
Zahir beranjak dari duduknya lalu berjalan menuju pintu bus bagian depan. Tangannya bertumpu bergantian di ujung bangku untuk menahan tubuhnya agar tidak jatuh.Sang sopir menginjak rem agar kecepatan bus menurun hingga berhenti tepat di halte tujuan Zahir. Pemuda itu melangkah turun kemudian mengembalikan posisi ransel ke punggungnya. Ia tidak meninggalkan halte begitu saja. Ia menunggu dua sosok yang ia lihat tadi dan berencana untuk ke tempat tujuan bersama-sama. Zahir melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Setidaknya ia menghabiskan waktu hampir dua jam di dalam bus. Lalu tepat saat matahari turun dari peraduan dan nyaris tenggelam, Zahir melihat dua orang yang ia nanti di ujung jalan. Keduanya terlihat seolah datang dari kuningnya cakrawala. Beberapa belas langkah kemudian mereka sudah nyaris tiba di depan Zahir. Dengan senyuman yang mengembang Zahir berjalan menghampiri dua orang tadi sembari melambaikan tangan kanannya."Pak Ali!
Baca selengkapnya
Pertemuan III
“Baik sekali Tuhan kepadaku. Ia mempertemukan aku kembali dengan Januar dalam wujud yang lebih muda,” suara serak Ali kembali mengisi perbincangan. Zahir dan Binar serentak menoleh ke arah Ali. Manik mata mereka menemukan Ali yang sudut punggungnya mulai mengecil. Barangkali usia sudah menambahkan beban di sana hingga tubuh lelaki itu sedikit demi sedikit membungkuk setiap harinya.Berbeda dari perbincangan sebelumnya, Ali saat ini terlihat lebih penuh emosi. Semilir angin jelang malam semakin membuat suasana sore itu menjadi sendu. Ali menatap Zahir dalam dan nanar. Berbeda dengan bibir keriputnya yang tersenyum lebar. “Aku merasa sangat yakin aku dan Januar saling melemparkan candaan. Ternyata sekarang cuma tinggal aku.”Zahir hanya menunduk. Bukan cuma dirinya yang kehilangan. Pria di depannya ini pasti tidak kalah kehilangan atas kepergian Januar. Sebab Ali dan Januar sudah bersama tidak kurang dari 30 tahun. Zahir tersenyum getir. Menenangkan hatinya yang
Baca selengkapnya
Atas dan Bawah Atap I
Ali keluar dari kamarnya yang berada dia langkah dari tangga dengan segerombol kunci berwarna emas serta gantungan berbentuk menara. Ia memerhatikan Binar yang masih berdiri di depan pintu dan Zahir yang baru masuk sambil sibuk memasukkan sesuatu ke dalam ransel cokelatnya."Binar, bagaimana kalau setelah ini kamu langsung ke rumah Tante Ana? Ayah akan menyiapkan segalanya di atap," kata Ali.Binar menoleh ke arah sumber suara lalu langsung berlari dan berhenti tepat di depan sang ayah. "Jadi kita betulan akan makan di atap lagi?" tanya Binar dengan mata yang senada dengan namanya.Ali mengangguk, "Untuk merayakan kedatangan tamu istimewa sekaligus mencoba meja dan lampu baru yang Ayah selesaikan kemarin.""Mau aku bantu dulu sebelum aku mengambil makanan di rumah Tante?" "Tidak ada yang perlu dibantu di atas sana. Justru kamu yang butuh dibantu...," geleng Ali lalu mengarahkan matanya ke Zahir yang baru saja sampai di samping Binar. "..., kalian pergi
Baca selengkapnya
Atas dan Bawah Atap II
"Ternyata dulu saya lumayan memalukan," kata Zahir."Memalukan tapi pasti sangat membekas di ingatan," sahut Ana sambil membimbing Zahir menuju ke meja makan.Di atas sana sudah bertengger beberapa susun kotak yang memuat sekira empat jenis lauk. Di ujung paling kiri meja terdapat wadah bening yang menampilkan sayuran segar siap santap. "Kalau tahu kamu akan datang pasti aku memasak lebih banyak lagi." Ana melepaskan pegangannya dari lengan Zahir untuk kemudian memasukkan wadah berisi makanan di meja itu ke dalam tiga buah kantong berbahan kain agar lebih mudah dibawa. Zahir turut membantu Ana menyusun kotak-kotak itu untuk memperingan pekerjaan Ana.Sementara Zahir dan Ana menata makanan ke dalam kantong, Zahir tidak menemukan sosok Binar bersama mereka. Ia menoleh ke segala arah untuk mencari di mana Binar."Binar sedang ada urusan sebentar. Mungkin lima menit lagi dia akan kembali," kata Ana yang seolah memahami kebingungan Zahir hanya lewat bahasa
Baca selengkapnya
Atas dan Bawah Atap III
Ali sibuk menata piring dan gelas di atas papan kayu berukuran 2x3 meter. Papan kayu itu disangga oleh tujuh kaki yang tersebar di setiap sudut dan di tengah papan. Karpet berwarna marun menutupi papan itu. Begitu kontras dengan segala sesuatu di atap yang memiliki warna membumi. Deretan lampu bertiang kayu tersebar mengelilingi atap yang begitu lapang. Ali sengaja memilih warna jingga untuk penerangan agar tidak terlalu kuat melawan gelapnya malam. Supaya ketika siapapun berada di sana pada malam hari ia masih bisa menemukan kegelapan di dekat mereka. Tidak ada yang paling memahami gelap selain terang dan sebaliknya. Dengan catatan mereka harus juga mau agak mengalah kepada yang lain."Ayah," suara seorang perempuan membangunkan Ali dari konsentrasinya mengatur berbagai perkakas."Kalian sudah kembali?" Ali menghampiri tiga orang yang baru saja datang dengan banyak jinjingan di tangan mereka.Ali berniat membantu meringankan beban bawaan mereka yang baru saja
Baca selengkapnya
Ketika Pria Jatuh Cinta I
Beberapa piring sudah kehabisan muatan karena dipindahkan ke dalam perut dua laki-laki dan dua perempuan. Hanya tersisa sebagian kecil makanan dan air minum yang sudah hampir mencapai dasar gelas. Masih di tempat yang sama dengan beralaskan balai-balai Ali, Ana, Binar, dan Zahir sudah mengenyangkan perut masing-masing."Ayamnya nikmat sekali," kata Ali."Memangnya lidah Kakak pernah merasakan tidak enak saat memakan ayam panggang yang aku buat?" Ana menaikkan sudut kiri bibirnya sambil melirik Ali."Tapi ayam malam ini memang terasa lebih enak dibandingkan sebelum-sebelumnya," Binar membela sang ayah.Binar menyandarkan kepalanya di bahu Ana. Sementara tangannya masih berusaha merogoh sebungkus keripik kentang yang hanya tinggal remahannya saja."Oh begitu? Jadi maksudnya kamu mau dibuatkan ayam panggang lagi besok?" kata Ana yang tangannya sudah berada di puncak kepala Binar.Binar mengernyih mendengar tebakan Ana. Sangat tepat sasaran.Zahir memerh
Baca selengkapnya
Ketika Pria Jatuh Cinta II A
Matahari mengirimkan cahayanya untuk menyelinap ke dalam setiap celah bumi termasuk kamar lantai dua kediaman Ali. Belum begitu menyilaukan tapi sudah jauh lebih terang dibandingkan lampu yang duduk di langit-langit kamar itu. "Putraku pasti sangat lelah, jadi biarkan saja dia tidur sampai agak siang.""Iya, Ayah. Mau aku bawakan madeleine juga ke situ?" Tubuh paruh baya yang duduk di kursi kayu dengan secangkir teh di tangannya mengangguk. Matanya menyipit menghalangi cahaya menusuk ke dalam. Dengan rambut panjang yang setengah kering Binar turun untuk mengambil kue yang sebelumnya ia tawarkan kepada Ali."Apa aku harus menambahkan kanopi atau gubuk kecil juga?" Ali bergumam sendiri.Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh pelataran yang ia buat di bagian paling atas rumahnya itu. Hanya ada dua tiang lampu, satu balai-balai besar, dan paket satu meja dua kursi. Terlihat kosong dan membosankan untuk Ali."Ayah mau menambahkan sesuatu di sini?" tany
Baca selengkapnya
Ketika Pria Jatuh Cinta II B
Binar mendahului Zahir untuk turun. Zahir mengekor sambil memerhatikan lagi tubuhnya, berusaha mencari sesuatu yang salah dari sana. Tapi tidak ada yang ia temukan. Ia berpikir, apakah ada sesuatu yang biasa menurut Zahir tapi terlihat aneh atau salah di mata Binar? "Selamat pagi, putraku!" Ali berseru ketika setengah badan Zahir sudah bisa ia lihat. "Maaf saya bangun terlalu siang." "Bicara apa kamu ini. Kamu pasti lelah karena perjalanan kemarin, jadi wajar saja kalau kamu butuh lebih banyak waktu tidur." Tidak juga. Sebenarnya Zahir butuh lebih banyak waktu tidur bukan akibat lelah menempuh perjalanan, tapi karena ia terus terjaga sampai pukul dua pagi. Alasannya apa lagi kalau bukan karena otak yang terus bekerja meski raga Zahir sudah merengek minta ditidurkan. "Ayo cepat duduk. Binar sudah memasak untuk sarapan kita," papar Ali yang sudah duduk manis di salah satu kursi. Dua dari tiga sisa kursi kosong juga telah ditempati oleh Binar dan Zahir. "Aroma masakannya sangat wan
Baca selengkapnya
Ketika Pria Jatuh Cinta III
"Wah cocok sekali!" Keluarnya Zahir dari kamar disambut dengan sorak pujian Ali. Mata pria itu menelusuri Zahir dari ujung kaki hingga kepala. Kaos putih polos kebesaran dengan lengan yang sedikit lebih panjang dari siku melekat sangat cocok di tubuh Zahir. Dipadukan dengan celana pendek hitam, bagi Ali penampilan Zahir jauh lebih menawan dibandingkan sebelumnya."Ayah tidak bohong, kan?" Zahir berusaha memastikan. "Kamu terlihat dua kali lipat lebih tampan dari sebelumnya. Ayah jujur," ungkap Ali."Kalau begitu saya akan meminjam yang ini saja," kata Zahir yang juga puas dengan apa yang sudah ia pilih untuk pakai."Tidak boleh cuma pinjam. Ini untukmu. Semua yang ada di dalam lemari itu juga untukmu."Mata Zahir terbelalak. Ia sangat senang. Tapi mana mungkin ia mengambil alih pakaian sebanyak itu?"Lagipula aku sudah tidak memakainya lagi. Binar juga sudah mengambil beberapa potong pakaian yang ingin dia pakai dari lemari itu. Salah satunya kaos yang sama persis dengan yang kamu pa
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status