Kanya POV
Kakiku sangat lemas setelah menutup pintu apartemenku. Aku terduduk lemas di lantai, senyum kecut menghiasi bibir merahku. Ingin rasanya mengeluarkan air mata, namun cairan bening itu tidak kunjung terjun dari mataku.
Yang ada saat ini hanyalah rasa takut menyeruak ke dalam setiap nadiku. Lelah. Setelah rasa takut itu tubuhku menjadi letih, aku tidak bisa melanjutkan menulis dengan keadaan seperti ini.
Kucoba bangkit dan berjalan dengan kaki lemasku. Perlahan aku menuju ke kamar sembari mengedarkan pandangan. Semoga hantu itu sudah pergi ke apartemen sebelah. Pergi ke apartemen pria sombong bernama Eros.
"Dari wajah, tinggi, bahkan nama pun sama. Kebetulan macam apa ini?" sedikit menggelengkan kepala, aku masih terheran-heran dengan kebetulan yang ada di depan mataku tadi. Plak! Sekali lagi aku memukul pipiku pelan, berharap semua hanyalah mimpi karena kebetulan ini sangatlah mustahil bagiku. "Sakit! Emang bukan mimpi. Jadi Cowok yang namanya Eros itu—tetangga baru gue emang beneran manusia? Kok gue nggak percaya, ya?"
Apakah semua hanyalah prasangkaku saja yang sudah keterlaluan menganggapnya sebagai hantu?
Sampai di kamar aku mengambil gelas dan menuangkan air pada gelas tersebut seraya kembali mengedarkan pandangan disertai senyum garing dan kerutan tipis di ujung mataku. Wajahku pastilah tampak aneh. Biar saja agar hantu tadi merasa takut melihat keadaanku saat ini.
"Haha, apa yang gue pikirin." Aku berucap dengan gigi terkatup. Sebenarnya aku masih merasa takut berada di kamar sendirian. "Gue harus telepon Sam."
Tanpa sadar air dalam gelas tersebut sudah penuh dan beruntungnya tidak tumpah. Segera aku meneguknya. Tenggorokanku terasa segar, tapi rasa lelah tadi masih sama. Kelopak mataku hampir saja terpejam, segera aku mengambil ponsel dan menghubungi Sam sebelum aku makin mengantuk.
Padahal aku baru saja bangun karena bertemu dengan Eros malah membuatku tambah mengantuk. Aku tidak boleh tidur karena jika aku tertidur, maka Eros akan kembali masuk ke dalam mimpiku.
"Halo, Sam."
"Iya, Kay, ada apa?" sahut Samuel Wijaya dari seberang telepon.
"Sam," aku mengulangi memanggil nama Samuel. Sejenak pikiranku terasa kacau karena tidak tahu alasanku menelepon Samuel. Terdiam sesaat mengingat alasanku menghubungi Samuel. Mengapa tiba-tiba aku melupakannya bak seorang yang memiliki penyakit alzheimer? Tidak mungkin! Seorang Kanya Arundhati memiliki penyakit alzheimer.
"Kay kenapa?"
Aku tersadar ketika Samuel kembali bertanya dengan nada khawatir.
"Sam, hantu, Sam."
"Hah?" Samuel sepertinya terkejut. Aku tidak bisa melihat ekspresinya, namun tampaknya aku bisa membayangkan raut muka tidak percaya itu. Terdengar suara Samuel terkekeh kecil sebelum suara tawa itu menggelegar. "Hahahaha." Menjauhkan ponsel dari telingaku adalah cara terbaik agar tidak menjadi tuli karena suara tawa Samuel.
"Jangan ketawa! Gue serius. Gue curiga kalau tetangga baru gue adalah hantu."
"Ada-ada aja lo, Kay. Kebanyakan nulis genre seram pikiran lo jadi kemakan sama tulisan lo sendiri. Hahahaha." Samuel Wijaya sama sekali tidak percaya padaku. Tunggu sampai aku menunjukkan wajah Eros padanya. Tidak! Tunggu sampai dia sendiri bertemu dengan Eros. Ngomong-ngomong aku sudah memberikan penggambaran wajah Eros yang ada di mimpiku pada Samuel beberapa hari yang lalu.
"Cukup, jangan ketawa! Gue benar-benar serius. Siang ini kita ketemu makan siang di dekat kantor lo." Aku berucap serius karena masalah ini berhubungan dengan kewarasanku. Iya, kewarasanku!
"Oke, oke." Samuel Wijaya berhenti tertawa. "Lo tenang dulu, nggak ada hantu pagi-pagi begini, Kay, mending lo tiduran dulu, gue mau kerja, oke?!"
"Oke, Sam, gue tutup teleponnya."
Huh! Mematikan panggilan telepon seraya menghela napas dalam. Kelopak mataku terasa jatuh dan yang nampak hanya nuansa hitam pekat.
"Eros ...."
***
2 jam lamanya aku tertidur hingga jam makan siang tiba. Bergegas mempersiapkan busana yang harus aku kenakan. Busana santai saja, tapi sebelum itu sepertinya aku harus mandi lagi untuk ketiga kalinya. Aku tidak bisa pergi dengan badan bau keringat ketakutan tadi, bukan?
Sembari menyiapkan air pada bak mandi aku menilik kembali ketika aku tertidur barusan. Sama sekali tidak ada mimpi dalam tidurku. Setiap orang memiliki bunga tidur, bukan? Tapi kali ini rasanya aku tertidur amat nyenyak sehingga tidak mengingat apakah aku bermimpi atau tidak? Sebelum-sebelumnya aku pasti mengingat sekecil apa pun detail dari mimpiku. Aneh! Mengapa aku harus mempersoalkan sebuah mimpi padahal orang-orang di luar sana berkutat dengan pekerjaan mereka dan aku di sini ... malah berkutat dengan bunga tidur?
Jika orang lain mengetahuinya, aku pasti sudah di cap sebagai orang gila dan merekomendasikan berbagai psikiater padaku. Melelahkan harus hidup seperti ini.
Beberapa saat kemudian, aku telah selesai membersihkan diriku dan bersiap dengan busana santai yang akan aku kenakan. Tentunya sedikit bedak kupoleskan pada wajahku, namun tidak perlu lipstik karena aku memiliki bibir merah alami sejak lahir yang bisa aku banggakan.
"Selesai! Semoga nggak ketemu hantu Eros lagi. Kalau nggak bakalan mati berdiri gue." Merasa ngeri hanya dengan membayangkan bertemu Eros di dunia nyata untuk kedua kalinya. Akan tetapi tak dapat dipungkiri bahwa saat ini dia merupakan tetanggaku. Mustahil untuk tidak bertemu dengannya lagi. Menggeleng lemah karena nasibku begitu malang. "Ngenes! Miris banget!"
***
"Kenapa taksi online lama banget? Macet? Ban kempes? Atau lagi pacaran di jalan?" sungguh aku merasa geram saat ini karena jam makan siang 15 menit lagi dan aku perlu waktu lebih dari 15 menit agar sampai di restoran dekat kantor Samuel Wijaya.
"Panas banget!" tetap mengeluh seperti biasanya. Ya, begitulah aku yang tak bisa menunggu terlalu lama. Tentu saja lama karena sudah 10 menit aku berdiri di bawah terik matahari menunggu taksi online yang aku pesan.
Sebuah mobil hitam lewat di sampingku, nampaknya mobil tersebut milik salah satu dari tetanggaku. Andaikan aku juga punya mobil, maka aku tidak perlu lagi menunggu taksi online.
Mobil itu melaju melewatiku, namun sesaat kemudian kembali mundur dan berhenti tepat di depanku. Kaca mobil diturunkan perlahan, mataku seketika tidak dapat berkedip melihat si pengemudi.
"Nona hantu pagi-pagi, sedang apa di sini?"
Pria dengan suara halus dalam balutan jas hitam di dalam mobil tersebut tidak lain adalah Eros—tetangga baruku.
Menelan salivaku dalam-dalam lantaran tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Aku bungkam tak seberani tadi pagi ketika menyentuh tangannya.
Jantungku berdebar kencang. "Eros ...." Lirihku.
"Masih menganggapku hantu? Dasar tidak waras." Eros meninggikan ujung bibir kirinya.
Dia tersenyum? Eros?
"Baiklah, aku tanya, apakah hantu bisa menyetir?"
Aku menggeleng. Hantu super pintar mana yang bisa mengemudikan mobil sport?
"Berarti aku bukan hantu. Naiklah! Aku akan mengantarmu."
Bersambung
Aku takut! Takut jika saat ini aku tengah membencimu. Namun ada rasa hampa di sana. — Apple Leaf
Kanya POVTubuhku bagaikan sebuah boneka yang dipasangi oleh puluhan tali yang digerakkan oleh pria itu. Tali-tali yang menggerakkan tubuhku tanpa sadar dapat aku lihat dan aku sudah terduduk di dalam mobil sport hitam milik Eros."Tali?" melihat seluruh tubuhku, semua tali yang mengikatku barusan telah menghilang, aku menatap aneh pada Eros di kursi kemudi. Dia sama bingungnya denganku padahal dia sendiri yang menggerakkan tubuhku. "Elo!""Apa? Tali apa?" Eros Darwin malah balik bertanya padaku. Mimik wajahnya benar-benar nampak kebingungan seperti orang yang tak bersalah sama sekali."Gue melihat tali menggerakkan badan gue barusan.""Dasar wanita aneh! Tidak ada tali. Tadi pagi berteriak hantu sekarang tali. Kamu harusnya memeriksakan matamu ke dokter atau pergi ke psikiater. Aku memberimu saran tulus agar kamu tidak disangka gila dan menganggap tetangga lainnya sebagai hantu." Ujarnya tanp
Eros POVAku menghentikan mobilku dan melihat wanita dengan bibir merah itu mengeluarkan bulir-bulir keringat dingin dari dahinya. Dia nampak pucat karena mimpi buruk saat ini kemungkinan tengah menyapa dalam tidur singkatnya.Saat aku sibuk mengemudi, Kanya Arundhati memberontak ingin turun dari mobilku. Aku bisa melihat rasa takut berlebih dari kelopak mata indah itu, namun aku tak tahu mengapa dia bisa sampai setakut itu padaku tadi pagi, bahkan juga barusan. Mengataiku sebagai hantu serta ada dalam mimpinya, dia wanita yang cukup gila yang pernah aku temui karena sapaannya yang tidak biasa.“Hei, Kanya bangunlah!”Aku menggoyangkan bahunya karena dia tidak kunjung bangun seperti terjebak dalam mimpinya sendiri hingga tak mampu membuka matanya. Kuambil secarik tisu menyeka keringat yang bercucuran di dahinya. Kanya tampak sangat ketakutan hingga air mata perlahan merembes dari matanya yang tertutup rapat.
Kanya POV“Kay, lo nggak apa-apa? Dia siapa?”Aku mengatur napasku ketika bertemu dengan Samuel di depan restoran, untuk saat ini aku belum bisa menjawab pertanyaan Samuel. Menggelengkan kepala menjadi hal termudah yang bisa aku lakukan sekarang ini sebagai jawaban. Mataku masih melirik pada Eros yang tengah menatap kami sedari aku turun dari mobilnya. Aku tidak menyangka akan tertidur sampai bermimpi buruk di dalam mobil Eros.Sungguh hari yang menyebalkan!Eros menutup kaca mobilnya seraya menyeringai tipis, lantas mobil tersebut melaju menembus keramaian jalanan hingga tak nampak lagi oleh mataku. Masih menatap lurus ke arah mobil yang telah sepenuhnya menghilang dari pandanganku. Karena begitu takut, aku sampai lupa mengucapkan terima kasih padanya.Tidak, jangan berterimakasih! Dia terlalu menakutkan.Apalagi ketika aku mengingat telah memeluknya dengan erat dan tak menginginka
Eros POVAku memarkir mobilku di sembarang, ketika sampai di depan kantor, lantas keluar dari mobil. Melemparkan kunci pada satpam adalah hal pertama yang kulakukan ketika kakiku menyentuh lantai.“Selamat siang, Pak Direktur.”Sapaan yang sama setiap pagi, membuatku enggan untuk sekadar menyahut. Hanya menganggukkan kepalaku sebagai balasan atas kesopanan mereka.“Pak Direktur, Anda sudah tiba?” pria dengan penampilan kaku dan membosankan jauh-jauh menghampiriku ketika baru melihatku turun dari mobil. Raut mukanya dilingkupi kepanikan, serta saputangan yang digunakan untuk menyeka dahinya membuktikan bahwa keringat dingin telah mengguyurnya barusan. “Presdir Irwan tengah menunggu Anda di kantor sejak tadi. Beliau sepertinya marah sekali karena Anda pindah dari rumah besar.”Langkahku bergegas menuju lift karena asisten pribadiku memberitahukan bahwa si tua Irwan pemilik dari perusahaan ini atau yan
Kanya POVSetelah pergi meninggalkan Samuel di restoran dengan marah, aku bahkan tak mengangkat panggilan telepon pria itu dan langsung mematikan ponselku. Aku tahu dia khawatir padaku, tapi aku paling tidak suka jika sahabatku sendiri tidak percaya padaku.Dia hanya bergeming menatapku dengan manik matanya yang tak memiliki kepercayaan padaku. Dulu Samuel akan percaya pada setiap perkataanku, aku tahu dia menganggapku setengah gila dan pasti akan menyuruhku pergi menemui psikiater.Tak terasa sekarang sudah jam 9 malam, aku masih duduk di bawah pohon kelapa sejak kedatanganku ke pantai ini. Orang-orang masih ramai bermain dengan ombak bersama pasangan mereka.Sedang, aku sendiri meratapi nasibku yang dianggap setengah gila.Tunggu. Jam 9 malam dan di pantai?“Gue harus pulang sekarang. Gue belum nulis dari pagi, malah sibuk ngurus hantu. Hehe.” Terkekeh garing karena baru menyadari
Eros POVDasar gila! Itulah yang bisa aku katakan pada Kanya yang berteriak histeris setelah melihatku di dalam lift. Apakah aku begitu menyeramkan sehingga dia pingsan?Aku rela menggendongnya ala bridal karena dia tak kunjung sadar dari pingsannya. Kurasa dia tertidur, dan satu hal lagi aku tak tahu sandi apartemennya. Bagaimana caraku membawanya masuk ke dalam apartemennya?Meminta kunci manual kepada keamanan dan membiarkannya tergeletak sendirian di depan pintu apartemennya? Bagaimana kalau nanti ada orang yang membawanya pergi? Mengapa aku memiliki banyak pertanyaan dan merasa dilema? Ataukah aku harus membawanya ke apartemenku dulu?Setelah berpikir lama, akhirnya aku memutuskan untuk membawanya ke apartemenku sementara waktu sampai Kanya sadar. Ya, itu lebih baik daripada dia dijamah para nyamuk di luar sini.Sembari berjalan pelan menuju apartemenku, aku mengamati bibir Kanya yang merah ala
Kanya POVTuhan!Aku memekik dalam hati setelah memberi jarak antara wajahku dan wajah Eros. Mataku membulat masih tak percaya bahwa aku berada di dalam kamar mandi bersama seorang pria dengan keadaan pakaian dilucuti, dan pria itu adalah pria tidak jelas antara manusia atau makhluk halus.Apakah Eros telah melepas pakaianku tadi dan mengapa aku bisa berada di kamar mandi bersamanya?Tunggu sebentar. Tadi pagi ketika aku akan menyentuh tangannya, dia sangat tidak nyaman dan tadi siang dia membiarkan aku memeluknya sambil menangis. Saat ini kulit kami sedang bersentuhan dan Eros tidak masalah dengan hal itu?Tapi sekarang aku yang bermasalah, wajahku mulai panas ketika memperhatikan mata Eros bagaikan elang yang siap menerkam mangsanya. Mungkinkah tubuhku terlihat menggoda di matanya? Ada sedikit rasa bangga dalam diriku, namun rasa malu telah menggerogotiku.“Lepaskan aku! Kamu pria mesum. Hantu mesum.”
Eros POVMembulatkan mata tak percaya dengan apa yang terjadi saat ini. Aku seperti pria yang tak berdaya di bawah paksaan kedua tangan Kanya yang memeluk erat leherku. Kanya memaksa mendaratkan bibirnya pada bibirku tanpa aba-aba, seketikan membuat tubuhku mematung. Aku bahkan tak bisa mengerjapkan mata ketika melihat bulu mata lentiknya.Kanya memejamkan mata dan bibirnya beramain pada bibirku. Anehnya, aku malah membiarkannya begitu saja. Membiarkan perempuan ini menunudukan kepalaku dan memaksakan dirinya padaku. Bisa kuanggap dia memaksakan diri.Bibirnya terasa halus ketika menyentuh permukaan bibirku dan bibir kami saat ini saling beradu dituntun oleh Kanya, sedang aku hanya diam dan membiarkannya. Kanya memeluk leherku dengan kedua lengannya saling bertautan, beberapa saat dia masih belum melpaskan bibirku dan menikmati aksinya. Mataku masih terbuka melihatnya yang sangat berani mencium seorang pria yang baru di kenalnya—di