Share

Batch 1 : Makan Malam

Dennis melirik Azyan yang duduk di sampingnya. Pagi ini, keduanya melaksanakan tugas masing-masing. Dennis yang kerja di kantor—lelaki itu menempati posisi sebagai ilustrator. Ya, hobby menggambar dari kecil, membuat Dennis terus mengembangkan imajinasinya. Dennis tak lagi menekuni dunia berenang, ketika ia menang olimpiade cabang berenang di tingkat SMA.

walau hidupnya terlalu serius, tapi Dennis adalah anak yang patut dibanggakan. Ia selalu berprestasi di bidang renang, dan menggambar.

Dennis melirik ke arah Azyan yang mengendong Danish. Bayi itu begitu enteng, sedang tertidur, dengan gaya khas bayi yang begitu mengemaskan.

Hari ini, Azyan memakai dress berwarna pink soft. Warna pink, sudah menjadi pemadangan yang biasa bagi Dennis, karena sang bunda juga tergila-gila dengan warna pink. Sebenarnya, ada apa para wanita dan warna pink?

"Jam berapa pulang?" tanya Dennis tanpa menoleh pada pengasuhnya Danish.

"U-um.. jam 10."

"Saya jemput!" putus Dennis. Azyan hanya diam. Jika Dennis tidak menjemputnya, ia bisa pulang bersama Ilene. Ilene dan kembarannya beda jurusan. Ilene memilih jurusan Sastra Inggris seperti dirinya. Sedangkan kembarannya-- Darris memilih jurusan yang sangat sulit—Oseanografi.

Berbeda dengan Dennis, Darris anak yang humoris. Setiap saat, ia bertengkar bersama kembarannya. Walau hanya melihat sekilas, Azyan mengenal Darris, begitu sebaliknya—karena mereka sebenarnya mantan kekasih. 

Dennis mengantar Azyan ke kampus. Dan dib ada asisten rumah tangga, khusus mengurus rumah. Tugas Azyan hanya mengurus bayi. Melihat bagaimana Azyan mencium pipi merah Danish, ada ngelenyer aneh di dada Dennis. Tapi, lelaki itu mengabaikan semuanya. Ia tak suka anak kecil, semenjak dari kecil, ia sudah dituntut sanga bunda menjadi dewasa sebelum waktunya, bahkan harus mengurus adik-adiknya. Sehingga ada dendam tersendiri pada diri Dennis, ia benci anak kecil, dan berjanji dalam hati, tak ingin punya anak kecil. Masa lalu yang kejam, bisa membuat siapa saja membawa dendam hingga masa depan.

Saat Azyan pergi ke kampus. Baby Danish akan bersama Bu Amin, pengasuh Dennis dari kecil. Karena sudah dianggap nenek sendiri, Dennis tak perlu khawatir meninggalkan Danish berada di bawah pengasuhan Bu Amin. Sebelum pergi, Azyan harus memompa ASI agar stock makanan baby Danish tidak kekurangan. Bayi yang awalnya terlihat mengkerut, lama-lama berevolusi jadi bayi mengemaskan.

Azyan terus menciumi Danish ketika akan turun dari mobil. Hal itu, turut menjadi perhatian Dennis. Lelaki dewasa itu, menelan ludahnya. Lagi-lagi ngelenyer aneh itu bergejolak di dadanya.

"Babay baby." ucap Azyan. Bayi merah itu tidak terpengaruh sama sekali. Wajahnya yang bulat, dan bibirnya mungilnya membuat hati siapa saja meluruh melihat kepolosannya. Dennis terus memperhatikan Azyan.

"S-saya kuliah dulu bang." Azyan berujar dengan gugup. Dennis hanya diam, menatap Azyan.

Dennis hanya mengerutkan hidungnya. Ketika, sebuah tangan sudah ditadahkan ke depannya.

"Mau 50 ribu buat jajan." Ilene masih mengadahkan tangannya, meminta uang ke abangnya.

"Uang yang bunda kasih kurang?" tanya Dennis. Ilene tanpa dosa menggeleng. Ia tak pernah kekurangan, apa salahnya memeras abang sendiri, jika ia tahu, Dennis punya banyak uang, juga tidak pelit?

"Eh, dapat dong. Eh, buntut sapi, mau duit nggak?" teriak Ilene yang mengundang semua perhatian. Ia memanggil Darris yang sudah masuk ke halam fakultasnya.

Darris pun berbalik, dengan senyum andalan, senyum melas minta uang. Dan tersenyum kompak bersama saudari kembarnya, dan meminta uluran tangan. Dennis mengeluarkan lagi uang selembar berwarna biru.

"Asyik. Bisa rental PS nih." ucap Darris bangga.

"Kubilang bunda." Ilene melotot pada kembarannya. Darris hanya mengedihkan bahunya.

"Kau upil onta diam aja. Aku tuh,  nyari uang tambahan buat penelitan." Darris membela diri.

"Alasan lo banyak buntut sapi. Aku ngadu bunda tahu rasa." Darris menarik rambut kakaknya.

"Abang.." teriak Ilene. Inilah pemandangan setiap saat, ketika Dennis berada di rumah orang tuanya. Akhirnya, ia memilih menempati rumah sendiri. Daripada harus mendengar renggekan dari saudara kembarnya yang rese, tapi mereka tetap kesayangan. Ilene melempari kembarannya berkali-kali pakai batu kerikil di depannya. Tapi Darris terus berlari.

Tidak di rumah, di kampus, tetap saja resenya tak bisa hilang. Di rumah, hanya Dennis dan Darren yang diam. Selain itu, semuanya berisik. Apalagi sang induk, suka teriak-teriak dalam rumah. Bahkan, Dennis suka menegur bundanya karena teriak tak tahu tempat, dan menjadi kebiasaan wanita itu.

"Hai Ai." Azyan berdiri di samping Ilene, ketika mendengar cewek itu teriak.

"Eh, mamah muda. Abang, bagi jatah buat bini dong." ujar Ilene tanpa malu. Azyan hanya memalingkan wajahnya. Ia tak berani menatap Dennis.

"Buat tugas kampus." Tiba-tiba Dennis mengeluarkan uang selembar berwarna merah. Wajah Azyan juga sudah semerah duit itu. Gaji yang ditawarkan Bunda Ilene juga sudah banyak, Dennis juga suka memberinya tanpa diminta, padahal Azyan bahkan tidak meminta uang sepeserpun. Ia hanya berbagi, karena punya penyakit langka, dan ia menyayangi Danish layaknya anak sendiri.

"Makasih bang." ujar Azyan malu-malu.

"Ih.. abang. Sama bini aja kasih merah, sama adik sendiri pelit." sungut Ilene. Azyan semakin malu, Ya Tuhan ini masih pagi, ia sudah dibuat wajahnya memerah.

"Makasih abang." ujar Azyan lagi, walau Dennis kaku, tapi ia tak pelit. Hanya saja, Dennis sedikit sangsi jika mendengar suara tangisan Danish.

"Kok abang? Kenapa nggak papa aja? Atau ayah. Bunda aja manggilnya papa?" ujar Ilene seperti orang bodoh. Wajah Azyan makin memerah dan memalingkan wajahnya. 

Dennis menutup kaca mobilnya, dan berbelok pulang. Karena ia sudah mengantarkan Azyan tepat di depan fakultasnya.

Melayani para wanita di keluarganya, sama saja menggali kuburan buat diri sendiri.

_____________________________________

Dennis bolak-balik melirik jam yang melingkar cantik di pergelangan tangan. Jam mahal itu terasa bergerak begitu lambat. Lelaki itu, memilih agar tidak pergi ke kantor, dan menghabiskan pekerjaan di rumah.

Ada sebuah rasa asing, rasa ingin melindungi Azyan dan baby Danish. Apalagi, melihat bayi mungil itu, lagi-lagi ada ngelenyer aneh di dada Dennis. Lelaki matang itu, merasa baby Danish mempunyai semacam magnet yang membuatnya ingin terus menempel. Tapi, Dennis tak ingin bayi itu menangis, atau mengompol. Dennis benci hal-hal seperti itu.

Perlahan, kaki panjang Dennis menuntun lelaki itu, menuju kamar Azyan. Baby Danish, sedang tertidur di ranjang bayi miliknya. Keputusan bundanya untuk mengadopsi anaknya, menurutnya tepat. Walau awalnya ia benci tangisan bayi, akhir-akhir ini, Dennis betah menciumi aroma bayi yang menguar dari kamar tersebut.

Dengan perlahan, Dennis memindahkan bayi mungil itu dan ia letakan di atas tempat tidur. Baby Danish tidak terpengaruh sama sekali, bahkan, sesekali mulut mungil itu menyedot-nyedot.

Dennis memegangi tangannya. Danish langsung menggengam kuat jari telunjuk Dennis. Laki-laki itu menopang kepalanya, dan ikut berbaring sambil menatap lekat bayi yang masih merah tersebut. Sangat tak ada dosa. Dennis memperhatikan urat-urat kecil yang terlihat di pipi mungil tersebut. Dennis terus mengagumi Baby Danish. Dennis mengusap-ngusap kening Danish dengan jarinya, jangan sampai tidur Danish terganggu.

Mungkin euforia ini yang bundanya rasakan, hingga menyuruh nekat mengadopsi bayi yang masih merah.

Cup!

Jantung Dennis berpacu, layaknya mencium gebetan. Ia begitu senang, mencium Baby Danish. Mungkin, mencium bayi adalah hobby barunya sekarang.

"Cepat besar." bisik Dennis. Sambil mengusap kepala Baby Danish.

_________________________________

Masih dengan memakai dress sederhana berwarna pink. Dan flat shoes, ditambah clutch. Berhubung, Azyan hany pengasuh bayi, gadis itu memakai dress yang begitu sederhana. Ia juga, harus mempertimbangkan makanan Baby Danish. Dengan memakai dress yang ada zipper di depan.

Ilona mengundang Dennis dan Azyan untuk makan malam. Wanita yang sudah berumur tersebut, begitu bersemangat. Bahkan, meneror Azyan dan Dennis, agar makan malam bersama. Karena, ia sudah menyiapkan banyak makanan.

"Ya ampun baby tidur ya?" Ilona mencium pipi Azyan, pengasuh bayi tersebut.

"Iya bunda." Azyan begitu terharu. Keluarga ini, menerima dirinya layaknya anak sendiri.

"Ya ampun, mau gendong." Ilona mengambil alih, Baby Danish.

"Ai, siapkan makanan." teriak Ilona. Bayi yang berumur 3 minggu itu terkejut. Dan menangis.

"Alah, cup-cup."

"Bunda kebiasaan, suka teriak-teriak nggak tahu tempat." tegur Dennis. Ia heran, semangat bundanya tak pernah pudar, padahal wanita itu sudah memasuki setengah abad.

"Iya, maaf popo." ujar Ilona. Membuat suaranya seperti anak kecil.

Azyan yang merasa tak enak hati, karena teguran Dennis pada bundanya. Ia merasa, dirinya penyebab hal tersebut.

"Bunda.. udah!" teriak Ilene. Dennis hanya mengelus dadanya, pantasnya disebut, keluarga raja hutan, karena suka teriak-teriak.

Dennis mendekati meja makan yang panjang. Papanya—Darren sudah duduk disana, sambil meminum kopi.

"Jangan biasakan suka teriak-teriak. Apalagi ada bayi!" Dennis menegur Ilene yang sedang mengatur piring dan lauk di atas meja. Darren menatap putra sulungnya. Dennis itu pendiam, tapi sekali berbicara atau marah, sangat menakutkan. Makanya, semua orang di rumah pada takut pada Dennis.

Melihat aura abangnya yang menyeramkan. Ilene bergegas, membereskan semuanya dan kabur dari hadapan Dennis.

"Bella, lagi nyusuin Baby Danish di luar." Ilona datang dan mengambil makanan untuk suaminya. Semua orang memanggil Azyan dengan panggilan Bella. Nama gadis itu Azyan Frabella. Hanya Dennis yang memanggilnya Zyan. Menurutnya nama Bella sudah terlalu pasaran. Ia ingin memberi nama baru yang terdengar enak di telinganya.

Dennis mencari keberadaan Azyan. Gadis malah, berada di atas. Di kamar Ilene dan Darris yang bersebrangan.

Dengan penerangan yang kecil, Azyan berdiri di tepi balkon. Dennis ingin menegur Azyan. Kenapa harus berdiri di luar, angin malam tak bagus untuk bayi.

"Ya ampun comelnya baby. Coba aja, papa ijinkan aku nikah sekarang." Dennis melewati kamar Ilene. Gadis itu mengoceh sendiri. Rupanya, ia berbicara dengan Baby Danish yang membuka matanya kecil. Bayi merah itu terganggu, dengan suara teriakan induk singa hutan.

Dennis ingin mengajak Azyan agar masuk ke dalam. Ia tak mau, Azyan masuk angin. Jika gadis itu sakit, bisa jadi Baby Danish ikut tertular. Rasa untuk melindungi begitu mendominasi Dennis sekarang.

Lelaki itu melewati kamar Darris. Dan menuju balkon.

"Aku hanya pengasuh."

"Kamu bukan pengasuh. Kamu Bella si cantik. Beri aku kesempatan lagi, aku akan merubah semuanya." Dennis hanya berdiri kaku di sana Ia mengepalkan tangannya. Ada rasa tak rela di sudut hatinya paling dalam.

_________________________________

Bab 1. Udah drama aja, wkwkkw.

Gapapa biar cepat kelar, jadi gak bikin bosan.

Jujur, ini bukan aku bangat, nulis ini. Tapi aku berusaha keras menantang diri, semoga feelnya nyampe ke kalian.

Komen (8)
goodnovel comment avatar
Achzana Fatmainnah
pusing bacanya, namanya hampir sama, trus alur ceritanya gak jelas, dan langsung menampilkan semua karakter dalam satu waktu
goodnovel comment avatar
neng sali
namanya mirip semua bikin bingung bacanya alur cerita jg gimana gt bikin bingung jg
goodnovel comment avatar
Inkyu-kshop
kadang gue bingung sama narasinya, terus jg dgn tanda baca yg kadang kurang tepat penempatannya,, ceritanya cukup Bagus sih gue suka, cuma yaitu masalahnya ada di narasi, dan jg nama setiap tokoh hampir sama jdi kadang keblinger jg.. sori ya gue kasih saran dikit... but i like this story...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status