Singapura, 18:07 PM
"Kami sudah pindahkan Daffa ke ruang ICU, kalian sudah bisa tenang sekarang, kondisinya sudah sangat stabil, saya harap kondisinya besok sudah lebih membaik."
Terlihat Dr. Matt beserta timnya yang dulu pernah merawat Daffa sedang memberikan keterangan pada Brata. Darren dan Ema hanya bisa menyimak apa yang dokter itu katakan.
"Terima kasih dok." Wajah Brata berangsur tenang setelah tegang beberapa saat.
"Tuan tenang saja, saya dan tim saya akan berusaha sebaik mungkin untuk anak anda." lanjutnya dengan bahasa Inggris yang sudah bercampur dengan Melayu itu.
Darren berdecak. Semua dokter selalu mengatakan hal yang sama. Tapi mau bag
Sudah dua hari berlalu sejak ayah Mikaela meninggalkan dirinya seorang diri di dunia ini. Gadis itu mengurung diri dikamar selama itu tanpa mau makan dan minum kecuali ketika bi Salma menangis tersedu-sedu memohon agar Mikaela makan. Tiwi dan Siska setiap harinya datang ke rumah Mikaela sepulang sekolah untuk menghibur gadis malang itu."Mika, makan dulu yuk." Siska membawakan makan siang untuk Mikaela masih dengan memakai seragam sekolahnya."Tiwi udah bawain roti.""Iya, tapi kan Lo makan roti dikit banget, Lo kan orang Indo, makannya kudu nasi." sanggah Tiwi menerima piring yang disodorkan Siska.Siska dan Tiwi ikut duduk di ranjang Mikaela, duduk berdekatan dengan Mikaela yang sedang memeluk lututnya erat. Mata Mikaela sembab mena
"Non Mika, makan dulu.""Nggak mau bi, bi Salma aja yang makan. Tadi saya udah makan.""Tapi non belum makan siang tadi.""Kita harus hemat bi, kita udah nggak punya apa-apa lagi." ucap Mikaela parau kembali memandangi sekeliling rumah megah yang akan segera ia tinggalkan. Rumah itu bukan haknya lagi. "Jadi kapan kita harus ninggalin rumah ini bi?""Kata pak Danu, kita cuma diberi waktu satu Minggu buat ngosongin rumah ini non."Memejamkan matanya, Mikaela berusaha kuat menghadapi semua hal buruk yang menimpanya. "Bi...saya bakal kasih separuh asuransi saya untuk bi Salma sama pak Tarjo. Bi Salma bisa bikin usaha kue di kampung bibi."
7 years later..."Hi Darren, long time no see.""I'm very busy, Mr. Leo." Darren menjabat uluran tangan salah satu teman berbisnisnya itu."I know, ngomong-ngomong, selamat atas pertunanganmu dengan Dr. Caroline.""Thanks.""Dia sangat cantik.. dan sexy." bisik Mr. Leo sambil mengedipkan sebelah matanya genit."I agree with you. Aku sangat beruntung bukan?""Yes, you are. Dia adalah perempuan yang sangat dewasa dan pintar." puji Mr. Leo. "Oh, iya, silahkan duduk dulu. Kau mau minum apa?"
Sakit dan nyeri.Daffa merasakan nyeri di dadanya. Tetapi Daffa harus segera menghabiskan sarapannya kemudian pergi ke sekolah. Daffa terlihat memegangi dadanya yang semakin sakit dan kepalanya yang berputar-putar hebat. Semakin lama semakin sakit. Daffa tidak dapat melihat sekelilingnya dengan jelas, pandangannya perlahan kabur dan tiba-tiba...Bruk....Daffa ambruk ke lantai. Dia merasakan bahunya sangat sakit membentur lantai dengan keras. Samar-samar Daffa seperti mendengar teriakan seorang wanita yang memanggil namanya.Rasanya begitu jauh. Pun tubuhnya semakin terasa kebas.Tanpa bisa mencerna apapun; tubuh Daffa letih, kemudian pandangannya menggelap.
Darren tidak tahu apa yang terjadi, hanya saja di hari pertama menggantikan Daffa, dia dipertemukan oleh orang yang sepertinya pernah dia lihat.Seorang cowok; ganteng, tinggi, berwajah tirus dan punya postur semampai (mungkin umurnya sekitar 18 tahun untuk hitungan rata-rata usia kelas 3 SMA).Dan Darren ingat fitur cowok ini, yang memang pernah muncul di rumahnya dengan kesan yang sedikit tidak elit.Serta merta Darren langsung menarik lengan cowok itu ke arah taman sekolah yang masih terlihat sepi."Hoi, kenapa sih? Kalau lo megang tangan gue seintim itu yang ada kita dikira homo," tegur si cowok.Darren melepaskan tangannya dengan ekspresi jijik yang kentara.
Bel tanda istirahat kedua berbunyi. Darren terlihat sibuk memasukan bukunya ke tas. Rendy buru-buru menghampirinya."Makan yuk! Gue laper," ajak Rendy manja."Sejak kapan gue akrab sama lo?" tanya Darren sarkas."Sejak lo bantu gendong gue pas gue pingsan di dapur rumah lo. Daffa cerita sama gue kalau lo ngegendong gue ala tuan puteri gitu," kata Rendy semangat. Matanya mengedip-ngedip. "Aih, malunya..."Darren mendengus jijik."Kak Daffa..."Baru saja Darren berniat keluar dari kelasnya, ada suara cewek yang memanggilnya."Siapa namanya? Lupa gue," bisik Darren pada Rendy sambil m
Pagi harinya di kelas, Darren masih merasa heran kenapa risoles yang dia beli di toko kue kemarin tak seenak buatan Mika. Darren terus bertanya-tanya sejak kemarin, meskipun akhirnya risoles yang dia beli juga dilahap hingga tandas.Apa benar kata salah satu anak kumuh itu kalau kue buatan Mika selalu enak?Ah, mustahil. Cewek itu bahkan terlihat seperti cewek centil kebanyakan; yang lebih suka nyentrik di make up daripada panas-panasan di dapur. Bahkan dilihat dari kuku-kukunya yang terawat juga mustahil dia bisa memasak.Tapi meskipun Darren sudah meyakinkan dirinya kalau Mika tidak sehebat itu, rasa penasarannya tetap tidak terbayar. Apa dia harus menanyakan hal itu pada Mika sendiri?"Hoi, Darren! Iu muka serius amat. Lag
Malam itu Darren sedang menganggur. Tubuhnya merebah pada tumpukan bantal di ranjangnya sambil bertopang kaki. Untuk membunuh waktu, dia iseng membuka salah satu akun sosial medianya dan juga mengecek akun milik Zania. Ada satu postingan baru dari pacarnya itu yang membuatnya tersenyum kecut.Cepat sembuh, sayang. Aku kangen kamu.Dilemparnya ponsel itu hingga melesak ke bawah bantal. Rambut digusak asal. Setelah menahannya cukup lama, akhirnya rasa bersalah Darren terhadap Zania hampir tidak bisa terbendung lagi.Dia merasa sangat bersalah karena telah membohongi gadis sebaik Zania. Dia juga sangat merindukan pacar kesayangannya itu. Tapi dia tidak tahu apa yang harus dilakukan.Sesungguhnya Darren ingin ber