Dinikahi Dosen

Dinikahi Dosen

Oleh:  Najma A  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 Peringkat
78Bab
28.7KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Amelia adalah seorang mahasiswi di salah satu kampus. Wanita berparas cantik itu tiba-tiba di minta oleh Dosennya untuk menikah kontrak alias sementara dengan alasan yang menurutnya tidak masuk akal. Disisi lain, sang Ayah terus mendesak Amel untuk segera menikah karena di umur tuanya sang Ayah ingin menyaksikan putrinya berbahagia. Segala usaha Amel lakukan untuk menemukan jodohnya dan saat ia menemukannya, ternyata pria yang ia idamkan dan ingin dinikahi justru memilih wanita lain. Alhasil, ia memutuskan untuk menerima lamaran dari Dosennya yang bernama Alvin Mahendra yang memintanya untuk menikah selama satu semester saja. Bagaimana kelanjutan kisahnya?

Lihat lebih banyak
Dinikahi Dosen Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Sri Hayati
ekstra part nya k...
2022-10-16 20:58:00
0
user avatar
Trisna Wati
cerita menarik tidak mudah di tebak
2022-08-23 03:15:59
1
78 Bab
Tiba-tiba ngajak nikah
Tatapan melototku sudah mulai pudar. Hanya saja, kepalaku mau tak mau harus celingukan ke kanan dan ke kiri. Bagaimana tidak terkejut, saat dosenku sendiri dengan gaya sok cool nya malah menawariku untuk membina bahtera rumah tangga yang katanya orang penuh asam manis itu."Nggak bisa Pak. Apa motif Bapak tiba-tiba mau menikahi saya?" tanyaku masih berusaha sopan, walau beberapa saat lalu, aku sempat berkata padanya 'Bapak sudah nggak waras?'Tatapanku tetap awas, khawatir jika ada yang melihat interaksi antara aku dan seorang pria tua menyebalkan di depanku ini. Perawakannya yang tinggi, membuat aku harus mendongak untuk menatapnya dengan tatapan tidak percaya. Menebak-nebak apa sih yang tengah mengganggu otak orang yang katanya cerdas melebihi Albert Einstein ini."Satu semester saja, kau harus jadi istriku Mel," katanya, dengan tatapan entah. Memohon sepertinya."Satu semester, maksudnya?" tanyaku tidak paham. Tadi katanya mau m
Baca selengkapnya
Nyogok
Halaman rumahku, menurutku adalah pemandangan terindah dari sekian banyak halaman rumah orang. Almarhum ibuku selalu membuatnya tampak aestetic, misalnya dengan memelihara rak-rak yang dipenuhi pot-pot yang ditumbuhi bunga-bunga yang cantik. Selain itu, tepat di bawah pohon jambu air, ada tempat duduk terbuat dari kayu ulin, yang sengaja di buat Bapakku untuk merayakan anniversary pernikahan Ibu dan Bapakku.Di samping rumah, ada kandang kelinci yang selalu aku rawat, karena makhluk kecil itu adalah kesukaanku. Tidak lupa, di belakang rumah, ada kandang itik, peliharaan ayahku yang berprofesi sebagai penjual nasi goreng keliling, juga penjual telur itik.Keluargaku, sudah cukup, aku tidak perlu banyak duit. Walau ya, terlepas dari itu, karena aku sebentar lagi lulus, jadi harus siap-siap untuk bekerja, untuk membantu Bapak membiayai hidup kami. Dan aku ingin memulainya dari bisnis kecil-kecilan, walau sampai saat ini, aku hanya berkutat d
Baca selengkapnya
Nazar
Aku ikut mendudukkan diri di ranjang, lalu mengintip untuk melihat apa yang tengah di tonton adikku di ponselnya."Minggir!" katanya ketus. Tangan kirinya mendorong bahuku untuk menjauh. Posisi dirinya kini tengah tengkurap sambil telinganya yang dipasang headset.Aku kembali mendekat. "Rafa," panggilku dengan cengiran khas sambil menoel-noel pipinya. "Apa sih? pasti ada maunya." Adikku menggerutu, mencari posisi nyaman dengan menggeser tubuhnya."Kamu nonton apa sih? sampai aku diabaikan gini? bokep ya?" selidikku curiga. Lalu menoyor kepalanya."Suuzon mulu," ucapnya tak terima lalu memposisikan dirinya duduk masih tetap serius menatap layar ponselnya. "Mau apa hah? nyuruh aku nyuci sepeda motor? ogah, aku lagi ngerjakan tugas nih.""Ngerjakan tugas apa? kok nggak ada buku atau pulpen di sekelilingmu, kamu nggak catat?" tanyaku."Gaptek banget. Ngerjakan tugas online lah. Pak guru nyur
Baca selengkapnya
Terima atau nggak?
"Tapi... bukan sama Bapak. Tapi, sama orang yang saya suka, cinta dan sayangi sepenuh hati. Lah Bapak, baru aja kita ketemu di semester ini, eh udah ngajak nikah aja." Aku meliriknya dari samping. Pak Alvin menoleh ke arahku, tersenyum meremehkan. Lah emang iya, wanita mana yang tak ingin menikah? tapi ya tidak juga dengan dipaksakan. Seperti dosen di sampingku ini. Demi nazar, dia malah mau ngajak-ngajak aku nikah sementara."Loh syarat nikah nggak mesti cinta. Yang penting, ada wali, kedua mempelai, akad, sah di mata Allah. Cinta katanya 'kan karena terbiasa. Tapi ya, karena saya nikahin kamu satu semester aja, ya saya rasa nggak bakal secepat itu jadi cinta." Tangannya sampai memukul setir, saking yakinnya terhadap perkataannya sendiri, ya tampaknya begitu. Dia sih enak, laki-laki. Tanpa cinta juga jadi. Tapi aku sebagai wanita, tentu tidak ingin ujug-ujug, tanpa tau a b c nya langsung nikah. Weleh, apalagi tanpa cinta? bukannya
Baca selengkapnya
Sudah Klik
Ruang tamu senyap di hari Minggu ini, tumben sekali. Rafa, adikku masih bergelut dengan selimutnya saat aku periksa kamarnya tadi. Padahal biasanya, sudah rame dengan kesibukannya mencuci sepatu di pagi Minggu.   Sedangkan aku, baru saja menyelesaikan acara mencuci baju bertumpukku dan telah usai menjemurnya di belakang rumah. Saat aku menyapu ruang tamu, kulihat Bapak tampak merenung. Membuatku akhirnya mendekat dan ikut duduk, lalu menyalakan televisi.  "Tumben televinya nggak dinyalakan Pak, malah melamun," aku berkomentar sambil memencet remote. Memindah-mindah channel televisi.  "Kamu dan Alvin gimana perkembangannya?" tanya Bapak tiba-tiba tanpa menanggapi perkataan ku. Ah, kenapa sih, Bapak sepertinya sudah kesengsem sama Alvin, sampai terus memikirkan pria itu.  "Loh kok tiba-tiba tanya itu Pak, kemarin kami udah ketemu. Dan ya, aku tet
Baca selengkapnya
Deg-deg ser
Sudah kuduga, berdalih karena tugas yang ditimpakan kepadaku, si dosen itu jelas memanfaatkannya untuk mengobrol tentang 'itu' lagi. "Saya udah bilang, kalau ranah pribadi. Skip, jangan paksa, pelecehan loh." Aku menatap tajam ke arahnya. "Heh, ngomong sembarangan. Saya laki-laki baik, tau etika dan tata krama, bahkan sumpah profesi saja saya hafal. Masa melecehkan mahasiswa, pantang lah." Dia mengibaskan tangan, balas melotot padaku. "Ya habisnya, Bapak maksa sih." Aku menyilangkan tangan di depan dada. Tak lama, waiters datang membawa dua minuman yang sudah kami pesan sebelumnya. "Saya cuma minta tolong kamu, karena minggu depan saya ada dinas keluar kota. Jadi, untuk pengumpulan tugas resume, dikumpulnya di kamu. Harus tulis tangan sendiri, enggak boleh diwakilkan. Mahasiswa itu pinter, tapi suka begoin dosen." Kalau enggak ada maksud, cuma memberi tugas doang, lah kenapa juga harus di cafe seperti ini. Seperti lagi kencan aja. "Iya lagian dosennya mau aja sih di begoin. Udah
Baca selengkapnya
Ngajak Duluan
Apa dia bilang? otakku mendadak sulit mencerna. Maksudnya, dia mau ngelamar aku gitu?"Saya bisa aja datang ke rumahmu. Untuk tujuannya, silaturahmi atau lebih, nanti saya putuskan," jelasnya, membuat sudut bibirku tertarik mau tak mau. Walau belum pasti kunjungan itu lamaran, tapi rasanya hatiku sudah berdebar-debar kencang mendengarnya."Maksud Kakak, ngelamar aku gitu?" tanyaku memastikan. Jangan sampai aku cuma ngehalu saja, 'kan kalau enggak kesamapaian, sakit."Mungkin." Dia seperti menahan senyum, dan itu sungguh manis. Oh, ini berita gembira bagiku, ternyata selama ini Ramdan memiliki perasaan padaku. Tuhan, terimakasih atas nikmat yang telah engkau beri padaku, bahkan saking sayangnya kau padaku, cintaku saja kau sampaikan pada hatinya Kak Ramdan."Kakak suka sama aku selama ini?" tanyaku dengan nada riang, hampir-hampir gigiku keliatan semua saking senengnya. Untung aja udah sikat gigi dan mandi pagi."Ya pasti suka. Kalau enggak, ya mungkin kita nggak ngobrol senyaman ini."
Baca selengkapnya
Harga Mahar
Tidak membutuhkan waktu lama untuk menunggu waktunya sidang skripsi. Ramdan dibalik kelembutannya memang memiliki semangat baja, enggak salah aku memilih dia sebagai calon imam masa depan.Sesuai jadwal sidangnya, hari ini aku ikut menjadi salah satu peserta yang akan menonton dan mengamatinya dari kejauhan. Melihat wajahnya yang biasa tersenyum, tampak sedikit berkeringat dan serius mempertahankan argumentasinya di depan para penguji.Ramdan, adalah jurusan pendidikan agama Islam, membuat dia benar-benar seperti tengah berkhotbah di depan sana. Aku semakin dibuat kagum oleh wawasan agamanya itu. Semoga, dia lulus dengan hasil memuaskan."Kak Ramdan udah mirip ustadz aja," komentar Tiara yang juga menatapnya kagum.Aku mengelap wajahnya, memperingatkan dia agar tidak menatapnya begitu. "Awas, tatapanmu nanti bikin wajah dia bolong."Tiara berdecak, mungkin sebal. "Haduh, belum juga jadi istri, udah ngelarang-larang cewek lain liatin Ramdan. Huh.""Lagian, kamu natapnya ala-ala pelakor
Baca selengkapnya
Sudah Mentok
Akhirnya, aku membiarkan Pak Alvin mengikutiku hingga ke toko kain langgananku. Bodo amatlah sama tingkahnya itu, sepanjang tidak menghambat perjalananku.Sesampainya di tempat, aku langsung bergerak ke dalam toko tanpa menunggu Pak Alvin memarkirkan mobilnya. Mataku langsung cerah rasanya karena disuguhkan berbagai model kain beserta harga terjangkau yang tertera di atasnya. Itulah kenapa, toko ini menjadi langganan ku. Selain kainnya yang berkualitas, dari segi harga juga begitu ramah dikantongku.Terlihat juga ada dua orang ibu-ibu yang sibuk memilih kain sambil berbincang di bagian ruangan 1. Aku langsung bergerak ke bagian ruangan dua, tempatku biasa menemukan kain polos dengan berbagai warna."Oh, jadi ini toko kain langgananmu?" tanya Pak Alvin, entah sejak kapan pria itu sudah berhasil menyusulku hingga kesini.Aku mengangguk tanpa menoleh ke arahnya, karena mataku memindai kain-kain itu. Minggu ini, aku sebenarnya hanya memerlukan kain berwarna pastel dan tosca, namun tak sa
Baca selengkapnya
Terima Lamaran
Mataku masih setia menatap langit malam. Membuka tutup ponsel tanpa ada yang ku hubungi. Hanya satu harapanku adalah, Ramdan segera mengirim pesan. Kesibukan apa sebenarnya yang membuat pria itu tidak membalas pesan dariku terakhir kali.Sudah dua minggu semenjak pesan itu dikirimkan, bahkan produk hijab pesanan konsumenku sudah hampir jadi. Belum ada tanda-tanda kedatangan tamu ke rumah. Aku mencoba mengingat lagi perkataanya tempo hari, barangkali aku hanya salah menafsirkan. Ramdan, tidak benar-benar akan datang melamar. Tapi, entah mengapa, kesimpulan yang datang adalah dia telah memberi harapan padaku.Ting!Reflek, mataku turun ke layar ponsel. Nama yang membuat jantungku meledak-ledak nampak disana. Akhirnya.[Besok, bisa ketemu?] tanya Kak Ramdan lewat pesan WhatsApp[Bisa Kak, dimana?] tanyaku. Walau sedikit kecewa, mengapa enggak secara langsung saja datang ke rumahku sekalian membicarakan perihal lamaran itu.[Di perpustakaan, maaf ya kemarin enggak sempet balas pesan kamu
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status