Dermaga Penantian

Dermaga Penantian

Oleh:  Veny Agustina  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
Belum ada penilaian
9Bab
607Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Nayla Amira, gadis berusia 27 tahun. 3 tahun hidupnya ia habiskan hanya untuk menanti kepulangan kekasihnya. Sampai ia tidak menyadari jika ia tenggelam dalam sebuah harapan dan mengabaikan hidupnya. _______ Alga Wijaya, pria berusia 30 tahun. Menyimpan perasaan pada Nayla, tetapi ia sembunyikan karena Tania memiliki kekasih. Dan setelah kepergian kekasih Nayla. Alga berperan sebagai teman yang baik dalam kehidupan Nayla. Dengan sendirinya Alga mnjalani tiga tahun hidupnya hanya untuk menemani gadis itu. _____ Damas Ritonga, pria berusia 27 tahun. Menjalin hubungan Nayla selama 2 tahun, dan berniat melamar gadis itu. Karena terhalang oleh biaya, Damas memutuskan untuk merantau ke negeri orang. Berharap dengan itu ia bisa mengumpulkan biaya pernikahannya dengan Nayla, dan memiliki modal untuk kehidupan mereka bersama. ______

Lihat lebih banyak
Dermaga Penantian Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
9 Bab
Bab 1
Angin laut kian berhembus kencang ke daratan. Matahari sudah mulai turun, dan langit kini sudah berubah warna menjadi jingga. Tapi Nayla, gadis itu masih senantiasa berdiri di tempat pertama kali ia mengantar seseorang, yaitu sang kekasih yang pergi merantau ke negeri orang.Dari dermaga, tempat saat ini ia berdiri, Nayla memandangi laut luas yang tampak tak berujung. Beberapa kapal berukuran cukup besar sedang berlayar melintasi laut luas itu, dan beberapa kapal juga ada yang berlabuh di dermaga itu."Nayla!"Nayla tolehkan kepalanya saat seseorang menyerukan namanya."Mas Alga?" Nayla memperhatikan Alga yang berjalan menghampirinya, lalu berhenti dan berdiri berdampingan dengannya."Kamu masih di sini ternyata," ucap Alga, Nayla mengalihkan pandangannya, "aku nggak nyangka, setelah tiga tahun berlalu pun kamu masih nungguin dia ... dan selama tiga tahun itu juga nggak ada kabar dari dia.""Kamu sendiri, kan, juga tau, Mas, kalau hapeku hilang kemarin," Nayla mengulas senyum simpul.
Baca selengkapnya
Bab 2
Tiga tahun yang lalu...Nayla menatapi Damas yang tengah melamun. Entah apa yang sedang pria itu pikirkan. Mengabaikan nasi goreng yang kini sudah tersedia di atas meja di hadapannya.Ia ingin mengabaikan. Tapi tetap saja pandangannya tertoleh pada pria yang tengah memainkan nasi di depannya dengan sendok."Kamu kenapa, sih, Dam?" tanya Nayla akhirnya. Ia tidak bisa berdiam diri saja sebab pemandangan di hadapannya itu sangat meresahkan. "Kamu mikirin apa?" tanya Nayla lagi setelah tidak mendapat jawaban dari Damas."Nay," Damas meletakkan sendok di tangannya ke atas piring, benar-benar mengabaikan nasi goreng itu sekarang, "kamu pernah kepikiran buat nikah nggak?" tanyanya. Bukannya menjawab pertanyaan Nayla, pria itu malah balik bertanya.Nayla merasa sungkan untuk membahasnya. Tapi karena Damas sendiri yang memulainya lebih dulu, maka Nayla hanya perlu menjawab. "Pernah," jawabnya sembari mengangguk."Kamu mau nikah?" tanya Damas lagi.Nayla berkerut kening. "Sebenarnya kamu mau ba
Baca selengkapnya
Bab 3
Nayla masuk ke dalam kamar dengan semangatnya yang hilang entah kemana. Berdiri ia menghadap ke nakas, melihat foto berbingkai yang terpajang di sana. Tiga tahun berlalu, Nayla masih saja setia dan hidup seperti orang bodoh untuk seseorang yang bahkan belum tentu mengharapkannya lagi. Bertahan, berharap, dan menanti. Hari-harinya ia habiskan untuk sesuatu yang percuma, dan tentunya belum pasti. Ia merasa benar-benar bodoh, dan merasa ditipu. Mungkinkah kepergian pria itu hanya untuk menghindarinya? Iya, itu mungkin saja. Dua tahun menjalani hubungan dengan Nayla, bisa saja pria itu bosan. Ingin mengakhiri hubungan, tapi tidak tega dengan Nayla yang terlihat berharap akan dirinya. Hingga pergi tanpa sebuah kabar, dan tidak kembali menjadi jalan yang pria itu tempuh. Nayla melangkah dengan kebencian, juga kekecewaan menuju nakas. Menutup foto berbingkai itu hingga melihatkan bagian belakangnya saja. Nayla menghela nafas beberapa kali mengurangi rasa sesak yang seketika menghampiri. Ba
Baca selengkapnya
Bab 4
Keesokan harinya..."Makan siang, Nay ... jangan kerja terus," sapa Ketrin. Berdiri di depan meja kerja Nayla."Loh, udah masuk jam makan siang, ya?"Ketrin menghela nafas. "Makanya, Nay, cari pacar. Biar ada yang ngingetin buat makan."Nayla tersenyum saja. Ia membereskan dokumen di atas meja kerja lalu bangkit dari kursi kerjanya."Cariin makanya," sahut Nayla."Gaya-gayaan lo, minta cariin sama gue. Padahal banyak cowok yang ngantri di belakang lo itu," balas Ketrin ketus.Nayla tertawa saja. Menggandeng lengan Ketrin berjalan bersama menuju kantin untuk makan siang.Ketrin adalah teman Nayla yang berasal dari Jakarta. Sudah dua tahun wanita itu dipindah tugaskan ke daerah terpencil di desa Nayla tinggal. Sulit untuk Ketrin bergaul disebabkan cara bicaranya yang terkesan angkuh, menurut teman-teman kantor. Tapi tidak dengan Nayla. Ia berusaha menyesuaikan diri dengan perbedaan Ketrin. Dan untuk hubungan Nayla dan Damas, Ketrin sama sekali tidak tau tentang hubungan mereka. Yang Ket
Baca selengkapnya
Bab 5
Kesibukan orang-orang di depan sana tidak mampu mengalihkan perhatian wanita berusia 27 tahun itu dari lamunan. Kepalanya terus saja mengulang percakapan-percakapan serta kemungkinan yang Ketrin bicarakan. Ternyata kepalanya tidak mampu bersikap masa bodoh, seperti yang ia perlihatkan sebelumnya. Tidak mungkin! Itu hanya dugaan tak mendasar saja!Kalimat itu Nayla jadikan sebagai penghibur. Meski waktu penenangnya tidak berlangsung lama. Tapi setidaknya mampu mengurangi rasa sakit dikepalanya. "Iya, Damas bentar lagi pulang kok."Samar-samar Nayla mendengar percakapan itu dari luar sana, yang ternyata mampu mengalihkan perhatiannya kali ini. Nayla menyeringai miris. Bukan sekali, dua kali ia mendengar kalimat itu. Rasa berharap saat mendengar kata-kata itu kini berubah menjadi rasa bosan, muak. Usaha meyakinkan tanpa satu bukti kepastian membuat rasa lelah itu lebih menekan. Bahkan rindu terpendam itu kini berubah menjadi dendam. Niat meninggalkan itu semakin kuat saja meyakinkan.
Baca selengkapnya
Bab 6
Angin laut berhembus hingga ke daratan, memberikan kesan sejuk yang menyegarkan. Namun kesegaran itu tidak mampu menyejukkan hati Nayla yang terasa panas yang disebabkan oleh patah hati. Setelah memutuskan untuk menyerah atas segala penantian. Tidak bisa Nayla pungkiri jika hatinya lebih sakit dari sebelumnya. Rasa rindu yang semakin kuat membuat ia merasa menyesal atas keputusannya. Merasa terlalu mudah menyerah meski pun sudah tiga tahun lamanya ia menanti dalam ketidakpastian. Nayla mengangkat kepala. Pandangannya tidak sengaja menangkap sebuah dress yang tergantung dan terbungkus plastik putih transparan. Satu tahun lalu, Nayla membeli bahan kain dan menjahitkan bahan itu pada tukang jahit. Baju khusus yang ingin Nayla kenakan untuk menyambut kepulangan Damas nantinya. Tapi siapa sangka kalau pada akhirnya baju itu hanya akan menjadi pajangan saja dalam kamarnya. Sambil menanti kepulangan Damas. Nayla terus membayangkan saat ia mengenakan baju itu dan menyambut Damas pulang. P
Baca selengkapnya
Bab 7
Ketrin mendongak, mengalihkan pandangannya dari layar komputer di depannya, beralih ke atas meja, menatap plastik bertuliskan thank you di sana."Apaan, nih?" tanya Ketrin menoleh sekilas pada Nayla sembari meraih sesuatu yang dibungkus oleh sebuah plastik. Membuka pengikatnya, dan melihat isi di dalamnya. "Dress?" tanya Ketrin keheranan. "Buat gue?" tanyanya lagi memastikan dengan wajah heran. Nayla mengangguk. "Ah, seriusan lo?" Ketrin tidak percaya, "gue nggak suka dimainin kayak gini, ya."Nayla diam saja, tidak berniat memberikan penjelasan, hanya memandangi Ketrin biasa saja. "Beneran buat gue?" tanya Ketrin, meyakini jika dress itu memang Nayla berikan untuknya. "Tapi gue nggak lagi ulang tahun.""Emangnya harus nunggu kamu ulang tahun dulu, baru bisa kasih sesuatu?" Nayla balik bertanya. "Enggak, sih," sahut Ketrin cengengesan, "cuma gue bingung aja. Tumben-tumbenan amat lo ngasih gue beginian.""Ya kali, aku harus ngasih kamu dress tiap hari," kata Nayla, "emangnya kue da
Baca selengkapnya
Bab 8
Hati terasa tak tenang. Suasana terasa tak nyaman. Pandangan hanya mampu menyapu ruangan yang hanya diisi sepasang insan. Duduk berhadapan dengan meja sebagai pembatas antara keduanya. Nasi kotak juga jus buah tersedia di atas meja. Namun Nayla sama sekali tidak tertarik untuk menyentuhnya. "Ayo, makan."Suara ajakan itu seakan menegur Nayla, menyadarkannya dari lamunan. Namun bukan langsung menyentuh makanannya, Nayla justru memperhatikan Alga yang tengah nikmat menyantap makanan yang ia pesan. Ya, pada akhirnya Nayla tidak berhasil menolak tawaran Alga, dan pada akhirnya keduanya makan siang bersama, berdua, dalam ruangan Alga. _________"Makasih, Pak, tapi saya makan sendiri aja." Nayla berusaha menolak. Tak ingin terpengaruh dengan bisikan Ketrin, meski wanita itu memasang wajah bersalah. "Makan bareng saya dulu. Terima kasihnya nanti," sahut Alga tersenyum tipis pada Nayla. Nayla tidak langsung menyahut. Memandangi Alga memperjelas penolakannya. Namun bukannya menyerah, Alga
Baca selengkapnya
Bab 9
Sore itu Nayla pulang ke rumah. Merasa heran sebab di depan rumah Damas — gazebo, tidak lagi terlihat ibu Damas berada di sana, membanggakan putranya di depan teman-temannya. Nayla mengangkat bahu bersikap tidak peduli. Ibu Damas hendak melakukan apa pun, itu bukanlah urusan Nayla, selama itu tidak menyangkut pautkan dirinya.Nayla turun dari motor, memarkirkan motor itu di samping rumah. Berjalan sampai ke depan pintu mendapati sepasang sendal asing di sana. Berpikir jika sang bunda sedang kedatangan tamu saja. Baru saja Nayla menapakkan kaki di dalam rumah. Di ruang tengah ia mendengar samar-samar percakapan dari sana. Nayla mengenal suara itu. Suara sang bunda, juga ... ibu Damas. "Tolonglah, mbak, bujuk Nayla," ibu Damas terdengar memohon, "mbak, juga tau kalau Damas sangat mencintai Nayla ... kalau sampai Damas tau Nayla mengakhiri hubungan mereka seperti ini, Damas pasti merasa kecewa.""Aduh, bagaimana ya, Mar. Semuanya itu keputusan Nayla, aku nggak punya hak untuk ikut cam
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status