Akhirnya selesai juga. Desah Virna dalam hati ketika ia telah sampai di dalam mobil dan duduk di belakang kemudi setir dengan
"Virna?"Mata Firman terbelalak melihat perempuan yang barusan ditabraknya itu ternyata adalah mantan istrinya. Virna.Tubuh wanita itu kini makin berisi, wajah berseri, terlebih lagi pakaiannya yang terlihat mahal dan makin modis. Pokoknya lebih cantik dari istrinya. Kalau tahu begini, dia tak akan menceraikan mantan istrinya itu. Kalau tahu kehidupannya akan makin runyam begini ... tak akan dia mengkhianati pernikahannya. Tak akan dia bermain mata di belakang Virna. Seandainya waktu bisa diputar kembali, Firman akan dengan ikhlas kembali ke masa lalu. Tapi, tiada guna penyesalan Firman. Kini dia sudah hidup dengan istri, anak, dan calon jabang bayi yang masih ada dalam kandungan."... apakah istrimu hamil lagi?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir Virna. Lagipula, tidak mungkin, kan, laki-laki ada di rumah sakit ibu dan a
Virna dan Tiger sedang berada di ruangan Hilma. Seperti biasa, Tiger bersikap tenang setenang wajahnya yang tampan dengan rahang kokoh. Sedangkan Virna, dia sedang harap-harap cemas. Tangannya berkeringat sambil memperhatikan dokter kandungan yang ada di hadapannya itu. Hilma terlihat serius membaca laporan kesehatan Tiger yang ada di tangannya sembari sesekali membetulkan kacamatanya yang bertengger di hidungnya yang cukup tinggi untuk ukuran orang Indonesia. Dia tak mau melewatkan satu huruf pun. Apalagi, laporan ini adalah harapan dari sahabatnya sendiri. "Semuanya normal," kata Hilma begitu selesai membaca laporan kesehatan Tiger. Tak ada yang salah. Pria yang duduk di hadapannya itu tidak kekurangan satu apapun. Kesehatan fisik dan psikis juga oke. Tak ada masalah. &
Selepas kepergian Virna, Firman menceritakan tentang keinginan mantan istrinya pada Rini bahwa Virna ingin membantu membiayai operasi Cica. Rini yang baru saja mendudukkan tubuhnya di atas tikar pun justru terlihat kelelahan sekaligus kesal. Cica baru saja tidur setelah menangis sesorean. Ruangan rumah sakit itu berisikan tiga ranjang. Untung saja yang dua lainnya belum terisi. Jadi, mereka tidak terganggu dengan tangisan Cica. "Mas lupa kalau mantan istri Mas lah yang membuat hidup kita jadi melarat seperti ini?" tanya Rini jengkel seolah dia lupa, bahwa dirinya lah yang merusak rumah tangga Virna dan menjadi orang ketiga diantara mereka. "Sudah lah, Rin. Virna tidak boleh disalahkan atas apa yang terjadi di hidup kita. Yang terpenting sekarang adalah Cica." "Mas masih cinta sama dia?" tanya perempuan yang sedang hamil tiga bulan itu
"Mbak Virna itu terlalu baik dan murah hati!" protes Tara yang sedang menyusui Ares dan Hermes. Ares menyusu pada payudara Tara di sebelah kanan dan Hermes di sebelah kiri. Kegiatannya sehari-hari selain menyusui ya mengajak anak kembarnya bermain. Kalau yang satu nangis, yang lain ikutan nangis. Yang satu ngompol, ketiganya ikut ngompol. Kalau yang satu sakit, yang lainnya ikut sakit selang beberapa hari kemudian. Anak kembar memang istimewa. Unik. Tubuh mereka seolah menjadi satu terutama emosinya. Tetapi, selain keistimewaan itu, Tara juga kerepotan mengurus mereka meskipun dibantu oleh baby sitter dan juga suaminya. Mau gimana lagi? Ares, Hermes, Ades dan Cleopatra adalah anak-anaknya. Bukan anak baby sitter. Jadi, yang paling banyak mengurus si kembar adalah dirinya dan juga Raymond. Bukan baby sitter! Dikira mudah mengasuh anak? Itu sebabnya dia yang paling pertama protes saat
Pyar! Suara gelas yang terjatuh ke lantai pun membuat Tara tersentak. Dia sedang mengambil air minum di dapur tapi gelas yang ada di tangannya melesat begitu saja dan menghantam lantai. Perasaannya jadi tak enak. Ada hal ganjil yang menyusupi dadanya. Tak biasanya dia seperti ini. Apalagi, tangannya sampai terlihat gemetar seperti orang yang sedang kedinginan Bibi yang mendengar suara sesuatu yang pecah pun langsung lari tergopoh-gopoh padahal dia sedang bermain-main dengan Ares yang baru saja selesai dimandikan oleh perawat. "Haduh, Non. Non Tara tidak apa-apa, kan?" tanya Bibi cemas tapi Tara tak menyahut karena pikirannya sedang kalut. "Non? Non tidak apa-apa, kan?" tanya Bibi sekali lagi dan akhirnya suara Bibi membangunkan Tara yang masih diam t
Tangisan Virna pecah dan mulutnya yang tertutupi lakban meraung sepeti macan yang kehilangan taringnya. Sekeras apapun dia berusaha berteriak, tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Tiger pun tidak bergerak. Darahnya tercecer di lantai. Merah, semerah cintanya yang tak akan sirna meski itu kematian yang menghadangnya. "Sudah cukup melihat suamimu?" tanya seorang pria dari arah belakang Virna kemudian menutup matanya. Seketika, semuanya menjadi gelap dan kesadaran Virna hilang setelah ia merasakan seseorang membekap hidungnya menggunakan sebuah kain yang telah diberi obat bius dengan dosis yang tinggi. *** Di depan ruang operasi, Raymond dan Panther sedang mondar mandir dengan wajah cemas. Begitu sampai di sebuah gedung kosong tak berpenghuni, hanya ada Tiger yang sedang tergeletak tak berdaya. Sementara Virna, sudah hilang entah dibawa ke mana.&nb