Share

Fake Marriage (Indonesia)
Fake Marriage (Indonesia)
Penulis: Renko

Bab 1. Siapa yang Akan Percaya?

Lunar melihat penampilannya sendiri di depan cermin. Gaun yang dia kenakan tampak begitu indah dengan hiasan manik berwarna putih, potongan gaun pendek pada bagian depan, tetapi dibuat panjang pada bagian belakang, bagaikan burung merak yang menguncupkan ekornya. Gaun itu tidak sampai menyapu lantai sehingga dia masih bisa berjalan tanpa harus mengkhawatirkan gaun pernikahan yang kotor.

Hari ini adalah tanggal pernikahannya dengan Nico, pria yang dikenalkan sang kakak padanya. Oleh sebab itu, penampilannya harus dibuat sangat menawan. Dia adalah pemeran utama dari acara pernikahan dan semua mata akan tertuju ke arahnya, begitu pula dengan Nico. Mereka harus sama-sama terlihat menawan di depan semua orang yang akan menjadi saksi pernikahan.

"Akhirnya anak-anakku sudah menikah semua."

Suara seorang wanita yang dikenali membuat tatapan Lunar beralih pada titik pantulan cermin yang lain. Dari sana tampak ibu, ayah, dan juga kakaknya yaitu Sora sedang berjalan sambil tersenyum lebar, jauh berbeda dari Lunar yang sebenarnya tidak pernah menginginkan pernikahan tanpa dasar cinta itu terjadi. Semua dilakukan terpaksa karena tuntutan keluarga.

"Ibu, Lunar belum resmi menjadi istri Nico. Kita masih harus menunggu acaranya dimulai." Sora berkata, menggelengkan kepala.

"Sama saja. Sekarang atau nanti, Lunar akan tetap menikah dengan Nico," ucap sang ibu yang tidak ingin dibantah perkataannya.

"Bagaimana bisa sama? Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi ke depannya."

Hanya sang ayah saja yang tampak khawatir, anak bungsunya sebentar lagi diserahkan pada pria yang akan menjadi suaminya kelak. Walaupun demikian, tidak menghilangkan kenyataan bahwa kedua orangtua Lunar memaksakan pernikahan. Bagi keluarga Lunar, pernikahan adalah jalan keluar terbaik untuk meringankan beban tanggungan hidup.

Sebelum memutuskan untuk menikah, Lunar sudah memberikan penolakan, tetapi segalanya berakhir pada kata makian yang diterima dari keluarganya sendiri. Dia yang tidak punya kekuasaan apa-apa dan dalam keadaan belum memiliki pekerjaan harus mengalah.

Sora pun memiliki pengalaman yang sama dengan Lunar. Entahlah. Mungkin keberuntungan tidak memihak pada keluarga itu. Hanya saja, dibandingkan Lunar yang menikah dengan pria muda seperti Nico, kakaknya lebih tragis lagi lantaran dinikahkan dengan teman sang ayah.

Tidak seperti dugaan bahwa Sora selalu terlihat bahagia, kebutuhan hidup selalu tercukupi dengan baik, pasti ada saja setiap hari yang dibeli untuk menuntaskan hasrat duniawi. Mungkin itu pula yang menjadi alasan kenapa Sora mendukung keputusan kedua orangtua mereka.

Memang pria yang menikah dengan Sora tergolong kaya, tetapi sudah tidak muda. Lunar sendiri tidak tahu kenapa sang kakak bisa bertahan dengan pria yang sudah seperti bapak-bapak itu. Tidak tahu akan bagaimana kehidupan Lunar jika harus berada di posisi sang kakak.

Beruntung Lunar dikenalkan pada Nico, teman Sora. Setidaknya sang kakak masih memikirkan perasaannya yang tidak ingin hidup bersama pria berumur tua. Kini dia hanya bisa bergantung pada harapan kalau suatu saat perasaannya pada Nico akan tumbuh.

"Ngomong-ngomong, ada di mana Nico? Aku tidak melihatnya sejak tadi," ucap Sora dengan raut wajah kebingungan.

Lunar ingat saat dia masih sibuk dirias oleh penatanya, Nico yang sudah lebih dulu selesai mengatakan kalau ingin ke toilet. Tetapi ini sudah sangat lama hanya untuk sekadar pergi ke toilet. Terlebih sebentar lagi acara pernikahan akan dimulai. Ke mana sebenarnya Nico? Dia juga tidak bisa menghubungi karena ponsel Nico ada bersamanya.

"Tadi Nico berkata akan pergi ke toilet, tapi ini sudah terlalu lama." Lunar ikut gelisah.

Apa mungkin terjadi sesuatu yang buruk pada Nico?

"Aku akan pergi untuk mencarinya," ucap Lunar kembali.

"Oh, baiklah. Lebih baik begitu karena sebentar lagi acara akan dimulai."

Di lorong hotel, Lunar celingak-celinguk mencari keberadaan Nico. Sudah lebih lima menit sejak dia tidak lagi berada di ruang rias dan sampai detik itu masih tidak menemukan apa-apa meski sudah bertanya pada orang yang dia lewati. Tidak ada yang melihat keberadaan Nico yang hilang bagai ditelan bumi.

Dia tidak akan ditinggal menikah, bukan?

Hati Lunar akan sangat senang jika begitu, tetapi pikiran itu ada sebelum mereka mempersiapkan pernikahan dengan matang. Sekarang semua orang sudah berkumpul untuk menanti acara pernikahan mereka, tidak mungkin dibatalkan, karena hal itu hanya akan membuat nama mereka menjadi buruk di mata orang-orang.

Suara berisik terdengar di satu kamar yang terbuka celah pintunya. Sangat jelas karena dia tepat berada di depan pintu itu sekarang. Dia berusaha menenangkan diri untuk tidak memikirkan apa yang didengar, terlebih dia ada di hotel dan hal-hal mengenai hubungan di antara pria dan wanita adalah sesuatu yang tidak mengejutkan lagi terjadi di hotel.

"Nico ...."

Lunar yang ingin melangkahkan kaki, ketika mendengar nama itu langsung melebarkan mata. Dia tidak salah dengar kalau suara wanita yang ada di dalam kamar melirihkan nama Nico, bukan?

Pasti itu bukan Nico yang akan menjadi suaminya. Tidak mungkin Nico yang dia kenal akan melakukan hal gila seperti tidur bersama wanita lain di saat acara pernikahan mereka akan segera berlangsung.

Dia harus menuntaskan kegelisahan yang dirasakannya, memastikan kalau pria yang ada di dalam sana bukan Nico.

Perlahan dia membuka celah pintu lebih lebar dan berusaha mengintip ke dalam kamar. Benar saja kalau sepasang kekasih sedang bergulat di atas ranjang. Dia menelan ludah sambil menanti kebenaran yang ingin dicari, masih saja sampai detik ini dia berharap kalau pria itu bukanlah Nico.

Tepat di saat pria itu membalikkan badan sembari berusaha menciumi wanita di dalam sana, dia membelalakkan mata. Harapannya sia-sia karena pria itu adalah Nico yang akan menikahinya. Tanpa sengaja dia langsung memekik dan memundurkan langkah, lalu pergi dari sana secepat mungkin karena sudah tidak sanggup lagi melihat pemandangan yang menyakiti hati.

Dia sudah berusaha untuk menerima kenyataan yang tidak diinginkan, memilih Nico sebagai pendamping hidupnya kelak. Hari itu pula dia menerima sebuah pengkhianatan atas keputusannya sendiri. Kenapa semua bisa jadi seperti ini? Sungguh sangat menyakitkan untuknya.

"Lunar!"

Tangan Lunar ditarik, mau tidak mau dia harus membalikkan badan. Sangat memuakkan harus berhadapan dengan pria yang sudah berkhianat di belakangnya, apalagi Nico tidak memperlihatkan ekspresi menyesal sedikit pun. Bagaimana dia bisa terkecoh oleh kebaikan Nico selama ini padanya?

"Aku membencimu, Nico! Lepaskan aku!" Lunar berusaha melepaskan cengkeraman Nico pada pergelangan tangannya.

"Berhenti membuat kekacauan."

Lunar ditarik untuk memasuki kamar yang menjadi sumber kesakitan. Setelah berhasil masuk, pintu itu pun ditutup rapat. Sekarang mereka bertiga saling berhadapan.

Begitu miris bagi Lunar yang harus memandangi Nico hanya mengenakan bokser dan kemeja tanpa dikancingkan, ditambah saat memandangi wanita yang masih duduk di atas ranjang dan hanya berusaha menutupi tubuh dengan selimut.

Bukan dia yang membuat kekacauan, melainkan Nico.

Lunar menelusuri pakaian yang tergeletak di lantai dan seketika marahnya semakin membesar. "Kau meniduri pegawai hotel?"

"Ini hanya sebuah kesalahan," ucap Nico dengan entengnya.

"Kesalahan?" Lunar tergelak tidak percaya akan alasan yang dia dengar.

"Kalau semua ini adalah kesalahan, berarti aku harus melaporkan kejadian ini pada pihak hotel agar pegawai yang merayumu segera dipecat." Lunar menunjuk wanita di hadapannya tanpa melirik pada orang yang ditunjuk.

"Aku tidak akan membiarkanmu untuk melakukannya." Nico berucap seraya mengancingi kemeja satu persatu.

"Sebentar lagi acara pernikahan kita akan segera dimulai. Kita harus pergi secepatnya agar tamu undangan tidak menunggu lama," sambung Nico.

Sekali lagi Lunar tergelak akan sikap pria yang dengan entengnya membahas soal pernikahan setelah berkhianat di depan mata.

"Kau pikir setelah aku melihat perselingkuhanmu, aku akan tetap menikah denganmu? Jangan bermimpi, Nico! Aku tidak akan sudi menikah dengan pria sepertimu!"

Lunar langsung berlalu pergi begitu saja dari kamar hotel, tidak memedulikan kalimat Nico yang mencoba untuk menghentikannya.

Sekarang bukan tamu undangan yang harus dipikirkannya, melainkan bagaimana agar pernikahan tidak terjadi. Lunar bergegas menghampiri kamar rias untuk menemui keluarganya dan menceritakan pengkhianatan yang dilakukan oleh Nico. Jelas saja hal itu membuat orangtua Lunar menjadi sangat marah.

"Tidak akan ada pernikahan untuk hari ini," ucap sang ayah sambil mengepalkan tangan.

"Semuanya tidak benar, Ayah."

Di tengah suasana itu, Nico muncul dengan pakaian rapi, setelan formal pria yang akan menikah.

"Lunar hanya ingin membuatku terlihat buruk agar acara pernikahan batal." Nico menjelaskan.

Lunar membelalakkan mata. Apa yang dikatakan Nico barusan jelas fakta sebaliknya. "A-aku benar-benar melihatnya dengan mata kepalaku sendiri kalau Nico meniduri wanita lain. Aku sama sekali tidak berbohong!"

"Sebelumnya Lunar menolak untuk menikah dengan Nico. Mungkin saja ini juga siasatnya untuk membatalkan pernikahan." Sora ikut bersuara.

Lunar yang mengerti ke mana arah pembicaraan Sora langsung menyanggah, "Apa maksudmu? Bukankah keberadaanku di sini sudah bisa membuktikan kalau aku menerima pernikahan?"

Sora mengangkat kedua bahu. "Siapa yang tahu."

Kedua kaki Lunar seakan lemas mengetahui kalau Sora tidak berpihak padanya, lebih memilih Nico yang mana sudah melakukan pengkhianatan. Mereka adalah saudara kandung dan seharusnya saling mendukung satu sama lain. Sora sangat berbeda hari ini dan membuat dia tidak habis pikir kalau kakaknya tidak mempercayainya seperti dia yang mempercayai.

"Pernikahan sudah ada di depan mata. Jangan sampai nama baik tercemar karena alasan yang kau berikan untuk menggagalkan pernikahan. Cepatlah bersiap-siap untuk menyambut hari bahagiamu," ucap sang ibu.

Mereka semua pergi meninggalkan Lunar, kecuali Nico. Pria itu tampak senang karena telah berhasil mengelabui satu keluarga, senyuman kemenangan dipamerkannya sebelum Nico benar-benar pergi dari pandangan.

Kini bagaimana Lunar harus menghadapi pernikahan yang semakin tidak ingin dijalaninya? Kalau dia menikah, entah pengkhianatan apa lagi yang akan diterima. Dia tidak bisa terus-menerus hidup dalam kesakitan jika hidup bersama pria berselingkuh seperti Nico.

Lunar memperhatikan sekeliling, hanya tersisa dirinya dan penata rias di sana. Semua orang tampaknya sudah berada di tempat acara.

"Hei," panggil Lunar setengah berbisik, membuat mereka langsung bertemu tatap. "Bisakah kau membantuku?"

Penata rias terlihat kebingungan ketika dipanggil. Dia melihat-lihat ke sekitarnya dan menemukan jawaban kalau hanya ada mereka berdua saja di sana.

"Saya, Nyonya?" Penata rias bertanya lagi untuk memastikan sembari menunjuk diri sendiri.

***

Lunar berlari keluar dari hotel secepat mungkin. Sepatu tinggi yang dikenakan untuk mempercantik penampilan dibiarkan tinggal begitu saja ketika membuatnya kesulitan melangkah.

Dia tidak bisa membuang-buang waktu karena penata rias yang dimintai bantuan pasti kini sedang sibuk mengulur waktu agar keputusannya untuk kabur tidak ketahuan dengan cepat. Biar bagaimanapun, semua orang pasti akan menyadari kenapa dia tidak kunjung muncul di tempat acara.

Belum lama dia berlari tiba-tiba suara teriakan yang memanggil namanya terdengar. Dia menoleh ke belakang, Nico dan Sora sedang berlari mengejar, tampaknya penata rias itu tidak bisa mengulur waktu lebih lama. Sungguh membuatnya sangat frustrasi bagaimana harus pergi dari hadapan mereka secepatnya. Kalau terus seperti ini dia akan tersusul. Dia tidak ingin menikah dengan pria pengkhianat seperti Nico.

Di basemen parkir dia celingak-celinguk mencari tempat persembunyian, berjalan perlahan sambil membungkukkan badan agar dirinya bisa tertutup semua. Suara entakkan kaki yang riuh rendah di lantai basemen terdengar berhenti kemudian, menandakan kalau orang yang mengejar tidak lagi berlari dan suara terakhir yang dia dengar berada tidak jauh darinya saat ini.

Dia menekuk lutut di lantai, lalu menundukkan kepala di salah satu mobil agar bisa melihat ke mana arah Nico dan Sora melangkah, seperti itu dia bisa memperhitungkan ke mana harus menghindar.

"Lunar, lebih baik kau keluar sekarang. Jangan membuat acara pernikahan menjadi kacau. Nama baik keluarga kita akan tercoreng nanti. Ayah dan ibu juga akan kecewa dengan tindakanmu."

Dua pasang kaki tampak melewati mobil yang dijadikannya sebagai tempat persembunyian. Lunar menegakkan kepalanya kembali sambil menahan tubuh yang berjongkok dengan memegangi bagian belakang mobil.

Mendengar Sora mengatakan tentang kedua orangtua mereka membuat dia terpikir akan hal itu. Meskipun menikah bukanlah keputusan yang dia inginkan, tetap saja dia tidak ingin mengecewakan siapa-siapa, terlebih orangtua mereka.

Namun, dia harus bagaimana lagi? Nico bukanlah pria yang baik seperti yang diperkirakan. Kalau saja ada yang mempercayai perkataannya dan membatalkan pernikahan, mungkin dia tidak akan berpikir untuk kabur.

Dia pun tidak tahu harus ke mana setelah ini. Tujuan yang dia punya setiap hari hanya rumah di mana tempat keluarganya berkumpul. Setelah ini, dia akan hidup luntang-lantung di jalan dengan gaun pernikahan. Orang-orang pasti mengira kalau dia menjadi gila karena gagal menikah.

Dia yang sudah beranjak pindah bersembunyi ke mobil yang lain, terkejut karena tiba-tiba saja tempat sandarannya bergerak dan membuatnya harus menjauhkan tubuh dari sana segera.

Bagasi mobil terbuka dengan sendirinya tanpa bisa dihindari. Dia kewalahan bagaimana harus menutupnya kembali, apalagi suara yang diciptakan bagasi mobil bisa menjadi pusat perhatian di lantai basemen yang hening.

Suara langkah kaki terdengar semakin mendekat. Dia yang tidak tahu harus bersembunyi di mana pun menjadikan bagasi mobil sebagai tempat persembunyian, menggunakan kain berwarna gelap yang ada di dalam bagasi mobil untuk menutupi seluruh tubuh.

Dalam penantian, suara langkah kian mendekat. Dia berharap kalau keberadaannya tidak diketahui oleh orang lain. Tidak ada yang tahu betapa kencang detak jantungnya saat ini.

Suara pintu kabin terdengar membuka dan menutup seolah seseorang baru saja masuk ke dalamnya. Dia berpikir kalau yang datang adalah Nico dan Sora, tetapi sepertinya salah perkiraan.

Saat mendengar suara benda di samping kepalanya, dia melebarkan mata. Ada seseorang yang berada dekat dengannya saat ini. Sepertinya orang itu baru saja meletakkan sesuatu yang tidak diketahuinya dengan jelas.

"Apa selimut ini tadi terbuka seperti ini?"

Lunar membuka mata lebar-lebar saat suara asing tengah membicarakan perihal selimut yang dia pakai untuk menutupi diri. Apakah dia akan ketahuan secepat itu? Dia berharap siapa pun itu tidak mengetahui keberadaannya. Sungguh dia hanya ingin pergi jauh dari hotel saat ini juga.

Di saat yang bersamaan suara pintu kabin terdengar kembali. "Hanya meletakkan koper saja, kenapa lama sekali?"

Lunar berpikir kalau ada dua orang yang dia hadapi saat ini. Mereka adalah pria bersuara lembut dan juga pria bersuara berat yang terdengar maskulin. Tentu saja, untuk saat sekarang bukan saat yang tepat membayangkan seperti apa pria bersuara maskulin itu.

Dia kembali fokus pada harapan di mana dia tidak ingin keberadaannya diketahui, napasnya sampai diembuskan dan dihela lambat-lambat agar tidak menimbulkan kecurigaan.

"Saya akan segera menutup bagasi mobilnya, Tuan."

Suara yang cukup keras terdengar memekakkan telinga setelahnya. Itu adalah suara bagasi mobil yang ditutup. Dia segera membuka selimut untuk melihat situasi. Kini dia terjebak di dalam bagasi mobil dan tidak bisa keluar.

Tidak lama kemudian suara deruan mobil terdengar, membawanya pergi entah ke mana.

Dia bisa bebas dari kejaran Nico dan Sora, tetapi harus menghadapi situasi yang lebih mengerikan lagi. Tidak mungkin hidupnya berhenti di sana setelah kabur dari pernikahan yang tidak diinginkan. Dia harus keluar secepatnya agar tidak mati konyol. Tetapi, bagaimana cara dia keluar dari bagasi mobil?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status