SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN

SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN

Oleh:  Yunita  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
8
4 Peringkat
28Bab
12.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Seorang pembisnis sukses bernama Gilang Pratama Jundi berserta anak dan istrinya memilih tinggal di kota demi sang Ibu, mereka hidup sederhana di kampung halaman. Namun kehidupan di pedesaan tidak setenang yang mereka bayangkan. Perlahan satu persatu orang mencurigai penghasilan keluarga Gilang yang terlihat berkecukupan, sementara Gilang sendiri tidak bekerja. Itulah awal masalah yang harus di hadapi keluarga Gilang. Bagaimana keluarga ini menghadapi kecurigaan para warga yang mengusik dan membuat kehidupan keluarga Gilang tidak nyaman? Yuk baca kelanjutannya.

Lihat lebih banyak
SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
raden batujaya
sip lah cerita nya
2023-01-29 12:36:58
0
user avatar
Mblee Duos
Aku termasuk pembaca setia cerita kakak. Ceritanya seru soalnua... . bila berkenan mampir dan support balik cerita aku yuk!... MAMA MUDA VS MAS POLISI. terimakasih.
2022-09-08 00:11:23
1
user avatar
Supian Khalid
mahal kali buka bab nya
2022-09-03 00:08:33
0
user avatar
shinji haruyuki
per bab terlalu mahal sampai 24 koin untuk membuka bab 8
2022-08-31 11:22:09
1
28 Bab
Bab 1. DI RENDAHKAN
“Mas, apa tidak sebaiknya Mas Gilang, dan Mbak Fitri cari kerja di kampung ini?” ucap Dea. Ia merasa risi, semenjak kedatangan keluarga Gilang Kakak iparnya, yang baru pindah dari kota sekitar dua minggu lalu. Gilang dan Fitri, bersama satu anaknya yang berusia enam tahun, bernama Mentari. Sementara rumah yang mereka tinggali saat ini, hanya rumah berukuran kecil, itu pun milik Ibu mereka. Meskipun demikian, Gilang dan keluarganya selalu terlihat santai. Membuat Dea merasa tidak nyaman. “Kerja? Kerja apa Dea? Di desa ini, mata pencaharian penduduk rata-rata bertani. Mas Gilang, dan Mbak Fitri ini tidak bisa tani, ”jawab Fitri dengan santai. “Ya sudah, kalau tidak bisa bertani, Mas Gilang bisa kerja bangunan, dan Mbak Fitri bisa berjualan.” Fitri dan Gilang hanya saling tatap satu sama lain, keduanya melepas senyum ke arah Dea. “Iya, iya. Nanti Mas nyari kerja,” jawabnya sembari meminum teh hangat yang ada di hadapannya. Pagi hari, terlihat Ibu sedang duduk seorang diri, tangann
Baca selengkapnya
Bab 2. KECURIGAAN DEA
“Apa? Kamu barusan bilang apa De?” tanya Fitri serius menatap Dea. “Sudahlah, intinya aku nggak suka Mbak Fitri memakai uang tanpa perhitungan. Pemborosan saja!” “Mbak tanya sama kamu. Yang buat boros itu siapa De?” “Masih nggak ngerasa juga ya Mbak? Sering masak ini, masak itu, bikin kue segala, apa itu nggak bikin boros?” tukas Dea dengan lancang. “Loh..., memangnya kenapa? Toh, makanannya habis semua, nggak ada yang terbuang sia-sia?” timpal Fitri.Dea memutar bola matanya malas. Tak lama ia pun berlalu meninggalkan Fitri seorang diri. “Apaan si maksud si Dea?” gumam Fitri sembari menggaruk-garuk kepalanya bingung. **** Sore hari Fitri sedang menyuapi Mentari di teras rumah, tiba-tiba seorang penjual baju berhenti dan menggelar dagangannya begitu saja di teras rumah Bu Aminah.Sesekali memanggil para ibu-ibu dengan panggilan khasnya. Tak lama para tetangga pun berbondong-bondong datang menghampiri si pedagang dan langsung memilih barang barang yang tergelar. “Ini berapa Ba
Baca selengkapnya
Bab 3. MEMAKAI BARANG TANPA IZIN
"Apa yang Mbak lakukan pada istriku?" hardik Diki menatap Fitri tajam."Jaga ucapan kamu ya De, kamu pikir kami penjilat? Seenak kata kamu tuduh kami memakai uang kamu!''"Buktikan! Buktikan kalau ucapanku salah. Kamu pikir aku nggak berani sama kamu?" Dengan cepat Dea menyerang Fitri. Diki dan Gilang mencoba memisahkan keduanya dengan memegangi istri mereka masing-masing."Sudah Sayang.... Sabar, jangan begini.""Dia terus terusan nuduh kita memakai uangnya Mas, pantang bagi aku di rendahkan seperti ini!'' jawab Fitri sambil terus meronta. "Nuduh? Siapa yang nuduh? Kalian memang memakai uangku, uang suamiku, orang -orang malas dan miskin seperti kalian memang pantas di rendahkan!" balas Dea yang sama tak mau kalah."Diki! Bawa istrimu ke kamar! Cepat!'"Baik, Mas." Dengan sedikit paksaan Diki menarik tubuh Dea dan masuk kedalam kamar.Sementara Gilang terus menenangkan Fitri. Beruntung Mentari dan Icha tidak menyaksikan keributan yang terjadi, saat melihat Dea yang mulai berkata
Baca selengkapnya
Bab 4. SOK KAYA
"Mas, apa kamu tau sampai kapan kakakmu di kota?" tanya Dea."Hmmm, katanya cuma satu mingguan De.""Apa? Cuma satu minggu?"Diki mengangguk, dengan tatapan yang masih fokus ke layar laptop di hadapannya."Aku mau mereka tidak tinggal di sini Mas," keluh Dea."Loh, tidak bisa begitu De, mau tinggal dimana Mas Gilang kalau tidak k di sini?""Ya terserah mereka, bukankah ini rumah kamu ya Mas?""Ini rumah Ibu De.""Iya, tapi rumah ini jatah buat kamu kan?""Ibu belum membaginya.""Kalau begitu aku mau bicara sama Ibu supaya Ibu cepat membaginya.""Jangan De. Itu namanya tidak sopan.""Kalau tidak begitu, nanti bagaimana kalau tidak adil?""Tunggu saja nanti sampai Kak Gilang pulang. ya?"Dea terdiam, pikirannya menjadi tak tenang."Oya Mas, mana jatah buat Ibu bulan ini? Biar aku yang kasih."Diki segera merogoh tasnya, dan mengambil sebuah amplop berisi uang. "Berapa ini Mas?""Seperti biasa De, sejuta setengah.""Tambahin Mas, biar dua juta."Sekilas Diki menatap Dea aneh, biasanya D
Baca selengkapnya
Bab 5. Selalu Curiga
Di pagi hari yang cerah, seorang wanita muda mendatangi rumah Bu Aminah. "Assalamualaikum?" Dea yang saat itu sedang berada di teras rumah, langsung menyambutnya dengan ramah. "Waalaikumsalam... Eh, Mbak Rini, tumben. Ada apa Mbak? Ayok, silahkan masuk.""Iya Mbak." jawab Rini sedikit kaku, lalu ia pun mengikuti langkah Dea menuju ruang tamu."Silahkan duduk.""Maaf Mbak Dea, saya dengar dari orang-orang, Mbak Dea sedang mencari pengasuh ya? Kalau benar, saya bersedia Mbak.""Ooh, iya benar. Boleh, kalau Mbak berminat.""Allhamdulillah, terimakasih Mbak Dea," ucapnya bersemangat. "Oya, bukannya Mbak Rini ini, anaknya ada yang di kelas lima ya?'""Benar Mbak, si Agus kelas lima.""Ooh, dia murid saya mbak, jadi jangan panggil saya, " Mbak "ya? Panggil aja Bu Guru,"ucap Dea dengan nada menekan. "Oh, iya Bu guru, maaf.""Begini Rin, kamu di rumah ini khusus buat jagain anak saya si Icha, jangan lupa jam makannya, jam tidur siangnya, dan jangan sampe Icha jajan sembarangan ya Rin."R
Baca selengkapnya
Bab 6. Hasutan Dea
"Benar-benar nggak bisa di biarin tuh bocah, semakin hari semakin jadi aja songongnya."Fitri bergegas menuju rumah Bu Aminah, di ikuti langkah Gilang dari belakang. "Sabar Sayang, nasehatin saja dia, ingat jangan sampe kasar lagi," ucap Gilang yang terus mengikuti langkah Fitri.Saat tiba di rumah Bu Aminah, terlihat Dea tengah berbicara di ruang makan dengan Ibu mertuanya."Fit, ini kenapa di bawa kesini semuanya? Yang tadi pagi saja masih banyak," tutur Bu Aminah memegang mangkuk kaca berisi rendang."Sepertinya ada yang mau lagi Bu, sampe ngambilnya nggak bilang-bilang." Fitri menoleh ke arah Dea yang mematung. "Loh, siapa? Dea?""Siapa lagi Bu? Dia tuh emang punya ilmu tapi nggak pernah di pake ya? Main nyelonong ke rumah orang aja, ngambil makanan, apa nggak malu?" Hardik Fitri di hadapan wajah Dea. "Sudah yang, jangan begini. Mungkin Dea nggak tau.""Kalau nggak tau seharusnya dia nanya dong Mas, jangan begini caranya. Bukan masalah rendangnya, tapi dia udah nuduh aku kele
Baca selengkapnya
Bab 7. Kecurigaan yang Salah
Malam itu, semua mata terjaga menunggu di dalam rumah Pak Agus, dan ada dua orang menunggu di rumah Mbok Inah, untuk menangkap sosok binatang yang di duga celeng itu. "Pak Agus, tadi aku liat Mas Gilang keluar Pak, dia jalan ke arah sana, keliatannya buru-buru," ucap seorang warga yang baru saja datang dengan napas tersengal-sengal. "Mau kemana dia?" jawab Pak Agus yang dijadikan ketua dalam penjebakan malam itu."Tidak tau Pak, kalau begitu malam ini kita harus benar-benar fokus, tangkap itu Celeng.""Oke! Kita tunggu aba-aba dari si Udi yang sedang menunggu di rumah Mbok Inah."Jam menunjukan pukul 1 malam. Kring..kring..kring... Suara ponsel Pak Agus berdering. Ia segera mengangkatnya dengan semangat."Si Udi!""Angkat!""Hallo Di? Gimana?""Suara binatang itu sudah terdengar Pak, tepatnya ada di belakang rumah Mbok Inah.""Oke, oke, kita menuju ke sana sekarang."Semua orang bersiap dari berbagai arah, hingga beberapa ekor anjing pun di turunkan untuk menangkap binatang yang me
Baca selengkapnya
Bab 8. Hukuman untuk Dea
Part 8Tak begitu lama dua orang berpakaian rapi,ikut keluar dari mobil, mendekat dan mendampingi Gilang. Sementara itu, semua orang di pekarangan rumah menundukan kepala. "Loh, ko pada diam? Ada apa Pak? Coba jelaskan pada saya kenapa babi hutan ini ada di sini?""Pak Agus, jelaskan saja apa adanya pak!" teriak seorang lelaki dari arah belakang. Sontak membuat semua mata berpindah ke arah Pak Agus. "Pak Agus? Bisa Bapak jelaskan?""Anu Mas Gilang, anu, ...." Pak Agus terlihat gugup, karena dia yang telah menjadi ketua dari warga yang menuduh Gilang menjadi Celeng. "Sayang, tolong ambilkan minum, sepertinya Pak Agus ini kelelahan,"ucap Gilang pada Fitri yang sedari tadi menantikan penjelasan warga. Tak lama Fitri kembali dengan membawa segelas air bening, dan menyodorkannya pada Pak Agus. "Diminum dulu Pak, tenang saja Pak, suami saya tidak akan marah, Bapak tinggal jelaskan saja apa adanya.""Begini Mas Gilang, saya coba jelaskan dari awal, berawal dari laporan warga yang bany
Baca selengkapnya
bab 9 Iri Hati
Part 9Sepulangnya dari kantor polisi, Diki merasa gelisah memikirkan keadaan Dea, ia takut Dea berbuat nekad mencelakai diri dan bayinya. "Aku harus bicara pada Mbak Fitri, agar ia segera mencabut tuntutannya. Tapi bagaimana kalau Mbak Fitri masih tak mau melakukannya?" tanya hati Diki semakin gelisah. Pagi hari Diki mendatangi rumah kakaknya, berniat untuk menyampaikan maksud dan tujuan, tentang kebebasan Dea. "Ki, sudah sarapan? Ikut sarapan sana sama Mas mu, Icha juga baru bangun tidur tuh, sama Tari."Terlihat Gilang dan anak-anak tengah menikmati sarapan pagi. "Iya Mbak," jawab Diki masih tetap berdiri didekat pintu dapur. Wajahnya terlihat bingung."Ada apa Ki? Ada masalah?""Euu, tidak Mbak. Hmmm.... ""Ki? Ada apa?" tanya Fitri penasaran."Anu Mbak, ada yang mau aku omongin sama Mbak.""Soal apa?""Dea Mbak.""Kenapa dengan Dea? Minta bebas? Heuh!" Fitri berlalu meninggalkan Diki, namun dengan cepat Diki menyusulnya. "Mbak, aku mohon Mbak, kasihanilah Dea Mbak, kasih kes
Baca selengkapnya
Bab 10. Ancaman Dea
Sepulang dari sekolah Diki tak menemukan istrinya di rumah. Ia mencoba mencari ke rumah Fitri namun hanya ada Icha saja yang tengah bermain dengan Mentari."Cha, liat Mamah tidak?"Icha menggeleng acuh, karena fokus dengan mainannya. "Dea gak ada di rumah Ki, Mbak juga nggak liat dia kemana.""Iya Mbak, dari tadi aku tunggu di rumah belum datang juga. ""Kamu sudah makan belum Ki? Makan dulu gih, Mas Gilang juga barusan makan.""Mas Gilang kemana Mbak?""Ada di ruang kerjanya, sudah sana makan, kakak siapin ya?" tawar Fitri "Tidak Mbak, tadi aku udah makan mie instan.""Hmmm, istrimu ini gimana si Ki, udah nggak gak kerja tapi nggak ak sempat masak buat suami.""Mungkin lagi malas Mbak.""Ya sudah, kamu sabar ya ngadepin Dea, mungkin dia lagi mual bau masakan. Kalau kamu lapar makan saja di sini.""Iya Kak, terimakasih. Kalau gitu, aku pulang kak."Fitri mengangguk dan Diki pun berlalu. Tak berselang lama, Dea datang dengan wajah berbinar. Di tangannya terlihat membawa beberapa pap
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status