Share

Part 4 : Fans Dadakan

Malam itu Darren sedang menganggur. Tubuhnya merebah pada tumpukan bantal di ranjangnya sambil bertopang kaki. Untuk membunuh waktu, dia iseng membuka salah satu akun sosial medianya dan juga mengecek akun milik Zania. Ada satu postingan baru dari pacarnya itu yang membuatnya tersenyum kecut.

Cepat sembuh, sayang. Aku kangen kamu.

Dilemparnya ponsel itu hingga melesak ke bawah bantal. Rambut digusak asal. Setelah menahannya cukup lama, akhirnya rasa bersalah Darren terhadap Zania hampir tidak bisa terbendung lagi.

Dia merasa sangat bersalah karena telah membohongi gadis sebaik Zania. Dia juga sangat merindukan pacar kesayangannya itu. Tapi dia tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Sesungguhnya Darren ingin berkata jujur.

Darren bersumpah akan mengatakan semuanya pada Zania jika waktunya telah tepat. Meskipun dia tidak tahu itu kapan itu terwujud. Tapi mungkin saja setelah dia datang ke rumah sakit untuk menjenguk Daffa, dia bisa mengatakan kesalahpahaman ini.

Ya, tepat sekali.

"Tapi kapan gue ke Singapur, ya?"

Bosan, Darren mengambil remot dan menyalakan TV-nya. Tayangan di layar memutar dimana acara komedi tengah berlangsung, Darren menatapnya tanpa minat. Dia menyalakan benda itu semata-mata untuk menghilangkan senyap di kamarnya saja.

Maklumlah, sekarang Darren hanya tinggal berdua dengan pembantunya. Sedangkan Ibu dan ayahnya masih berada di Singapura menjaga Daffa. Dan sampai sekarang kondisi Daffa juga belum ada perkembangan yang pasti.

Tiba-tiba ponsel miliknya bergetar di atas meja. Diraihnya ponsel itu dan dibukanya. Ada pesan dari Rendy.

Rendy

'Gue nginep boleh kali.' 19:48

Darren

'Why?' 19:50

Rendy

'Gue bosen di Rumah. Maen PES, yuk! 😘' 19:51

Darren

'Oke.' 19:52

Rendy

'Yes! Gue OTW. I love you, Darren 😘' 19:52

Dahi Darren mengernyit, terang-terangan jijik pada balasan pesan itu. That's a jokes. Darren tahu karena Rendy memang tipikal orang yang suka genit sana sini. Jadi untuk menghindari kalimat ngawur lanjutan, dia memutuskan untuk tidak membalas pesan teman baik saudaranya itu.

Darren melihat-lihat lagi ponselnya untuk membunuh suntuk. Ada dua pesan dari nomor yang tidak dikenal sejak tadi, tetapi Darren enggan membukanya. Akhirnya Darren putuskan untuk membuka pesan itu.

Unknown

'Kak, aku tidur pakai jaketmu lhoo.' 19:20.

Unknown

'Oh iya, ini aku Mikaela. Kakak save nomor aku di HP 'kan?' 19:22.

Ternyata si Mika; cewek bawel yang benar-benar mengganggu kehidupannya sekarang. Dia pasti akan bertanya-tanya besok kalau Darren tidak membalasnya. Akhirnya dengan terpaksa dia putuskan untuk membalas pesan itu.

Darren

'Iya.' 20:01.

Tidak sampai satu menit Mika sudah membalasnya.

Unknown

'Kakak udah ngantuk? Jangan tidur dulu dong, aku masih kangen 😘😘😘' 20.01.

Demi siput balapan, ini masih jam 8. Mana mungkin Darren yang doyan begadang, udah ngantuk?

Darren

'Belum.' 20:04.

Unknown

'Kakak lagi apa? Mikirin aku ya? ^_____^' 20:05.

Darren enggan membalasnya.

Beberapa menit kemudian, ponselnya bergetar lagi.

Unknown

'Hari ini anak-anak muridku nanyain kakak. Kok ga dateng?' 20:08.

Darren

'Salam aja ya buat mereka.' 20:10.

Unknown

'Besok kakak mau makan apa? Semur bakso? Semur ayam? Tumis jamur?' 20:11.

Darren meneguk air liurnya. Tiba-tiba lapar melanda ketika Mika menyebutkan nama makanan. "Ni cewek nggak rugi, heh?" gumam Darren.

Darren

'Lo ga bangkrut tiap hari bawain makan buat gue?' 20:14.

Unknown

'Gak dooong~~~ Aku 'kan calon istri yg baik ^____^' 20:14.

Darren tersenyum melihat jawaban Mika.

Darren

'Bodoh.' 20:16.

Unknown

'Kak??? Sejak kapan kakak ngatain aku bodoh??? 😞 Terus kenapa ya kakak sekarang ngomongnya Lo-Gue gitu sama aku??? Hm???' 20:18.

"Sejak gue jadi Daffa," gumam Darren.

Tiba-tiba pintu kamar Darren diketuk.

"Mas, ada teman Mas Darren yang nunggu di bawah," kata seseorang dari balik pintu.

"Iya, Bi," jawab Darren singkat sambil bangun dari ranjangnya dan segera turun ke bawah. Rendy sudah duduk dengan manisnya di ruang tengah depan TV sambil mengunyah sesuatu.

"Cepet banget?" Darren duduk di sebelah Rendy.

"Ya, tadi gue emang udah di jalan."

Darren segera mempersiapkan peralatan PES di depan TV flat besarnya. Rendy membuka jaketnya dan terlihat sedang memilih-milih stik PES.

Darren merasa sedikit terhibur karena Rendy datang dan dia tidak merasa sendirian lagi. Setidaknya dia membutuhkan hiburan, dan bermain game adalah salah satu alternatif yang tepat untuk penghilang suntuk.

"Gimana keadaan Daffa?" tanya Rendy yang sudah menemukan stik yang pas di tangannya.

"Belum ada perkembangan."

"Kita berdoa aja supaya dia cepet sembuh dan sadar."

Rendy menepuk-nepuk bahu Darren.

"Gimana kalau Minggu depan kita jenguk Daffa?" usulnya.

Darren mengerutkan dahi. "Jangan ngaco. Bentar lagi ujian."

"I'm not kidding, next week we will go to Singapore," Rendy menjawab dengan ekspresi serius. "Gue kangen sama sahabat gue."

"Okay, then," ucap Darren akhirnya.

.

Sekitar lima orang siswi sedang mengerubungi Rendy begitu Darren masuk ke kelasnya. Darren berputar arah keluar kelas karena tidak ingin terlibat dalam dramanya Rendy. Berniat menunggu sampai kelima siswi itu pergi.

"Daffa?"

Belum sempat Darren menghilang, Rendy sudah memanggilnya. Darren menoleh.

"Hm?"

Darren melihat beberapa siswi sekitar Rendy sedang berbisik-bisik. Salah satu dari mereka tersenyum manis ke arahnya.

Rendy terlihat mengusir mereka dan melambaikan tangan pada Darren untuk mendekat.

Darren langsung menuju ke bangkunya di samping Rendy sambil mengeluarkan buku bacaan yang kemarin dia pinjam di perpustakaan. Rendy pindah duduk tepat di depan Darren.

"Ada salam," lapor Rendy.

"Tadi gue udah papasan sama dia." Darren tahu siapa yang dimaksud oleh Rendy.

"Siapa?" Rendy mengerutkan alisnya menjadi satu garis.

"Mika."

Rendy tertawa. "Bukan dia!"

Darren mengalihkan pandangan dari bukunya ke Rendy.

"Dari cewek-cewek tadi," ucap Rendy kemudian. "Cieee... yang punya fans sekarang."

Darren masa bodoh. Dia melanjutkan untuk membaca. Kalau cuma fans, dulu di SMA dia termasuk jajaran cowok yang punya banyak fans. Jadi Darren sudah tidak heran lagi. Darren  memang merasa dirinya tampan.

"Muka lo flat banget."

"Terus gue harus gimana? Naek pohon sambil teriak; 'pucuk pucuk pucuk' gitu?" jawab Darren dengan ekspresi datarnya.

Rendy terkekeh. "Kita jadi 'kan?"

Darren mengerutkan keningnya.

"Ke Singapura."

"Hm, ya."

"Beneran? Oke, biar gue yang pesen tiketnya, biar poin gue nambah. Lumayan kalau dapet diskonan 'kan?" Rendy mulai membuka salah satu aplikasi untuk memesan tiket pesawat secara online.

"Serah deh." Darren melanjutkan membacanya sebelum bel masuk berbunyi.

.

Mika menggosok-gosok kukunya sambil bersenandung riang.

"Girang amat lo." Siska menyenggol tangan Mika.

"Ya dooong. Pagi-pagi gue udah dapet vitamin."

Siska hanya menggeleng-gelengkan kepala. "Pasti Daffa."

Mika nyengir. "Siapa lagi kalau bukan dia, Sis? Eh, tapi gue aneh deh sama dia."

"Kenapa?"

"Masa dia panggil gue; lo, dan nyebut dirinya; gue. Setelah sakit itu kak Daffa jadi agak beda, Sis."

"Cuma perasaan lo aja kali. Atau jangan-jangan dia sakit kepalanya kepentok, jadinya beda." Siska tertawa.

"Gue serius, ih." Mikaela memukul pundak Siska.

"Daripada lo gila nggak jelas mikirin itu jantan, mending ikut gue yuk ke perpus."

Mika berdiri mengikuti Siska berjalan ke perpustakaan.

"Lo tau ga, Mik?"

"Apa?"

"Tadi waktu gue mau masuk kelas, anak-anak kelas satu heboh deh pada ngomongin kekasih tak sampai lo itu."

"Maksud lo?"

"Mereka ngomongin kak Daffa, Mik."

Mikaela berfikir sejenak. "Trus?"

"Ya... trus ngomong kalau Kak Daffa kerenlah, gantenglah dan sebagainya gitu. Gue rasa lo bakalan banyak saingan deh. Setelah tau Kak Daffa jago maen basket, dan pas kacamatanya dilepas, Mik, astaga dia ganteng banget ya."

Mika melotot ke arah Siska. Dan Siswa membalasnya dengan tawa keras.

"Gue bercanda kali, tapi mereka emang pada ngomongin Kak Daffa."

Mika memberengut. "Terus gue harus gimana dong?"

"Menurut gue ya lo nggak harus gimana-gimana; cukup jadi diri lo yang biasanya aja. Karena rasa suka lo ke Kak Daffa itu tulus, nggak kaya mereka yang suka begitu tau kalau kak Daffa kerennya kebangetan. Lagian gue rasa, Kak Daffa juga suka sama lo, Mik."

"Masa sih?"

"Lo inget nggak pas lo kena lempar bola sama Kak Rendy?"

Mika mengangguk.

"Kak Daffa yang paling panik waktu itu kan?"

"Apa iya?"

Siska menghela napas. Waktu itu dia pernah bercerita pada Mika, mungkin dia lupa. Maklum saja, Mika memang agak pikun.

Flashback on.

Duag.

Bola yang dipegang Rendy terlepas. Benda itu tanpa sengaja terlempar kuat ke pinggir lapangan karena Rendy melakukannya dengan emosi yang meluap-luap setelah putus dari pacarnya.

Mungkin hari itu adalah hari sialnya Mika, dengan tepat sasaran bola yang tidak berdosa itu meluncur mulus mengenai wajahnya hingga dia oleng dan hidungnya mengeluarkan darah. Dan akhirnya jatuh pingsan.

"Mika!" teriak Siska yang berada di sampingnya.

Daffa yang berdiri di pinggir lapangan langsung berlari menghampiri Mika, begitu juga Rendy yang baru sadar bahwa bolanya mengenai cewek itu.

Banyak siswa siswi yang mengerumuni mereka karena ingin tahu apa yang terjadi. Rendy yang merasa bersalah berniat menggotong Mika ke UKS, tetapi saat itu Daffa dengan sigap merebut tubuh Mika dari tangan Rendy dan berlari ke UKS.

Wajah Daffa sangat panik. Dia takut jika tulang hidung Mika patah atau terjadi sesuatu pada wajahnya sampai berdarah dan pingsan. Daffa akan menjadi orang pertama yang akan memukul sahabatnya sendiri karena telah membuat Mika pingsan.

Dokter UKS membersihkan darah di hidung Mika. Rendy hanya terdiam, mungkin dia merasa takut. Siska dan Daffa memperhatikan dokter itu memeriksa.

"Gimana, Dok?" tanya Daffa masih agak panik setelah dokter selesai memeriksa Mika.

"Nggak apa-apa kok. Tulang hidungnya baik-baik aja, mungkin dia kaget dapat hantaman tiba-tiba di wajahnya makanya pingsan," kata dokter wanita yang berumur sekitar 30 tahunan itu.

Daffa bernapas lega. Dia langsung menarik sekat antara ruangan dokter dengan ruangan dimana Mika berada. Dilihatnya cewek itu sudah mulai sadar. "Kamu nggak apa-apa?" tanyanya.

Mika masih sedikit bingung dan pusing, dia hanya menggeleng lemah. "Aku oke, Kak," katanya, tersenyum.

Siska ikut mendekat ke ranjang. "Ya ampun, Mik. Untung lo nggak kenapa-kenapa. Gue yakin Rendy bakalan habis jadi bulan-bulanan fans lo kalau seandainya lo kenapa-kenapa. Bukan nggak mungkin kalau para fans lo bakal ngubur dia hidup-hidup ke liang lahat."

Siska melirik ke arah Daffa untuk melihat ekspresinya.

Daffa menatap Mika dengan lembut.

"Jadi yang ngelempar bola ke gue itu Kak Rendy?"

Siska mengangguk-angguk.

Tak lama kemudian si tersangka utama muncul. Dia hanya tersenyum tanpa dosa sambil membuat tanda peace di tangannya. "Maaf Mika, gue nggak sengaja."

Mika memasang ekspresi cemberut. Tiba-tiba Daffa maju ke arah Rendy dan memukul perutnya dengan siku.

Mika dan Siska meringis bersamaan.

Meski bukan pukulan yang keras, tapi mereka berdua yakin kalau perut Rendy akan mulas karena hal itu.

"Istirahat ya," suruh Daffa kepada Mika lalu melirik Siska di sebelahnya. "Jagain Mika ya, Sis."

"Siap!"

Daffa berlalu keluar dari UKS. Di ikuti Rendy.

"Hoi, Daffa! Tungguin gue!!!" Rendy berteriak kuat sampai-sampai Siska harus memukul kepalanya. Dia terkekeh. "Sekali lagi maafin gue ya, Mika cantik."

Dan Rendy segera melesat keluar ruangan.

Flashback off.

"Gue jadi dendam sama Kak Rendy kalau inget kejadian itu," Mika cemberut.

Siska tertawa. "Sumpah itu lucu banget. Lo harus ceritain itu ke anak-anak lo nantinya, kalau primadona sekolah kaya lo pernah kena tampol bola sampe mimisan dan pingsan."

Mika mendorong pelan bahu Siska. Lalu mereka tertawa bersama.

Keduanya sudah berada di dalam perpustakaan untuk mengembalikan buku pinjaman Siska. Mika memisahkan diri dan memilih untuk melihat buku-buku novel baru yang terletak paling sudut dekat dengan jendela.

Tepat di meja bundar yang berada tunggal di belakang rak, ada sekitar empat cewek yang sedang berbincang-bincang tanpa memegang satupun alat bacaan.

Mika memutar bola mata. Anak-anak jaman sekarang kalau datang ke perpustakaan hanya untuk bergosip saja.

"Lo tau Daffa temennya si Rendy itu?"

Mendengar nama Daffa, Mika tertegun. Refleks mempertajam pendengarannya.

"Iya yang itu, yang kemaren maen basket sama Rendy."

"Dia itu yang gantiin Brian ngelatih anak-anak buat tanding basket nanti."

"Lumayan juga ya anaknya, gue mau kali deketin dia."

"Bukannya dia udah punya pacar, ya?"

Mika makin mempertajam pendengarannya. Dia merasa seperti penguntit yang sedang mencuri dengar (emang iya sih). Dia berada di sudut diam seperti patung agar lebih khikmad mendengar bisik-bisik tetangga.

"Itu si Mikaela anak kelas XI IPA 'kan pacarnya Daffa."

Mika tersenyum, ternyata selama ini mereka mengira dirinya dan kak Daffa pacaran. Baguslah. Fufufu.

"Mereka nggak pacaran. Mika aja tuh yang kegatelan ngejar-ngejar Daffa."

Bugh.

Serasa ada kepalan tak kasat mata yang menonjok perutnya.

"Apa seisi sekolah tahu kalau gue ini ngejar-ngejar Kak Daffa?" batinnya.

"Udah sikat aja sebelum janur kuning melengkung. Lo masih punya kesempatan buat deketin Daffa kok. Lagian Daffa itu orangnya kalem-kalem ramah."

"Emberrr. Bikin meleleh, cyin."

Sekumpulan siswi itu akhirnya tertawa setelah asyik membicarakan Daffa.

"Eh, lo ngapain sih?" Siska menepuk pundak Mika.

Mika menaruh telunjukknya di bibir, memberi isyarat untuk diam.

"Why?" Siska mengintip apa yang Mika lihat, hanya sekumpulan cewek yang sedang bergosip.

"Lo udah selesai?" bisik Mika.

Siska mengangguk, tapi karena Mika tidak melihatnya dia berkata, "Udah."

"Ya udah yuk! Balik ke kelas nanti gue ceritain deh, nggak jauh beda sama cerita lo yang tadi."

Siska menelengkan kepala. "Cerita yang mana?"

Tapi Mika keburu menyeretnya cepat-cepat keluar dari perpustakaan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status