Pesona Adik Ipar

Pesona Adik Ipar

By:  Soesan  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 ratings
57Chapters
9.7Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Mencintai kakak ipar sendiri bukanlah rasa yang diinginkan oleh Laras, gadis desa yang manis. Bukan ingin merebut suami kakaknya, Laras malah dijadikan alasan Bram untuk menceraikan Rere, istrinya. Cinta yang akhirnya terbalas meski harus melewati kesakitan membuat Rere semakin membencinya. Bahkan Laras hampir kehilangan keperawanannya akibat kebencian Rere. Kebencian dan dendam Rere membuat Laras menderita, bahkan harus rela dilupakan dan hanya dianggap sebagai adik oleh Bram setelah pria itu mengalami kecelakaan. Cinta mereka harus mengorbankan nyawa. Lalu, nyawa siapa yang harus dikorbankan?

View More
Pesona Adik Ipar Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
DarkBlacksGaming31
kenapa tiap hari cuma 1 bab
2022-12-06 21:02:09
2
user avatar
Soesan
Selamat membaca
2022-11-04 23:23:11
1
57 Chapters
Bab 1
Seorang gadis dengan pakaian sederhana dan tas ransel di punggungnya berdiri di tengah keramaian terminal kota. Menatap ke segala arah seolah sedang menunggu seseorang. Seorang pria melongok kepala ke arah gadis itu. "Apa kamu yang bernama Laras?" tanya pria itu. Laras melihat pria tersebut dengan rasa ragu, "Kamu siapa?" "Aku, Bram. Rere menyuruhku untuk menjemputmu." Laras masih ragu dengan ucapan pria itu, "Tapi kak Rere tidak bilang kalau menyuruh orang lain untuk menjemput aku. Dia bilang, dia sendiri yang akan datang dan menjemput aku," ucap gadis itu polos. "Dia sedang ada pemotretan. Bagaimana, kamu mau ikut denganku atau mau menunggunya datang? Mungkin bulan depan dia baru datang," ucap pria itu kesal. "Tunggu! Aku akan menelponnya." "Tidak ada waktu! Kalau mau pergi, sekarang masuklah! Tapi kalau tidak, aku akan meninggalkanmu." Laras melihat pria itu sekali lagi, sepertinya pria itu tidak berbohong. Laras masuk ke dalam mobil belakang pengemudi. "Kamu ki
Read more
Bab 2
Aroma harum yang dihasilkan dari nasi goreng buatan Laras sungguh menggoda. Aromanya menyebar hampir ke seluruh ruangan hingga tercium oleh hidung pria yang sedang santai menikmati acara TV."Wangi banget bau masakannya membuat perutku lapar, keroncongan," ucap pria itu menghirup aroma masakan cukup dalam dan beberapa kali mengulanginya.Sementara di meja makan, Laras dengan senyum mengembang di bibir sedang menikmati nasi goreng hasil olahan tangannya sendiri. Dengan senyum di bibir, gadis itu masih enggan menyuap karena ingin menikmati aroma harumnya."Akhirnya terisi juga nih perut. Hemm ... sedap sekali! Aku akan menikmatinya. Selamat makan cacing-cacing dalam perutku." Laras mencium nasi yang ada di piring."Apa kamu tidak mau membaginya untukku?" Bram tiba-tiba muncul dan mengagetkan Laras dari arah belakang. Wajah dan tatapannya masih saja dingin, padahal dia bertanya dan berharap gadis yang ada di hadapannya itu membagi masakan yang membuat perutnya keroncongan."Kak Bram!" L
Read more
Bab 3
Pagi-pagi Laras sudah terbangun dan bergegas menuju dapur untuk membuat sarapan. Bangun pagi dan membuat sarapan sudah menjadi kebiasaan gadis itu selama tinggal bersama orang tuanya."Emmm, nyenyak sekali tidurku. Ternyata enak ya, tidur di tempat orang kaya. Kasurnya empuk, pantas saja mereka berlomba-lomba menjadi orang kaya. Eh, aku juga mau." Laras seperti orang mimpi di pagi hari, ngomong sendiri, senyum sendiri dan tertawa sendiri sembari menutup mulutnya menggunakan dua tangan.Bunda Laras selalu mengajarkan putrinya untuk hidup mandiri. Semenjak ayah kandungnya meninggal dalam kecelakaan, Laras memang dituntut untuk mandiri. Waktu itu umurnya baru sepuluh tahun, tapi dia harus membantu bundanya bekerja mencari uang untuk biaya hidup.Laras tidak pernah mengeluh meski hidupnya susah. Hasil dari ketekunan dirinya dan bunda, akhirnya mereka bisa mendirikan toko kelontongan. Meski hanya kecil, dari hasil penjualan sembako cukup untuk biaya hidup dan sekolah untuk Laras.Laras ter
Read more
Bab 4
'Sebenarnya apa yang terjadi pada keluarga mereka? Kenapa mereka malah berdebat sendiri?' Bram masih setia memperhatikan dua wanita yang sedang berbicara masalah keluarga mereka. Pria itu baru mengetahui tentang keluarga istrinya. Selama ini Rere tidak pernah menceritakan tentang keluarganya.Bram juga baru mengetahui kalau ternyata Laras adalah saudara tiri istrinya. Dia juga baru mengetahui kalau bunda Rere ternyata bukan ibu kandungnya."Kak, kenapa Kakak tidak memberitahu kami tentang pernikahan kalian?" ucap Laras melihat Rere berganti pada Bram."Itu bukan urusanmu!" Sekali lagi Rere menunjukkan rasa tidak suka karena Laras mempertanyakan tentang pernikahannya dengan Bram."Tapi ayah pasti akan marah kalau tau Kakak sudah menikah tanpa memberitahunya." Laras masih saja penasaran dengan pernikahan Rere dan Bram."Jangan pernah beritahu ayah! Atau kamu akan tau akibatnya." Rere mengeluarkan ancaman pada Laras karena adik tirinya itu masih saja berbicara tentang pernikahan mereka.
Read more
Bab 5
Laras berjalan santai di tengah keramaian taman kota. Hari ini dia ingin menyegarkan otaknya setelah berdebat lumayan panjang dengan Rere. Langkahnya terhenti di sebuah bangku panjang yang terletak di bawah pohon rindang. Laras duduk dengan satu kaki berpangku pada satu kaki lainnya dan matanya diedarkan ke setiap sudut taman."Ramai, ya. Coba di desa ada taman seperti ini, pasti enak setiap sore bisa duduk santai," gumam Laras sembari menikmati udara segar.Mata Laras terhenti pada sepasang kekasih yang sedang bermesraan di bangku seberang tempatnya duduk. Laras tersenyum senang melihat tingkah mereka yang romantis."Apa seperti itu ya, kalau orang pacaran?" Senyumnya mengembang ketika melihat sang pria menggenggam erat tangan sang wanita dengan satu tangan membelai lembut rambut yang tergerai indah terbawa angin.Maklum, selama ini dia belum pernah merasakan pacaran. Laras memang belum pernah merasakan punya pacar. Dia tidak pernah memikirkan hal itu karena dia sibuk membantu bundan
Read more
Bab 6
Setelah mandi dan membersihkan diri, Bram membaringkan tubuhnya di kasur dengan kepala bersandar pada sandaran tempat tidur. Rere mendekatinya dan berbaring di sampingnya dengan menyandarkan kepala pada dada Bram yang lapang.Tangan Rere mulai membelai dada suaminya dan memainkan jemarinya yang lentik."Sayang, besok aku ada pemotretan, kemungkinan aku tidak akan pulang selama dua hari." Rere bersuara sangat lembut ketika dia merayu agar Bram tidak marah."Apa pemotretannya di luar kota sehingga kamu tidak bisa pulang?" tanya Bram dengan nada sedikit sinis karena kesal."Dalam kota sih, tapi jadwalnya sampai larut malam. Kalau harus pulang pergi akan memakan waktu dan lelah, makanya lebih baik aku tidur di hotel saja.""Kenapa tidak kamu tinggalkan pekerjaanmu itu dan bekerjalah di perusahaanku? Kalau hanya memenuhi kebutuhanmu sehari-hari saja aku masih mampu. Untuk biaya kuliah Laras, aku juga bisa mencukupinya," ucap Bram penuh penekanan."Ini bukan masalah uang, Bram!" Rere mulai
Read more
Bab 7
Rere pergi dan masuk ke kamarnya. Tidak berselang lama dia keluar dengan membawa tas dan pergi dengan mengendarai mobil meninggalkan rumah. Dari caranya berjalan dan pergi, dapat dipastikan bila kondisi hatinya sedang tidak baik.Laras membereskan cangkir kopi dan teh meski tangannya masih terasa panas dan sakit. Laras mencuci gelas dengan air mata yang menetes di pipinya, bukan karena tidak tahan akan sakit di tangannya, tapi karena hatinya yang terasa sakit. Mendapat perlakuan kasar dari Rere, bukan hanya menyakiti hatinya saja, tetapi juga kulit tangannya. Bahkan Rere melakukannya di depan suaminya sendiri, Bram.Awalnya dia berpikir kalau kemarahan Rere karena Rere sedang mengalami masalah dengan Bram dan Laras ingin memakluminya, tetapi setelah mendengar perkataan Rere yang juga menyakitkan hatinya, Laras tidak bisa menahan perih dalam dirinya.Setelah selesai dia berjalan menuju kamarnya dan duduk di tepi tempat tidur. Sekali lagi gadis itu menangis."Bunda, aku kangen sama bun
Read more
Bab 8
Pagi hari Laras sudah rapi karena hari ini dia sudah mulai kuliah. Meski dia harus kuliah tapi gadis itu tidak lupa selalu membuat sarapan dan menyiapkan bekal untuk makan siangnya."Selamat pagi, Kak Rere," sapanya saat melihat Rere turun."Apa kamu melihat Bram?" tanya Rere sembari mengedarkan mata mencari sosok Bram."Kak Bram tadi pagi sudah pergi, Kak." Meski Rere tidak memperhatikannya, tapi Laras tetap melihatnya saat berbicara."Nanti kalau dia mencari aku, katakan kal
Read more
Bab 9
Hari ini Bram malas untuk bangun dari tempat tidurnya, tangannya kembali menarik selimut tebal dan menutupi seluruh tubuhnya.Sedangkan Laras, gadis itu sudah sibuk dengan tangannya. Kali ini Laras sedang menyirami bunga di halaman rumah Bram. Gadis itu memang tidak bisa diam, selalu ada yang dia kerjakan.Sebuah mobil memasuki halaman rumah Bram dan berhenti sempurna. Seorang wanita ke luar dari mobil dengan senyum di bibirnya saat melihat Laras.Laras membalas senyum wanita itu dengan sopan dan membungkukkan tubuhnya tanda hormat."Selamat pagi, Nyonya," sapa Laras."Pagi, apa Bram ada di rumah?" tanya wanita itu ramah."Ada, Nyonya, kak Bram sepertinya masih tidur."Wanita itu nampak heran saat mendengar Laras memanggil Bram dengan sebutan kakak. Dia mengerntitkan kedua alis menatap lekat Laras."Siapa namamu?" tanyanya penasaran dan merasa tertarik ingin mengenalnya."Saya Laras, Nyonya," jawab Laras memperkenalkan diri dengan sedikit membungkuk memberi hormat."Panggil aku tante
Read more
Bab 10
Makanan sudah terhidang sempurna di atas meja. Laras dengan cekatan merapikan alat masak yang tadi mereka gunakan."Biarkan saja dulu, sebaiknya kita makan dulu baru nanti dibereskan!" ucap Soya melarang saat Laras membereskan dan merapikan alat yang mereka gunakan untuk masak."Ga' apa-apa, Tante. Sambil nunggu kak Bram turun.""Bagaimana kalau kamu panggil saja dia di kamarnya?""Maksud Tante aku harus ke kamar kak Bram?" Wajah Laras dihiasi dengan bola mata yang bulat. Dia tertegun dan sedikit kaget mendengar Soya memintanya ke kamar Bram dan memanggil kakak iparnya itu."Kenapa? Apa kamu keberatan?" Soya menatap lekat Laras dengan tatapan penuh harap agar Laras mau melakukannya."Ah, tidak, Tante. Kalau begitu biar aku panggil kak Bram."Laras merasa tidak enak hati untuk menolak permintaan mama Bram, tapi dia juga merasa kaku untuk memanggil Bram di kamarnya.Meski dipenuhi dengan trasa gugup, Laras akhirnya pergi ke kamar Bram juga. Masih disel
Read more
DMCA.com Protection Status