Love Between Blood and Tears

Love Between Blood and Tears

Oleh:  Metathea  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
25Bab
2.7KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

"Jadi apa lagi yang mau kamu jual dariku?" lirih seorang pria dengan tubuh yang dilapisi oleh darah nyaris seluruhnya. Di depan seorang lelaki berjenggot putih yang selalu ia panggil "Ayah" Juan tertawa terbahak-bahak. Setelah ibu dan kakak perempuannya, haruskah kali ini gadis tercintanya juga menjadi sasaran dari ketamakan ayahnya?

Lihat lebih banyak
Love Between Blood and Tears Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
25 Bab
Bersitegang
Sebatang rokok utuh sudah bertengger di mulut Antonio hampir lima menit. Manik mata lelaki itu menerawang ke langit-langit, sementara pikirannya melayang menuju masa lalunya. Sebuah rutinitas membosankan yang telah ia lakukan selama belasan tahun, terhitung sejak wanitanya tiada.Hawa di dalam ruangan itupun selalu sama. Lengang dan redup. Tidak banyak barang di sana. Bukan apa-apa, empunya memang tidak punya banyak barang untuk disimpan. Hal itu akan mempermudah Antonio ketika harus berpindah tempat tinggal dengan cepat dan efisien.Di sudut lain, gadis berambut hitam panjang terlihat sibuk dengan ponselnya. Sorot cahaya dari benda kotak itu mengenai wajah lesu Thea, gadis tadi."Jadi, Papa belum juga keluar dari penjerat itu?" suara parau milik Thea memecah kesunyian subuh hari itu."Kamu mendapatkan teror lagi?" Antonio terkesiap, membenarkan posisi duduknya agar lebih tegak."Tidak bisakah Papa menjawab pertanyaan tanpa balik bertanya?" Thea beranjak."Gant ...,""Ganti nomor pons
Baca selengkapnya
Pagi Berdarah
Juan masuk ke dalam mobil SUV berwarna biru yang terparkir tidak jauh darinya. Setelah menyalakan penerangan di dalam mobil, kedua tangan Juan membuka lipatan kertas dari Antonio tadi.Bola matanya menyapu seluruh tulisan yang tertera di sana. Beberapa detik kemudian, ia menyalakan mesin mobilnya. Dering ponsel di saku Juan berbarengan dengan deru mesin mobil yang ia tumpangi."Ya?" Juan mendekatkan ponselnya ke telinga setelah menggeser ikon telepon berwarna hijau pada layar."Segera ambil barangnya sebelum Master kembali ke markas pusat sore ini," ujar seseorang dari seberang telepon."Tenang saja, aku sudah mendapatkan alamat dan kata sandinya dari Tuan Antonio." tukas Juan sembari melirik kertas di tangannya."Ah iya, jangan lupakan tugas tambahanmu, Tuan Muda.""Hampir saja aku lupa," Juan langsung mematikan sambungan telepon sebelum lawan bicaranya menjawab.Ia tertegun sejenak, mengamati jalanan lengang yang mulai terang karena hari hampir mencapai pagi. Juan menyimpan kertas l
Baca selengkapnya
Membereskan Sampah
"Persetan dengan benar atau salah. Yang aku inginkan hanya fakta. Sisanya, tinggal memanipulasi fakta itu menjadi hal yang kau anggap benar." —Louis Collard, ketua kelompok Collard***Asap rokok mengepul tiada henti dari sebuah cerutu berwarna senada tanah liat. Tangan penuh suntikan tinta dengan berbagai pola itu dengan lihai memainkan cerutu di genggamannya. Sesekali menyesap ujung lain dari cerutu dan menghembuskan asap putih pekat. Wajah arogan dilengkapi dengan alis tegas dan mata tajam mengentalkan suasana tegang di dalam ruangan."Sudah berapa lama kau bekerja padaku?" tanya sang tuan pemilik cerutu."Ampuni saya, Master. Ja... jangan sakiti anak saya...," kata seorang pria berwajah pucat pasi yang berdiri di atas lututnya.Louis—tuan pemilik cerutu—mengangkat sebelah alisnya sembari mematik api, memanaskan ujung cerutu yang mulai layu. Kakinya yang dibalut sepatu hitam melangkah mendekati pria pucat tadi dan berhenti tepat di depan si pria. Telunjuk kanannya mengacung ke atas
Baca selengkapnya
Rindu
Bangku taman sepanjang satu meter menjadi tempat Antonio merebahkan tubuhnya. Setengah bagian kakinya menggantung karena tidak tertampung oleh panjangnya kursi."Besok ya? Bagaimana ini, apa aku boleh melewatkan pertemuan kita lagi tahun ini?" Antonio berbicara kepada dompet di tangannya.Lebih tepatnya kepada selembar foto perempuan berambut panjang ikal dengan warna kecokelatan yang ia simpan di dalam dompetnya. Ada beberapa bagian foto yang mulai rusak karena terlalu lama menempel pada lapisan bening pada dompet lelaki itu."Anak kita sudah sangat marah pagi ini. Kamu... jangan marah juga, ya? Aku tidak sanggup kalau harus menghadapi kemarahan kalian berdua...."Beberapa pasang mata milik pejalan kaki yang kebetulan lewat di depan Antonio memberikan tatapan yang memiliki arti negatif. Menatap dengan aneh, keheranan, dan ketakutan.Antonio tidak menggubris satupun tatapan. Kali ini ia sibuk menciumi kemudian mendekap dompetnya di dada. Air matanya meleleh kemudian mengalir semakin d
Baca selengkapnya
Banyak Hujan Hari Ini
"Kita sudah masuk area bandara. Bapak akan turun di terminal berapa?" tanya sang sopir Taksi.Thea menoleh ke arah Antonio dan menemukan lelaki itu sedang menatapnya dengan air wajah secerah mendung."Terminal berapa, Pa?" kali ini giliran Thea yang bertanya.Air mata Antonio hampir saja menetes tetapi tangannya bergerak lebih cepat menyekanya. "Oh iya. Tolong antar kami ke terminal tujuh.""Baik," sahut supir taksi.Thea kembali mengalihkan perhatiannya ke luar jendela dan memilih untuk tidak memperpanjang pikirannya tentang raut wajah sang ayah. Kendaraan roda empat itu berhenti tepat di titik di mana Antonio menginstruksikan sebelumnya. Gerimis turun semakin deras hingga berubah menjadi hujan ketika Antonio dan Thea sampai. Akibatnya mereka harus bergerak lebih cepat agar tubuh mereka tidak terlalu basah saat berpindah dari taksi menuju terminal bandara.Meski tidak kuyup, namun bagian kepala Antonio dan Thea menjadi basah. "Papa akan ke toilet sebentar. Kamu tunggu di sini ya,"
Baca selengkapnya
Ulang Tahun Kelabu
Langit sudah gelap dan tugas penerangan telah digantikan oleh lampu jalanan. Antonio mengangkat koper kecilnya untuk dibawa masuk ke dalam kafe. Mark menyambut kehadiran pelanggan yang baru saja masuk. "Selamat datang... Paman?" "Lama tidak bertemu, Mark. Apa Thea ada di sini?" Antonio berdiri di depan meja kerja Mark dan mulai membaca deretan menu yang disediakan di atas meja."Iya, Paman. Sudah hampir dua tahun." Mark menghentikan aktivitas tangannya yang baru saja selesai memasukkan tomat ceri dan selada di atas piring kemudian kembali berbicara, "Kakak ada di halaman belakang."Antonio menemukan beberapa menu minuman yang disisipi kata kopi dan langsung menentukan pesanannya. "Di sini ada kopi, kan? Tolong buatkan aku satu cangkir kopi yang pekat.""Baik, Paman. Akan saya buatkan setelah mengantarkan pesanan pelanggan," kata Mark sambil tersenyum kemudian melanjutkan aktivitasnya lagi.Antonio memilih untuk duduk di depan meja kerja Mark dibandingkan kursi pelanggan yang ada di
Baca selengkapnya
Ruang Bawah Tanah
Tak!Seorang pria berkaos hitam dan celana panjang warna senada menekan saklar hingga deretan lampu kecil yang tersebar di langit-langit ruangan menyala secara serempak. Ruangan itu dibangun di bawah permukaan tanah, berukuran lima kali tujuh meter dan dibuat tanpa sekat. Diisi dengan satu meja besar utama dan tujuh meja kerja yang dilengkapi dengan komputer."Huft...," pria itu menghela napas kemudian duduk di sebuah kursi kerja berwarna hitam.David, pria itu memeriksa lengan kirinya yang terlihat lebam dan mulai membiru. Meskipun terlihat begitu menyakitkan namun wajahnya tampak begitu datar. Tidak ada ekspresi tertentu seperti kesakitan atau semacamnya. Ia mengambil perban di saku celananya dan menutup luka lebamnya.Setelah luka itu terbalut seluruhnya, David menyalakan komputer di depannya dan berniat untuk menjalankan tahap akhir dari pekerjaannya hari ini."Kamu sudah tiba?" tanya sebuah suara yang bersumber dari dalam elevator.Seorang wanita berambut panjang dan terikat kelu
Baca selengkapnya
Adik Laki-laki
"Wah, aku disengat lebah atau apa?" Aroma pagi hari ini bagi Thea adalah aroma penyesalan. Wangi embun dan udara bersih masih kalah jika dibandingkan dengan dua mata gadis itu yang nyaris tidak bisa terbuka karena bengkak. Bagian kelopak dan kantong mata Thea membesar hingga menghambat matanya untuk terbuka sempurna."Harusnya aku tidur saja tadi malam. Kenapa harus menangis semalaman dasar bodoh!" kutuk gadis itu kepada dirinya sendiri.Mata Thea bengkak karena menangis nyaris semalaman. Bahkan ia tidak tidur sama sekali. Sesekali ia hanya beristirahat dari tangisnya dengan melamun, kemudian kembali menangis sampai beberapa belas kali.Muak dengan pantulan wajahnya di cermin yang sangat mengenaskan, Thea memutuskan untuk segera membersihkan tubuhnya agar bisa cepat-cepat mengunjungi Julie. Ia mau menghabiskan waktu sebanyak-banyaknya di depan pusara ibunya.Ketika waktu untuk memilih baju tiba, Thea baru sadar bahwa yang ia masukkan ke dalam kopernya adalah baju-baju santai. Tidak a
Baca selengkapnya
Membenci Fase Menjadi Dewasa (I)
Selesai saling serang dengan melempar godaan dan membuka aib satu sama lain, Mark memutuskan untuk memberi jarak antara dirinya dan Thea agar gadis itu bisa punya waktu berdua dengan Julie."Aku harap Kakak tidak menetap di sini sampai sore. Cuaca sedang tidak menentu akhir-akhir ini," kata Mark sebelum tubuhnya benar-benar pergi jauh dari Thea.Thea tersenyum kepada Mark lalu bertanya, "Kamu bisa menunggu beberapa menit, kan?" "Aku tunggu di tepi jalan sana. Aku pamit dulu, Bibi. Jangan lupa menjaga langkah supaya tidak masuk kubangan lumpur, Kak." Satu pesan terakhir Mark sampaikan sebelum akhirnya melangkah pergi meninggalkan Thea sendirian di depan pusara Julie.Tangan kanan Thea melambai mengantarkan badan Mark yang berjalan semakin jauh. Selanjutnya, waktunya gadis berusia dua puluh dua tahun itu mengambil beberapa menit untuk berduaan dengan tulang belulang ibunya yang terkubur beberapa meter di bawah tanah."Apa lagi, ya? Sepertinya semua yang mau aku beri tahu kepada Mama su
Baca selengkapnya
Membenci Fase Menjadi Dewasa (II)
"Bisa-bisanya sepagi ini sudah membuat pacarmu menangis sampai seperti itu!" bentak perempuan itu sambil terus menatap Mark dengan mata yang besar. "Bukan begitu, kami cuma...," Mark memotong kalimatnya setelah melihat kepala bus yang akan ia dan Thea naiki sudah terlihat. Dengan secepat kilat Mark melepaskan peluka Thea dan menyeka air mata yang melumuri wajah gadis itu dengan ujung bawah bajunya. "Ayo bersiap, bus kita sudah datang. Berhenti menangis, ya?" minta Mark sambil menatap mata merah Thea. Gadis itu mengangguk. Tangisannya berhenti bertepatan dengan bus yang juga tiba tepat di depan halte.Mark menggenggam tangan Thea dan mereka naik bersama ke atas bus. Mark merasa beruntung karena perempuan yang salah paham tadi tidak menaiki bus yang sama dengannya dan Thea. Meskipun hingga akhir mata perempuan paruh baya itu memelototi Mark yang sudah berada di atas bus. Mereka memilih dua kursi di bagian kiri belakang untuk duduk. Mark memberikan tempat duduk di sebelah kaca kepad
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status