Wanita yang Kembali ke Masa Lalu

Wanita yang Kembali ke Masa Lalu

Oleh:  Rish Alra  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
5 Peringkat
100Bab
7.6KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Jovanka terbangun di lima tahun sebelum pernikahannya terjadi. Pernikahan yang menjadi penyesalan seumur hidupnya. Jovanka bertekad untuk menghentikan pernikahan yang hanya membuatnya menderita itu. Akan tetapi, mungkinkah baginya untuk menghentikan semuanya? Sedangkan keluarganya mendesak untuk menerima lamaran dari pria yang kini Jovanka benci setengah mati. "Jovanka, apa kamu lupa jika Revan adalah pria yang kamu kejar selama ini?" "Aku pasti sudah gila karena mengejar pria jelek sepertinya."

Lihat lebih banyak
Wanita yang Kembali ke Masa Lalu Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
default avatar
pepee.rahmah
Yyyaaah...qo balik lagi ke c Revan sih??
2023-07-31 07:14:10
0
user avatar
yenyen
back to the future and second chance is always interesting
2023-03-19 00:06:57
0
default avatar
Revi Reviandi
Ceritanya menarik ... keren banget ...
2023-01-06 09:03:33
1
default avatar
Revi Reviandi
Keren ... ditunggu kelanjutan ceritanya. Selalu setia menunggu
2023-01-06 09:02:29
1
user avatar
Van_Ok💜
CERITANYA BAGUS, YOK NEXT Upnya kakaQ (。’▽’。)♡
2023-01-06 08:29:35
1
100 Bab
01 | Terbangun di masa lalu
"Ha!"Jovanka terbangun dari tidurnya. Dia terkejut melihat ruang yang ia tempati saat ini. Ini ... adalah kamar tidurnya di rumah orang tuanya. Kenapa dia berada di sini? Bukankah seharusnya ia berada di mansion? Tempat dia dan suaminya tinggal setelah lima tahun menikah?Tapi ... perasaan Jovanka sedikit janggal saat melihat keadaan sekitarnya. Kenapa keadaan kamarnya tampak seperti saat ia masih berusia belasan tahun? Bukankah orang tuanya sudah mendesain ulang kamarnya menjadi lebih minimalis, supaya suaminya bisa menginap dengan tenang tiap kali mereka singgah ke rumah ini.Apa yang terjadi?Jovanka menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya. Dia berlari ke jendela untuk mengintip keadaan di luar. Kaki Jovanka melangkah mundur, dia shock melihat seorang pria paruh baya yang tengah menyiram tanaman di halaman.Itu ... itu pak Malik. Bukankah dia sudah meninggal tiga tahun lalu? Tepat dua tahun setelah Jovanka tinggal bersama suaminya. Jovanka bahkan datang ke acara pemakamannya.
Baca selengkapnya
02 | Lamaran
"Lihat, sayang! Revan itu serius mencintai kamu. Kamu tidak bisa menilai Revan seperti itu." Ibu Jovanka membela Revan. Revan cukup senang karena wanita itu mau membantunya keluar dari masalah ini. Akan tetapi, rasa kesalnya pada Jovanka masih belum hilang. Perempuan itu bisa-bisanya membawanya ke dalam situasi merepotkan seperti ini.Dia pasti sengaja."Kamu serius?" tanya Jovanka pada Revan. "Tapi ... kenapa aku melihat kamu seperti terpaksa?" lanjutnya ekspresi polos.Revan merapatkan bibirnya. Jika tidak ada orang tuanya dan orang tua perempuan itu, Revan pasti sudah menampar Jovanka karena sikap sok polosnya itu. Bagaimana pun juga, Revan tahu perempuan itu memang berniat mempersulit Revan, dan membuat Revan tersudut oleh keadaan."Aku tidak terpaksa. Aku serius melamar kamu." Revan tidak mengatakan yang sesungguhnya. Jelas, dia berbohong. Jika dia diijinkan berkata jujur, dia akan berteriak dan mengatakan, 'Ya, aku terpaksa! Mana sudi aku menikah dengan kamu!'"Oh. Tapi aku ma
Baca selengkapnya
03 | Kekasih Revan
Revan menghampiri seseorang yang sudah menunggunya di salah satu kursi cafe. Wajah perempuan itu sudah terlihat kesal. Mungkin dia sudah terlalu lama menunggu. Wajar saja, Revan terlambat sepuluh menit dari waktu janjian mereka.Karena tidak ingin membuatnya semakin kesal, Revan memutuskan untuk mempercepat langkahnya."Maaf, sayang. Aku terjebak macet tadi," ucap Revan penuh sesal. Dia sudah berusaha sampai di tempat ini dengan cepat, tapi keadaan benar-benar tidak berpihak padanya. Revan harus menunggu sampai arus lalu lintas kembali lancar.Perempuan itu tidak menjawab. Raut wajahnya tidak berubah. Tampaknya dia belum bisa meredakan rasa kesalnya pada Revan.Melihat itu, Revan menghela napas. Dia meraih tangan perempuan itu, menatapnya penuh sayang."Savira, aku minta maaf." Tangan Revan terangkat untuk mengusap kepala kekasihnya itu. Tidak satu pun orang yang tahu jika Revan masih berhubungan dengan kekasihnya. Sejak orang tuanya menentang hubungan mereka, Revan tidak lantas memut
Baca selengkapnya
04 | Memilih Cincin Pernikahan
Jovanka benar-benar tidak berhenti mengatakan sumpah serapah di dalam hatinya. Karena Ayah-nya benar-benar serius saat mengatakan dia akan menerima lamaran Revan. Padahal Jovanka sudah melakukan banyak cara dalam membujuk kedua orang tuanya supaya mereka berpikir ulang untuk menerima lamaran Revan. Jovanka tidak ingin kembali terjebak dalam pernikahan yang sama. Bersama Revan, ia tidak akan pernah bahagia. Pria itu hanya akan membuatnya sengsara seumur hidup.Jovanka benci saat ia melihat Revan tepat di depan rumahnya. Pria itu datang menjemputnya untuk mencari gaun pengantin dan membicarakan segala hal tentang persiapan pernikahan mereka. Ini bukan pernikahan yang Jovanka inginkan, sehingga sulit baginya untuk tersenyum. Bahkan sejak tadi, wajahnya tertekuk tidak senang. Jovanka terpaksa ikut dengan Revan karena desakan orang tuanya. Tidak lupa mereka juga melayangkan ancaman yang membuat Jovanka tidak bisa berkutik.Raut wajah Jovanka sudah masam sejak tadi. Dia masuk ke dalam mobi
Baca selengkapnya
05 | Hari Pernikahan
Savira berusaha tegar. Dia datang ke pernikahan kekasihnya sendiri. Sejak tadi, senyum di wajahnya terlukis dengan paksa. Dia menunjukkan jika dia baik-baik saja, padahal hatinya hancur melihat pemandangan di depan mata. Teman-temannya yang mengetahui suasana hati Savira yang sebenarnya, berusaha menenangkannya. Mereka mengelilinginya, dan memberinya banyak ucapan penyemangat. Mereka tidak ingin Savira bersedih karena ditinggal menikah oleh pria yang masih berstatus sebagai kekasihnya itu."Aku heran, kenapa Revan malah memilih menikah dengan perempuan lain?" tanya Marissa sinis. Dia menatap tak suka ke arah mempelai wanita yang duduk di atas podium tepat di samping Revan.Meski Marissa akui, perempuan itu cantik, tapi paras tidak berarti apa-apa jika dia perebut pacar orang."Lihatlah, mukanya yang busuk. Ah, aku sangat ingin mencakar wajahnya itu." Marissa menghela napas dengan kasar.Satu teman di sampingnya menyenggol bahunya untuk memperingati. "Hati-hati kamu kalo bicara. Jika
Baca selengkapnya
06 | Malam Pengantin
"Aku gak mau seranjang sama kamu!" pekik Jovanka.Mereka kini berada di kamar pengantin. Kamar yang sudah dihias sedemikian rupa itu tidak membuat suasana hati sepasang pengantin baru itu berbunga-bunga. Mereka justru malah bersitegang di malam pengantin mereka.Revan melonggarkan dasinya dengan gerakan kasar. Dia cukup lelah, dan kini masih harus menghadapi sikap menyebalkan istrinya."Kamu tidak perlu membuat keributan di malam pengantin kita," ucap Revan geram. Dia sedang tidak ingin bertengkar. Dia hanya ingin beristirahat. "Untuk malam ini saja, tolong jangan mempersulit keadaan. Aku lelah." Revan menghela napas. Dia beranjak ke kamar mandi.Tapi ucapan Jovanka membuat langkahnya berhenti."Kamu tidur di sofa. Dan aku akan tidur di ranjang.""Jovanka!""Aku tidak mau tidur denganmu. Dan aku juga tidak mau jika harus tidur di sofa." Jovanka merebahkan tubuhnya di ranjang, bersiap untuk tidur. Jovanka tidak peduli pada kemarahan Revan saat ini. "Jadi kamu yang harus mengalah."****
Baca selengkapnya
07 | Kurang Tidur
Revan keluar dari kamarnya dengan wajah kusut. Kantung hitam dengan jelas menghiasi kedua matanya. Revan berjalan dengan lelah, aura suram mengelilinginya, hingga tidak ada yang berani mendekat atau bahkan menyapanya.Hingga dia tiba di ruang makan. Di mana keluarganya dan keluarga istrinya sudah berkumpul untuk sarapan."Pagi.""Pagi," balas mereka semua. Mereka sama-sama menyimpan tanda tanya karena ekspresi Revan yang tidak biasa."Kakak terlihat lelah," cetus Adik Revan, bernama Venetta. Gadis berusia 17 tahun itu biasa dipanggil dengan sebutan Netta."Semalam aku tidak bisa tidur," jawab Revan. Pria itu menutup mulutnya dengan punggung tangan saat menguap. Dia masih belum cukup tidur, tapi hari ini ia harus mau bangun pagi. Pekerjaannya tidak boleh ditinggalkan. Apalagi Revan sudah memiliki seorang istri sekarang."Begadang, kak?" Netta menaik turunkan alisnya, berniat menggoda Revan. Tapi dia justru malah dihadiahi sentilan di dahinya.Netta mengaduh, dia cemberut pada ayahnya y
Baca selengkapnya
08 | Pindahan
Hari ini, sepasang pengantin itu pindahan. Revan menjemput Jovanka di sebuah Caffe, mengajaknya untuk mengurus semua keperluan rumah. "Apa kamu sudah melihat apartemen yang akan kita tempati?" tanya Jovanka. Dia sudah berada di dalam mobil, tepat di samping Revan yang sedang mengemudi. Sebenarnya dia cukup malas bersama pria itu. Tapi, Jovanka terpaksa membiasakan diri. Karena ke depannya, dia pun akan sering terlibat interaksi dengannya. "Ya. Bagiku cukup nyaman," jawab Revan seadanya. Dia sudah mempersiapkan apartemen itu seminggu sebelum pernikahannya. Untuk berjaga-jaga, jika orang tua mereka meminta mereka tinggal bersama. Revan memilih untuk memiliki tempat tinggal sendiri. Jika dia sudah mempersiapkan rumah untuknya dan Jovanka, baik orang tuanya maupun orang tua Jovanka, tidak ada yang bisa memaksa. Revan bebas tinggal bersama Jovanka di rumah mereka sendiri. "Akan lebih bagus jika kamu bisa membereskan tempat itu." "Kenapa aku?" Jovanka tampak keberatan. "Apa kamu semiskin
Baca selengkapnya
09 | Meminta Dijemput
Savira lekas mendekati Revan saat melihat pria itu datang ke kantor. Sudah cukup lama Savira menunggu, dia akhirnya bisa melihat pria itu."Revan."Savira tertegun. Dia baru bicara, tapi Revan langsung mengangkat tangannya, memberi instruksi pada Savira untuk diam tidak bersuara.Savira mungkin seharusnya berusaha mengerti, karena dia melihat Revan tengah menerima telepon dari seseorang. Tapi entah kenapa, dia tetap merasa sakit. Tujuannya menemui Revan adalah supaya Revan tidak lagi mengabaikannya. Tapi bahkan tindakan sekecil ini pun mampu membuat Savira sakit."Revan." Savira tidak menyerah. Dia menarik ujung pakaian Revan, berharap pria itu mau melihat ke arahnya. Tapi Revan menyingkirkan tangan Savira, dan tetap fokus dengan teleponnya.Savira mengepalkan kedua tangannya. Apa kini dia sudah bukan prioritas utama pria itu lagi? Kenapa Revan bisa-bisanya mengabaikan Savira seperti ini?"Ada apa? Apa kamu tidak lihat aku sedang menerima telepon?" cecar Revan setelah selesai dengan p
Baca selengkapnya
10 | Revan Marah
"Kamu seharusnya menungguku, bukannya memilih diantar oleh seorang pria asing."Jovanka memegangi pelipisnya. Dia pusing mendengar Revan yang mengikutinya sambil mengoceh. Apa pria itu masih belum puas mengeluarkan kekesalannya? Apa Revan tidak tahu jika Jovanka sama sekali tidak peduli dengan rasa keberatan Revan?"Cerewet!" Jovanka berbalik, menatap Revan dengan tajam. "Yang penting sekarang aku sudah berada di rumah. Untuk apa kamu masih mengomel?""Aku bicara seperti ini supaya kamu tidak mengulangi kesalahanmu itu," ucap Revan.Jovanka tertawa sembari mengibaskan tangannya tidak percaya. "Apa kamu yakin? Apa kamu akan benar-benar menghampiri aku saat aku sedang kesusahan?""Tentu saja. Bagaimana pun juga, kamu itu istriku," jawab Revan mantap."Istri terpaksa." Jovaka bergumam mencibir. Dia tahu Revan tidak pernah sepenuh hati mengakuinya. Bahkan dulu, pria itu tidak sudi menyebut Jovanka sebagai istrinya.Jika dulu Jovanka akan berusaha menjadi istri yang baik supaya Revan bisa
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status