Jodoh Pilihan Ibu Tiri

Jodoh Pilihan Ibu Tiri

By:  Author Ara  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 ratings
17Chapters
548views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Maya, seorang wanita pekerja keras, ia bekerja sebagai kasir di sebuah minimarket. Dengan dedikasi dan kerja kerasnya, ia berhasil menjadi karyawan tetap. Namun, di usianya yang sudah 29 tahun, tekanan dari lingkungan sekitarnya membuatnya merasa harus segera menikah. Kehidupan Maya berubah saat ibu tirinya datang dengan pria muda yang dijodohkan dengannya. Pria itu bernama Raka yang berusia 24 tahun. Raka memiliki perbedaan usia yang cukup jauh dan asal usul yang tak jelas. Maya merasa bingung dan ragu. Apakah cinta bisa berkembang dengan perbedaan usia itu?

View More
Jodoh Pilihan Ibu Tiri Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
MamGemoy
Penasaran kelanjutannya, semangat Thor ......
2023-10-06 07:39:19
0
user avatar
Jasmine
Dari terpaksa dijodohin, akhirnya gimana ya? Penasaran!(⁠^⁠^⁠)
2023-08-29 08:42:17
1
17 Chapters
1. Di Usir
Seorang pria memasang ekspresi datar ketika ia mendengarkan ayahnya yang sedang menceramahinya tentang masalah perjodohan. "Ayah sudah tua, jadi kalau ada penerus perusahaan kita nanti--" belum selesai Hartono mengatakan itu, Raka memotong pembicaraannya cepat. "Ayah bicara apa? Ayah mau mati? Iya?" Tanya Raka dingin, matanya menatap Hartono tajam. Ia masih ingin Hartono menemaninya dalam beproses memajukan perusahaan. "B-bukan seperti itu maksud ayah. Kalau ada seorang cucu, nanti perusahaanmu beralih ke dia. Dan ayah sudah kenal perempuan yang cantik, tubuhnya bagus, dia wanita karier. Kamu harus menikahi dia," jawab Hartono sedikit gugup, Raka jika marah mengeluarkan aura yang menyeramkan. Semenjak Cheryl meninggal, Raka tidak pernah tersenyum dan selalu mudah marah. "Betul, apa yang di katakan oleh Tuan Hartono. Pilihannya baik, tidak mungkin buruk. Menikahlah," suara asisten yang selalu membersamai Hartono itu angat bicara. Raka berdiri. "Demi keuntungan bisnis kan? Siapa di
Read more
2. Tersesat Di Pasar
Raka menghela napas lega, akhirnya ia bisa lolos dari kejaran wanita menor. "Tapi, aku harus kemana sekarang?" Tanyanya bergumam, mobil pick up mulai bergerak. Ia tidak bisa turun apalagi melompat. Namun itu juga menguntungkannya agar bisa pergi jauh dari Hartono. Selama perjalanan yang cukup lama itu, mobil pick up tiba di sebuah pasar yang berada di perkampungan desa. Raka yang merasa pick up berhenti. Ia segera membuka terpal, ia sampai merasakan sesak karena oksigen yang di hirupnya terbatas. "Astaga," Raka melihat sekeliling, ia terkejut dirinya berada di suatu tempat yang asing, tempat yang tidak pernah ia kunjungi. "Aku dimana?" Raka bertanya bingung. "Hey! Kau siapa?" Seorang pria memakai kaos coklat itu terkejur dengan kebaradaan Raka di belakang.Raka menoleh. "Maaf, aku hanya menumpang kendaraanmu," ucapnya merasa bersalah. "Oh, jangan pikir hanya dengan menumpang kendaraanku, kau dapat tumpangan secara gratis, huh?" Pria itu memarahi Raka, ia merasa kesal. Ya, Raka
Read more
3. Kartu ATM Terbatasi?
"Kamu, sampai kapan fokus kerja terus? Kamu juga butuh menikah, di nafkahi, di bimbing sama laki-laki. Dan punya anak. Kamu menolak laki-laki pilihan ibu ini?" Manda sedikit kesal, padahal menurutnya Raka ini cukup tampan dan gagah, tapi Maya tidak tertarik sama sekali. Maya menghela napas lelah. "Aku bukan menolak, tapi aku tidak mengenal siapa dia dan darimana asalnya. Menikah itu seumur hidup dengan orang yang sama. Memangnya, ibu mau aku salah pilih laki-laki?" Maya seakan tidak mau kalah dalam berdebat. Ia mempertahankan alasan terkuatnya agar Manda tidak memaksakanya lagi untuk membahas soal pernikahan. Manda berdiri dan menghampiri Maya. "Kalau begitu, kamu kenalan sama dia. Bukan marah-marah sama ibu begini. Kenal baik-baik, cocok, menikah. Mudah kan?" Ia berusaha sabar dengan sifat keegoisan Maya. Ia juga ingin melihat Maya di perlakukan romantis dan spesial oleh seorang suami. Maya menatap Manda datar. "Hmm, tapi aku tidak tau cocok tidaknya aku sama dia," ia melirik seki
Read more
4. Permintaan Maya
Setelah gagal melakukan penarikan, Raka hanya mempunyai sebuah ide. Menjual jam tangannya. Benda yang selama 2 tahun selalu ia pakai kemanapun ketika melihat waktu. "Aku akan menjualnya di sosial mediaku," Raka tersenyum bangga. Lebih cepat dan praktis. Namun, suara hatinya tiba-tiba berkata jangan melakukan itu. "Ya ampun! Aku baru ingat kalau aku menyembunyikan identitasku. Jika aku menjual jam ini sekarang di sosial media, semua orang akan tau keberadaanku dimana termasuk ayah," ucap Raka, ia mengurungkan niatnya dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana. "Apa ... aku jualnya di pasar saja ya?" Tanya Raka, tidak ada tempat lain kecuali pasar, mengenai ia sekarang berada di sebuah desa perkampungan tentunya tidak sama dengan perkotaan yang beberapa di antaranya ada supermarket dan Mall. Dan Raka menuju ke sebuah pasar. Tiba di pasar Raka mencari penjual jam tangan. Ia melangkah mengelilingi sekitar pasar. Setelah menemukan penjual jam tangan, Raka mulai berbicara
Read more
5. Cincin Dan Kebaya
Raka terdiam. Ia sampai tidak kepikiran hal itu, ia lupa membeli dua cincin. Ia terlalu memikirkan jumlah uangnya. Ia takut uangnya habis. "Maaf. Aku lupa beli dua cincin, karena saat membeli, aku hanya mengingat namamu saja," ucap Raka merasa bersalah. Sekarang, Maya marah dan ia gagal membuat Maya bahagia. Biasanya jika wanita manapun setelah di belikan sebuah cincin lamaran, pasti bahagia dan tersenyum senang, tapi reaksi Maya berbeda justru marah-marah hanya masalah kecil saja. "Lalu, dimana maharku? Apa kamu sudah dapat mahar yang aku minta? Mahar satu juta, ya," desaknya tidak sabaran. "Kalau mahar, maaf banget. Uangku habis," Raka menjawabnya dengan lesu. Ia terpaksa berbohong kepada Maya. Uangnya belum habis, ia sengaja agar Maya tidak semakin curiga jika ia sebenarnya memiliki uang yang cukup untuk mahar Maya. "Lihat sendiri kan, ibu? Dia saja tidak memberikanku mahar. Dan ibu memaksaku menikah sama dia?" Maya menunjuk Raka yang hanya diam. "Tapi, aku membelikanmu kebaya
Read more
6. Ngebut, Rok Batik Sobek!
Keesokan harinya, Maya bersiap-siap dan sarapan sebelum ia pergi Kantor Urusan Agama. Ia akan menikah dengan Raka hari ini. "May, kenapa kamu belum ganti kebaya juga?" Tanya Manda heran, ia menatap Maya masih memakai kaos biasa. Raka menatap Maya yang belum dandan atau memoles wajahnya. "Kamu mau ganti kebaya, atau aku yang gantiin?" Tanya Raka dingin. Maya yang sedang memakan mie instan dengan lahap pun tersedak. "O-oh tidak perlu. Aku bisa ganti kebaya sendiri," ia jadi salah tingkah sendiri. Kenapa Raka se-gamblang itu mengucapkan kalimat sedikit mesum tadi? Pipi Maya terasa panas, ia segera menunduk dan berlari ke kamarnya. Bisa gawat jika Raka benar-benar yang memakaikan kebaya di tubuhnya. Manda tersenyum, ternyata Raka semudah itu mengambil hati Maya. "Sampai Maya salah tingkah begitu, gara-gara nak Raka.""Sebaiknya Maya memakai kebaya dari rumah. Agar saat tiba di Kantor Urusan Agama, aku tidak perlu menunggu terlalu lama. Dan pernikahan segera di langsungkan oleh penghu
Read more
7. Sah! Mahar 500 ribu?
Raka mendengar omelan Maya hanya tersenyum. 'Maaf, aku buru-buru dan ingin segera sah menjadi suamimu. Aku tidak tau apakah nanti aku bertemu dengan ayah atau wanita itu. Aku tidak mau di jodohkan dengan wanita yang gila harta,' batin Raka dalam hatinya. Karena menikah itu seumur hidup, ia ingin mempunyai istri yang menerima apapun keadaannya dan bersyukur. Saat tiba di Kantor Urusan Agama yang dekat dengan warung pecel lele, Maya langsung turun dan memeriksa sobekan rok batiknya yang melebar sampai lutut. Sobek dari menyamping. "Raka! Kamu lihat? Rok batikku sobek! Masa iya aku nikah roknya sobek?" Bibir Maya cemberut. Ia menghentakkan kedua kakinya kesal. "Sini," Raka meraih tangan Maya dan ia beralih di posisi kiri untuk menutupi sobekan rok."Tidak perlu malu, aku akan berada di sampingmu. Tenang saja, sobekanmu tidak terlihat oleh siapapun," Raka berkata tanpa menoleh menatap Maya. 'Astaga, kenapa dia se-perhatian ini?' Batin Maya bertanya-tanya. Ia menatap wajah tampan Raka
Read more
8. Di Cium? Di Peluk?
Disinilah Raka mengajak Maya makan di warung pecel lele. Tapi, selama Maya makan, wajah istrinya itu murung dan seperti tidak selera makan. "Kamu masih kepikiran sama yang tadi?" Raka bertanya hati-hati, ia mengerti bagaimana perasaan Maya. Ia merasa bersalah telah membuat Maya dan Manda di permalukan masalah mahar. Maya meletakkan sendok dengan sedikit membantingnya. "Kamu sengaja ya mempermalukan aku? Kamu pura-pura tidak ingat?" Maya menoleh dan menatap Raka dengan tajam. Raka mengernyit, kenapa Maya tiba-tiba marah? "Kamu mempermalukanku, Raka. Apa kamu pura-pura lupa dengan apa yang aku katakan kemarin? Kamu lupa berapa mahar yang aku minta? " Maya memberikan rentetan pertanyaan kepada Raka. Tidak mungkin Raka lupa. Tapi Raka berpura-pura lupa. Raka mengangguk mengerti. Ia tau berapa jumlah mahar yang diminta oleh Maya. "Mahar satu juta kan?" Tapi ia tidak memberitahu Maya yang sebenarnya jika ia langsung memberi mahar sebanyak itu ke Maya, uangnya dari hasil menjual jam tan
Read more
9. Pamit Cari Kerja
Saat Raka baru saja masuk ke dalam kamar, Maya mengambil tikar dan melemparkannya di lantai. "Kamu tidur disitu saja ya? Jangan coba-coba tidur di sebelahku," ketus Maya. Ia tidak peduli Raka kedinginan, padahal udara di kamarnya terasa hangat. "Kenapa di lantai lagi?" Raka merasa bosan, tidak bisakah ia tidur di samping Maya? Ia tidak akan memeluk wanita itu, ia akan tidur dengan posisi yang membelakangi Maya. "Aku cuma tidak mau kamu bertindak lebih seperti menyentuhku. Kamu harus tau, aku belum siap punya anak," Maya naik diatas kasur, ia merebahkan tubuhnya yang terasa lelah. "Kasih aku bantal dan selimut," pinta Raka cuek. Tidak mungkin ia tidur tanpa bantal dan selimut. Tidur di lantai membuat kepalanya tidak terasa empuk. "Kamu lihat? Bantalku cuma satu. Dan selimut juga punyaku. Maaf, kamu bisa tidur dengan tikar itu saja sudah cukup," seakan tak mempedulikan Raka, Maya menghadap ke tembok dan memejamkan matanya. Lebih baik ia tidur daripada berbicara terus dengan Raka. S
Read more
10. Sudah Nikah Ya?
"Aku berangkat dulu ya bu, daripada telat sampai toko," Maya melihat jam tangannya, sudah pukul 6 pagi. Ia harus segera sampai di tempat kerjanya. "Kamu carikan suamimu pekerjaan dong. Kalian kan bisa kerja bareng," Manda tidak tega Raka mencari pekerjaan di desa dengan luntang lantung tanpa mengenal siapapun. Maya menggeleng. "Maaf, bu. Belum ada lowongan. Raka bisa cari pekerjaan di tempat lain saja," tolak Maya mentah-mentah. Ia langsung bergegas pergi. Ia mengambil sepeda dan mengayuhnya. Hanya sepeda menjadi kendaraan satu-satunya untuk berangkat dan pulang kerja. "Maya! Kamu kenapa tidak peduli dengan suamimu?" Manda berdiri dan melangkah ke halaman rumah. Ia sampai lupa tidak menggunakan sandal. Tapi Maya sudah mengayuh sepedanya cukup jauh. Manda tidak bisa mengejar Maya. "Tidak apa-apa, bu. Aku bisa cari pekerjaan sendiri," hati Raka sedikit kecewa saat Maya mengabaikannya dan tidak peduli dengan hidupnya. Ia mengerti kenapa Maya bersikap seperti itu. Mahar yang tidak se
Read more
DMCA.com Protection Status