Share

Bab 4. Orang Ke 3

"Tentu tidak!" Tanpa sadar Arkan meninggikan suara dan seketika dia menurunkan kembali nada suaranya, "Aku tidak mengenali wanita itu sama sekali. Dia tiba-tiba saja datang ke hidupku dan membuat kekacauan."

Raya mengangkat sebelah tangannya untuk menghentikan penjelasan yang semakin berbelit-belit. "Baiklah. Kau sekarang sedang membahas wanita yang bernama Lunar." Melihat anggukan dari Arkan membuatnya bisa mencerna penjelasan satu persatu. "Lunar tiba-tiba datang dalam kehidupanmu, membuat kekacauan di dalam hubungan kita, dan kau memutuskan untuk menikah dengannya. " Satu anggukan lagi dia terima dan setelah itu kebingungan menghampiri. "Kau berselingkuh di belakangku?" Ucapnya mengambil kesimpulan atas tindakan Arkan.

Arkan langsung merangkul Raya yang sudah menjatuhkan air mata. "Aku tidak berselingkuh di belakangmu." Mengusap rambut wanita itu untuk menenangkan tangisan. "Hanya satu tahun saja pernikahan ini akan berlangsung. Setelah itu aku dan Lunar akan segera berpisah."

Raya menjauhkan pelukan itu darinya. "Apa maksudmu?"

"Ini memang sesuatu yang sangat konyol. Aku harus menikah dengannya dan setelah satu tahun nanti, kami akan berpisah. Semua ini hanya untuk mempertahankan citra perusahaan." Arkan menghela napas berat.

Raya diam sejenak mencerna penjelasan beruntun yang dia terima. "Jadi kau tidak berselingkuh di belakangku?"

Kepala Arkan yang menggeleng membuat senyumannya melebar. Dia memeluk Arkan dengan segenap jiwa, tidak ingin melepaskan karena kebahagiaan menyertainya saat ini. Air mata mengalir jatuh menambah lembapnya pipi yang telah basah.

"Mengetahui kau akan menikah dengan wanita lain membuatku sangat sedih. Aku mencari jadwal penerbangan tercepat dan tidak menyelesaikan semua pekerjaanku agar bisa datang menemuimu."

Arkan tersenyum senang ternyata Raya bisa memahaminya. Memang hal itu yang dia butuh kan sekarang karena tidak ada yang bisa dia jadikan sebagai bahu sandaran. Cukup dengan keberadaan Raya saja di sisinya, dia sudah merasa sangat tenang. Dia tidak salah memilih Raya sebagai calon pendamping hidupnya.

***

Lunar menuruni tangga dan dia langsung mendapati para pelayan sangat sibuk. Apalagi tadi dia juga melihat pelayan keluar dari kamar yang berada satu baris dengan kamarnya. Dia ingat saat Arkan mengatakan kalau semua yang ada di dalam kamar itu adalah kepunyaan Raya. Tidak tahu siapa pemilik nama tersebut karena dia juga tidak peduli akan hal itu.

Dia berlalu ke sisi dapur untuk mencari makanan yang bisa mengisi perut yang kosong. Bukan hanya membersihkan rumah, tetapi para pelayan juga menyiapkan makanan di dapur. Setiap dia ingin mengambil makanan yang tersedia, selalu dibawa pergi darinya. Begitu seterusnya hingga dia tidak bisa mendapatkan makanan apa pun di dalam dapur. Padahal perutnya sudah berdendang ria sejak dia bangun terlambat.

Tidak berputus asa, dia mencari makanan lainnya hingga mendapatkan roti. Dia mengolesi selai yang terdapat di samping bungkusan roti, lalu langsung melahapnya tanpa peduli akan pelayan yang masih sibuk bekerja. Siang ini dia harus bersabar dengan beberapa potong roti sebagai penyangga hidup. Sungguh kasihan. Di rumah yang terlampau mewah, dia hanya mendapatkan roti.

"Tuan Arkan sudah datang!" Seru salah seorang pelayan mengumumkan kepulangan pemilik rumah.

Lunar selesai mengolesi selai di potongan roti ke-enam. Roti didempetkan dengan roti lainnya, lalu dia melahap sedikit demi sedikit. Bungkusan yang mana tersisa beberapa roti saja dibawa bersama selai dan juga sendok sebagai media olesnya. Dia mengapitnya di antara lengan dan badan sehingga ada tangan yang kosong untuk memegangi roti yang masih dijepit di mulut. Sambil berjalan keluar dari dapur, dia mengunyah roti dan menggigit roti secara bergantian.

Langkahnya terhenti saat bertemu dengan Arkan dan seorang wanita yang tidak diketahuinya siapa. Dia hampir saja menjatuhkan semua yang dibawa kalau tidak membuat kesadarannya bertahan. Siapa wanita yang dibawa oleh Arkan? Permainan mengenai bisnis terselubung di belakang Royal Grey benar-benar sudah usai, bukan? Lalu untuk apa Arkan membawa wanita lain?

Arkan menghela napas panjang menghiraukan apa yang dia lihat saat ini. "Dia adalah Lunar yang aku bicarakan." Ucapnya dengan malas.

"Oh!" Merangkul Arkan sebagai bentuk pernyataan perang. "Aku Raya, kekasih asli Arkan. Salam kenal, Lunar."

Semua pelayan yang mendengar tidak asing lagi dengan tamu yang datang karena memang mereka sudah mengenal Raya. Hanya saja berita pernikahan yang melibatkan Lunar membuat mereka semua tidak tahu harus bersikap bagaimana. Raya adalah kekasih Arkan sebenarnya yang tinggal di tempat yang sama. Di sisi lain Lunar adalah calon istri pemilik rumah yang harus mereka hormati.

"Raya!" Lunar diingatkan kembali dengan nama yang sama berulang kali. Dia baru tahu ternyata Raya adalah kekasih Arkan. Pantas saja dia tidak diizinkan menyentuh apa pun yang ada di dalam kamar waktu itu. "Salam kenal, Raya." Dia kewalahan bagaimana harus bersalaman karena tidak ada tangan yang kosong. Alhasil dia menggigit roti agar bisa mengulurkan tangan.

Raya melepaskan rangkulan tangan yang dia lingkarkan. Ragu-ragu dia membalas jabatan tangan itu. Walaupun dia disambut ramah, tetapi dia masih belum bisa menghilangkan pikiran mengenai Lunar adalah wanita yang hanya ingin memanfaatkan Arkan saja. Pasti ada sesuatu di balik pernikahan palsu yang melibatkan Arkan.

"Kau bisa beristirahat di kamar, Raya. Aku harus kembali ke kantor sekarang." Ucap Arkan tidak bisa tinggal lebih lama.

Raya menganggukkan kepala. "Aku mengerti." Kemudian dia berlalu pergi bersama pelayan yang mengantarkan barang bawaan.

Arkan tidak ingin lagi dipusingkan dengan keberadaan Lunar yang membuatnya geleng kepala. Wanita itu sangat berantakan dan juga terlihat rakus. Dia tidak bisa membayangkan wanita yang berjalan membawa satu bungkus besar roti bersama stoples selai menjadi istrinya meski pernikahan yang akan dijalani adalah sesuatu yang palsu.

Sementara itu Lunar yang melihat kepergian Arkan langsung menyerahkan semua yang dia bawa pada pelayan yang ada di dekatnya, termasuk roti yang belum sempat dia habiskan. Dia berlari mengejar Arkan dengan terburu-buru sampai dia bisa merentangkan tangan untuk menghentikan langkah pria itu.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Arkan tampak tidak senang langkahnya dihentikan.

"Kita harus bicara."

"Aku tidak ada waktu untuk itu."

Sebaliknya Lunar tidak peduli dengan penolakan karena apa yang akan dibahasnya adalah sesuatu yang lebih penting. "Apa Raya akan tinggal di sini? Kita akan menikah dan dua orang wanita tinggal bersamamu, bukankah akan menjadi berita baru nantinya?"

"Semua orang tahu kalau aku dan Raya sudah mengenal sejak kecil. Tidak akan ada berita aneh mengenai kami."

"Oh," Lunar paham sekarang bahwa dirinya sedang terjebak di dalam hubungan lainnya yaitu cinta masa kecil seseorang. "Tapi.."

Arkan yang sudah terbuang percuma waktunya menyingkirkan tangan yang menghalangi jalan. Dia mengoceh kesal setelah berhasil masuk ke dalam mobil. Di dalam sana dia hanya memperhatikan wanita yang masih berdiri di posisi yang sama. Sampai mobil beranjak dari area parkir, dia tidak lagi memandang Lunar.

Sekretaris Ham sedikit bergumam sebelum menyampaikan apa yang menggeluti pikirannya sejak tadi, "Menurut saya apa yang dikatakan nona Lunar ada benarnya, tuan. Setelah menikah nanti tidak mungkin dua orang wanita berada di dalam satu rumah yang sama."

***

Di satu meja makan yang sama, mereka duduk bertiga dalam suasana canggung. Lunar tidak berhenti mencuri pandang pada kedua pasangan di depannya secara bergantian, Arkan tidak berhenti melonggarkan dasi yang seolah ingin mencekik lehernya, dan Raya merasa kalau meja yang dulu ditempati oleh dua orang saja, kini harus digunakan bersama orang asing dan hal itu membuatnya merasa tidak nyaman.

Arkan masih menimbang-nimbang apa yang dikatakan oleh sekretarisnya kemarin mengenai rumah yang tidak mungkin dijadikan sebagai tempat tinggal dua orang wanita. Kalau boleh memilih, tentu saja dia akan menjatuhkan pilihannya pada Raya. Sayangnya, sekarang dia tidak bisa memilih sama sekali. Bagaimana dia bisa mengusir Raya yang sudah menempati rumah ini bersamanya begitu lama?

Apa dia membeli satu apartemen saja untuk dijadikan tempat tinggal Lunar? Dia akan tinggal bersama Raya di rumah yang sekarang, dengan begitu tidak ada yang merasa tidak nyaman dengan suasana yang mengharuskan mereka untuk bertatap muka.

Namun, kalau seperti itu pasti ayahnya tidak akan mengizinkan menantu di keluarga Grey tinggal di apartemen seorang diri. Persoalan tentang menentukan siapa yang akan tetap tinggal sungguh sangat rumit. Kenapa Lunar harus muncul dalam hidupnya?

Arkan menepis segala keraguan yang membuatnya sangat frustrasi, kemudian berkata, "Sebentar lagi aku dan Lunar akan menikah. Setelah itu, di rumah ini tidak mungkin ada dua orang wanita, karena hanya akan menimbulkan berita yang tidak-tidak mengenai kita."

Raya mendengar ucapan itu secara saksama. Apa yang disimpulkannya adalah Arkan ingin mengeluarkan salah satu di antara mereka dari rumah. Apakah dia yang akan diusir? Karena hanya dia yang tidak memiliki alasan untuk tinggal di sana.

Tidak ada yang salah dari keputusan Arkan karena dia merasa bahwa hal itu ada benarnya. Tidak mungkin ada dua wanita di dalam satu atap. Di sisi lain, kenapa harus dia yang sudah menempati rumah itu lebih dulu dibandingkan Lunar? Semuanya sangat tidak adil baginya.

Lunar menganggukkan kepala, menyetujui keputusan untuk mengeluarkan Raya dari rumah. Keberadaan wanita lain dalam kondisi mereka yang menikah nanti hanya akan merumitkan keadaan. Bisa-bisa nama baik yang sudah bersusah payah dipertahankan menjadi terancam kembali. Sudah cukup mereka yang menjadi dampak dari kesalahpahaman harus terjebak dalam ikatan pernikahan.

“Untuk itu aku putuskan membeli apartemen agar bisa ditempati salah satu dari kalian.”

"A—apa kau berniat untuk mengeluarkanku?" ucap Raya, berharap kalau pikiran buruknya tidak benar-benar terjadi.

Arkan menggelengkan kepala dengan yakin. "Tidak. Aku akan mengeluarkan Lunar."

Raya melebarkan kedua mata, begitu terkejut karena apa yang dipikirkan jelas berbeda dari kenyataan. Terutama Lunar yang lebih terkejut lagi mendengar keputusan yang menurutnya sangat tidak masuk akal.

Bagaimana bisa Lunar diusir dari rumah yang seharusnya menjadi tempat tinggal istrinya Arkan? Walaupun pernikahan mereka adalah sesuatu yang palsu, tetapi tetap saja tidak masuk akal, karena orang yang seharusnya akan menjadi nyonya di rumah itu harus mengalah.

“K-kenapa aku?”

“Karena kau hanyalah orang asing, baik itu sekarang atau nanti setelah kita menikah. Walaupun kau akan menyandang status sebagai istriku.”

Lunar tidak tahu harus berkata apa lagi. Dia juga tidak bisa memungkiri kalau keberadaannya hanya lantaran sebuah kesalahan yang harus diterima. Mereka memang hanya orang asing yang tinggal di tempat yang sama. Tidak. Bahkan, kini dia akan tinggal di apartemen seorang diri. Istri dari pebisnis itu sendiri terasingkan di tempat khusus. Bukankah itu menyedihkan?

Lalu apa yang salah dari semua itu? Apa yang membuatnya sampai harus bersedih hati? Mereka hanyalah orang asing dan selamanya akan tetap begitu. Pihak yang paling diuntungkan di sini adalah dia, bukan? Dalam waktu satu tahun itu dia bisa mendapatkan tempat berlindung dengan status yang cemerlang. Tidak masalah jika dia seorang diri di apartemen. Lagi pula, dia memang tidak mengenal orang lain lagi di rumah ini.

“Kalau kau sudah memutuskannya, aku tidak bisa menolak,” ucap Lunar, menyembunyikan bagaimana senangnya dia saat ini.

“Bagaimana kalau kita luruskan saja kesalahpahaman ini? Bukankah akan lebih baik? Mungkin akan timbul berita lainnya, tapi setidaknya kalian tidak perlu menikah.” Raya berkata, sebenarnya keadaan mereka begitu menyedihkan dan dia ingin menyelamatkan mereka semua dari itu.

“Tidak!” Tanpa sadar Lunar dan Arkan berseru dengan lantang.

Suasana yang tadinya tenang langsung berubah. Raya memandangi mereka yang berseru secara bergantian dengan ekspresi seolah menuntut penjelasan. Meluruskan kesalahpahaman bukankah merupakan solusi yang bagus untuk pernikahan yang tidak diinginkan itu? Dengan begitu, tidak perlu mengadakan perayaan pernikahan. Semua akan kembali pada posisi masing-masing dengan Raya yang menjadi calon pengantin sesungguhnya.

“A-aku ....”

Lunar bingung harus memberikan alasan apa atas pilihannya yang tidak setuju. Jika dia mengatakan tidak ingin keberadaannya diketahui yang mana hanya akan membuat dia dinikahkan kembali, dia akan terkesan seperti wanita yang ingin mencari tempat berlindung dari calon suami orang lain.

“Ayah sudah membuat keputusannya,"—Arkan memegangi tangan Raya yang ada di atas meja—“Kau tahu bagaimana ayah, bukan?”

Raya menundukkan kepala dan menghela napas panjang. Tadi dia hanya memikirkan keinginannya, tidak ingin pernikahan benar-benar terjadi. Dia tidak memikirkan bagaimana nantinya keadaan Arkan di mata orang kalau tiba-tiba saja ada dua orang wanita yang muncul. Belum lagi dia yang dikenal sebagai teman baik Arkan sejak kecil, pasti akan memunculkan berbagai macam pertanyaan tentang hubungan asmara di antara mereka. Dia juga tahu kalau Arkan tidak ingin mengecewakan sang ayah kalau bisnis yang dikelola akan terkena dampaknya nanti.

Raya menipiskan bibir sembari menyentuhkan tangannya pula ke atas tangan yang memegangi. “Aku mengerti.”

Melihat hubungan yang terjalin di antara dua pasangan yang ada di depannya membuat Lunar merasa kikuk sendiri. Keberadaannya seolah menjadi orang ke-tiga, hal yang tidak pernah diniatkan sebelumnya, tetapi apa yang harus dilakukan ketika nasi telah menjadi bubur? Bukan hanya Arkan yang tidak ingin berada di situasi sekarang. Dia juga tidak ingin hidup dalam pernikahan palsu. Masih banyak yang ingin dikerjakannya di luar sana, berjalan di atas kehidupan normal jika bukan karena Nico.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status