****
Hujan awal bulan itu belum juga mereda, Lea Kalilea masih meringkuk di kasur empuknya dengan dipeluk kekasihnya. Semakin dingin, semakin erat Varrel memeluknya seolah pria tampan itu tak ingin beranjak walau sebentar saja.Pagi itu Lea membuka matanya, ia masih merasakan bagaimana hidung Varrel beberapa kali diusapkan di punggungnya. Perlahan jemari Lea menyambut tangan Varrel yang masih melengkung manis di atas perutnya.
"Jangan pergi, aku masih ingin memelukmu." ucap Varrel di sela-sela tidurnya.
"Kau tak ingin bekerja? Kartu kreditku sudah berteriak-teriak ingin diisi." jawab Lea lirih lalu berbalik badan dan menatap wajah tampan Varrel. Pria itu tersenyum kendati kedua matanya masih terpejam erat.
"Kau nakal! Kau selalu menyuruhku mencari uang sedangkan dirimu selalu ogah-ogahan jika bersamaku lebih lama. Kau sungguh tak adil." jawab Varrel tenang lalu membuka kedua matanya perlahan.
"Bukannya dari awal aku sudah bilang padamu Arrel jika aku hanya..."
"Sudah jangan dibahas lagi, aku sudah hafal dengan apa yang ingin kau katakan. Bilang padaku berapa uang yang kau butuhkan sekarang?" ucap Varrel mengulum senyum lantas mengelus wajah cantik Lea Kalilea.
"Yang jelas aku tidak membutuhkan sedikit." jawab Lea sambil memandang wajah tampan di depannya.
"Benarkah?" ucap Varrel seakan tak percaya seraya menaikkan sebelah alis matanya. Sesaat pria itu menoleh ke atas meja yang terletak di samping tempat tidurnya, di sana ada dompet dan ponselnya. Perlahan ia bangun lalu meraih dompetnya.
Varrel tersenyum lalu membuka dompetnya, ia melirik pada Lea yang ikut bangun dan memperhatikan gerak-geriknya.
"Di dompetku tidak ada uang sama sekali, bagaimana menurutmu?" ucap Varrel melirik ke arah Lea dengan tatapan menggoda.
"Kau berbohong padaku." ucap Lea sambil mengerucutkan bibir mungilnya.
Varrel kembali tersenyum, ia lalu mencabut salah satu kartu kreditnya dan disodorkan ke arah Lea.
"Kau akan mengambil berapa?" tanya Varrel dengan menatap intens pada kedua mata Lea.
"Sebanyak-banyaknya hingga kartu kreditmu tak bersisa." jawab Lea sekenanya seraya menerima kartu kredit itu namun Varrel buru-buru menariknya lagi. Dan yang tersisa hanya wajah bengong Lea Kalilea yang terlihat begitu polos dan menggemaskan.
"Bayar dulu dengan tubuhmu." goda Varrel lalu meraih kepala Lea dan mulai melayangkan ciuman di bibir mungil Lea Kalilea.
"Mmnn..." Lea berusaha menolak namun pria itu berhasil mengunci tangannya dan merebahkan kembali tubuhnya.
"Kau takkan bisa lepas dari pesonaku Lea." bisik Varrel di depan wajah Lea.
Gadis itu menatap wajah Varrel cukup dekat hingga hidung mereka saling bergesekan satu sama lain.
"Kau yakin? Bukannya dari dulu yang lengket denganku adalah dirimu? Apakah sekarang keadaan sudah terbalik ya?" gumam Lea membuat Varrel tersenyum malu dan bergegas kembali memagut bibir Lea.
Dengan ganas pria bersurai kelam itu mengecup bibir Lea, mengulumnya tanpa ampun. Menghisap setiap sudut bagaikan kecanduan tiada henti. Ketika Lea membuka mulutnya, kesempatan itu tidak disia-siakan Varrel untuk memasukkan lidahnya di sana.
"Eehmn..." desah Lea ketika tangan Varrel menggerayang ke dadanya.
Ciuman panas itu terus berlanjut hingga akhirnya suara pintu diketuk keras-keras membuat keduanya berhenti melanjutkan dan melayangkan tatapan ke arah pintu.
"Apa kau punya tamu hari ini?" tanya Varrel penuh selidik. Lea menggeleng, ia lalu membenahi bajunya yang acak-acakan dan berjalan guna membukakan pintu.
Cklekk.
Pintu itu dibuka dan tamu itu segera mendorong tubuh Lea hingga gadis itu terhuyung mundur.
"Bella..." desis Lea tak habis pikir ketika tahu Bella kini berada di hadapannya.
Wanita itu terbelalak murka ketika melihat Varrel di atas ranjang Lea dengan bertelanjang dada, pikirannya mendadak melayang jauh. Jadi seperti ini yang terjadi jika Varrel tak pulang ke rumah, sesaat jantung Bella bergemuruh hebat. Ia mendadak emosi luar biasa.
"Dasar pelacur!" maki Bella lalu melayangkan tamparan di wajah Lea.
Lea hanya diam ketika setelah itu rambutnya dijambak tanpa ampun. Varrel yang melihatnya segera turun tangan, ia melerai keduanya dan mendorong tubuh Bella hingga terbentur sisi pintu.
"Apa yang kau lakukan di sini Bella?" ucap Varrel setengah membentak.
"Apa? Kau heran kenapa aku bisa sampai di persembunyianmu ini, iya? Ini semua karena wanita jalang ini!" maki Bella kembali meraih rambut Lea dan menjambaknya keras-keras.
"Cukup Bella! Hentikan!" teriak Varrel lalu menarik tangan Bella agar menjauh dari tubuh Lea.
Pria bermata kelam itu merengkuh tubuh Lea penuh perhatian membuat hati Bella hancur seketika, airmatanya tak bisa dibendung lagi. Demi melacak keberadaan Varrel ia rela menyewa beberapa orang suruhan untuk mengikuti kemana pria pujaannya itu pergi. Dan pencariannya berakhir di apartemen ini, apartemen mewah yang sengaja disewa Varrel untuk simpanannya.
"Sekarang pergilah dari sini Bella, jangan buat keributan lagi." peringat Varrel masih sambil memeluk tubuh Lea.
"Tidak... Tidak akan." ucap Bella lalu merangsek menarik tangan Lea dan kembali menampari wajah Lea berkali-kali.
Varrel naik darah, ia meraih tangan Bella dan balas menampar wajah Bella sekeras mungkin. Ia melakukan hal itu supaya Bella menghentikan kegilaannya menyerang Lea.
Plaakk.
"Berhenti kataku! Apa kau tak cukup dengar?" gertak Varrel naik pitam.
Bella terhenyak, ia terhuyung mundur ketika pria yang berstatus suaminya berani menamparnya hanya untuk membalas perlakuannya pada simpanannya itu.
"Varrel... Apa yang kau lakukan? Aku ini istrimu kenapa kau justru menamparku?" tanya Bella penuh rasa kekecewaan.
"Kau bersikap murahan Bella, berhentilah bertindak kekanak-kanakkan. Kau menghakimi Lea sesuka hatimu, hal itu cukup membuatku jijik. Inikah caramu agar aku bisa kembali padamu? Jika Ya, aku pastikan kamu hanya berbuat sia-sia Bella. Aku benci sikap kekanak-kanakkanmu. Sekarang, ayo ikut aku pulang!" ucap Varrel kesal.
Pria itu meraih baju dan jasnya yang tergantung di kursi, memakainya asal-asalan lalu menggelandang tubuh Bella sekerasnya.
"Varrel urusanku dengannya belum selesai.. Varrel...."
"Pulang!! Jangan ganggu Lea lagi!" peringat Varrel sambil menyeret tubuh Bella agar menjauh dari ruang mewah Lea Kalilea.
Gadis itu menggosok-gosok pipinya pelan, rasa panas masih berbekas di sana. Jika tidak ingat Bella adalah istri Varrel mungkin dia sudah membalasnya tak kalah pedas.
Perlahan Lea berjalan dan menutup pintu sedikit keras. Ia tak habis pikir kenapa Varrel begitu mencintainya hingga sampai hati menampar istrinya hanya demi dirinya, si pelacur murahan kata orang.Lea menghempaskan tubuhnya di ranjang, otaknya kembali merekam kejadian barusan. Ia bisa membayangkan bagaimana reaksi Bella ketika Varrel dengan membelanya mati-matian. Sejenak Lea tersenyum manis, tanpa berbuat apa-apa justru Varrel berpihak padanya. Bukankah itu baik?
Pip.. Pip..
Suara ponsel Lea memecahkan lamunannya, ia menoleh lalu bangun dari tidurannya. Gadis berwajah polos itu meraih ponselnya, membuka pesan yang terkirim di ponselnya dengan hati-hati.
"Datanglah ke tempat biasa, aku ingin sekadar ngobrol denganmu. Bolehkah? Aku tunggu."
Lea mengulum senyum, ia lalu meletakkan ponselnya dan berjalan menuju ke jendela. Gadis itu menatap keluar sebentar, rupanya hujan sudah reda. Lea mengikat rambutnya yang tergerai lalu meraih handuk untuk segera mandi.
Ia harus bertemu seseorang, saat ini juga.
****
"Hai...." sapa Lea ramah sambil menghampiri seorang pria yang umurnya beda 6 tahun darinya.
Pria itu menoleh lalu tersenyum ketika melihat kedatangan Lea di sebuah Cafe langganan mereka. Tanpa merasa canggung pria tersebut menarik tangan Lea dan hendak menciumnya namun Lea segera menghindar dan duduk di hadapannya.
"Kau sama sekali tak berubah Lea. Andaikan aku seorang milyader, aku pasti akan menghujanimu uang dan memiliki tubuhmu selamanya." gurau Kevin dengan wajah pura-pura merengut.
"Jangan berharap banyak padaku, jika kau seorang milyader pilihlah gadis baik-baik dan bahagiakan dia." jawa Lea lalu mengulum senyum.
Tak lama kemudian sang pelayan datang menanyakan pesanan, setelah memesan Lea kembali terhenyak ketika Kevin meraih tangannya dan menggenggamnya erat.
"Aku merindukanmu Lea, apakah jadwalmu terlalu padat hingga untuk bertemu denganmu saja rasanya sangat sulit." dengus Kevin sedih.
Lea menepis tangan Kevin perlahan, ia kembali tersenyum dan berharap pria itu tidak tersinggung akibat penolakannya.
"Maaf tapi aku sibuk mengurusi kuliahku, sebentar lagi aku akan naik semester jadi aku harus ekstra...."
"Kuliah atau pria incaranmu itu Lea?" tebak Kevin membuat Lea memerah wajahnya.
"Kevin, kau...."
"Sampai kapan kau akan menjual diri, Lea? Aku sebenarnya tidak setuju dengan keputusanmu. Ini terlalu beresiko untukmu, jika kau mau kau bisa mengeluh padaku. Aku akan merasa senang jika kau mau menggantungkan hidupmu padaku. Yakinlah aku tidak meminta imbalan padamu." ucap Kevin membeo.
"Terimakasih Kevin tapi kau tak mengerti posisiku saat ini. Kau kira aku tidak malu melakukan hal ini? Kau kira aku senang dengan profesi seperti ini? Tidak Kevin, aku menderita tapi...."
"Kalau begitu berhentilah mulai sekarang, aku sanggup menanggung seluruh hidupmu Lea."
"Kevin aku tahu kebaikanmu tapi ada satu hal yang tak bisa kulepaskan dari dirinya. Jadi aku mohon jangan bujuk aku untuk meninggalkannya." ucap Lea mulai merasa tidak nyaman.
Kevin terdiam cukup lama, ia menghela nafas dalam-dalam lalu mencoba tersenyum pada Lea yang terlihat terusik oleh permintaannya.
"Jadi kapan kau punya waktu senggang?" tanya Kevin tiba-tiba.
"Apa maksudmu?"
"Aku baru saja gajian, jika dibandingkan dengan pria idolamu itu gajiku mungkin tak seberapa tapi bisakah kau menyisihkan waktumu untukku? Bolehlah aku mencicipi sedikit gadis yang berada di...."
"Jangan bergurau, Kevin." ucap Lea lalu mencubit tangan Kevin dan itu membuat Kevin tergelak tertawa.
"Kenapa? Kau butuh uangkan? Jadi bisakah aku meminjammu sebentar saja?"
"Kevin kau pria yang baik-baik, jangan berbicara aneh-aneh di depanku. Meskipun aku membutuhkan uang, aku tidak akan memakai uangmu apalagi menjual diriku padamu. Kevin, jangan bersikap macam-macam atau mencoba nakal tanpa sepengetahuanku." tegas Lea lalu merengut dan menautkan alisnya.
"Kenapa?"
"Karena kau pria baik-baik." jawab Lea singkat sambil memalingkan wajah dan berpura-pura menatap sekeliling.
"Lea... Aku mencintaimu." ucap Kevin setengah berbisik.
Lea terbengong, ia menatap mata Kevin seolah tak percaya. Ia terus tertegun hingga Kevin meraih tangannya sekali lagi dan menciumnya.
"Aku tahu sebenarnya kau gadis baik-baik, itulah kenapa aku berani mengatakannya padamu. Lea... Dengarkan permintaanku sekali lagi, berhentilah dari dunia hitam ini. Masih ada aku, aku bisa membantu apapun yang kau butuhkan. Lea... Hargailah hidupmu, jangan takut masih ada aku. Sehitam apapun hidupmu, aku bersedia menerima kekuranganmu. Lea, pikirkan sekali lagi kata-kataku ini."
*********************
****"Lihat Lea! Ini adalah calon suamimu di masa depan," suara ibu dengan bangga seraya menunjukkan sebuah foto pria remaja yang tengah tersenyum dengan gantengnya.Lea mau tak mau harus melihatnya, melihat foto yang ditunjukkan oleh sang Ibu. Dengan wajah polos, Lea kembali menatap ibunya tak mengerti. Wanita di hadapannya tersenyum lalu menangkup wajah Lea, "Namanya Varrel Damington, tidak ada alasan untuk tidak mendekatinya. Seminggu lagi ia akan datang kemari untuk mengikuti pertemuan keluarga. Kau bisa mengenalnya dengan baik nanti."Seperti biasa Lea hanya terdiam, guna menyenangkan ibunya ia terpaksa mengangguk dengan patuh. Tapi sayang belum seminggu seperti yang dijanjikan Ibunya, sebuah kecelakaan maut merenggut kedua orangtuanya. Naasnya lagi belum sebulan Ayah dan Ibunya pergi, perusahaan ayahnya diambil alih oleh Dammington Inc. Salah satu sebab kenapa Lea Kaliea harus mengejar Varrel Damington sampai ke lubang semut sekalipun.Bayangan buram ma
WARNING 21+****Lea tak pernah menyangka jika Kevin akan menciumnya di depan umum seperti tadi. Jantungnya sempat bergetar karena sebelumnya ia belum pernah menerima ciuman dari siapapun selain ciuman dari Varell. Hari ini benar-benar hari yang tak terduga bagi Lea Khalilea.Berjalan sedikit cepat menuju ke apartemen, Lea berusaha melupakan bayangan Kevin yang tiba-tiba menaut bibirnya. Jika diingat kembali, pria tersebut memang tengah mencuri kesempatan pada dirinya. Sungguh, pria dimanapun tetap sama saja.Lea mempercepat langkah, dengan tergesa ia memasuki kediaman mewah persembahan dari Varell Damington. Belum sempat melihat siapa yang ada di dalam kamarnya, tangan Lea segera ditarik oleh seseorang. Gadis tersebut terkesiap menyadari ada seseorang yang kini begitu posesif terhadapnya."Varell ... Sejak kapan kau ada di sini?" Lea bergumam tak mengerti ketika Varell berusaha memonopoli dirinya.Varell tak menjawab, pria tersebut mendorong tubu
***Setibanya di istana megah milik keluarga Varell Damington, pria bersurai kelam memasuki halaman rumahnya dengan langkah tenang. Pria itu tahu jika lambat laun perselingkuhannya dengan Lea akan tercium juga apalagi oleh keluarga Bella.Ketika pria berjas hitam tampak memasuki rumah, seluruh tatapan penghuni rumah teralihkan ke arahnya. Ruang tamu yang biasanya sepi kini mendadak menjadi ruangan penuh lautan manusia dari keluarga Bella.Varrell terus melangkah menghampiri keluarga besarnya, ia tersenyum seolah tak terjadi apa-apa."Apa kabar semuanya? Bagaimana kabarmu Ayah? Ibu? Kakak ipar?" sapa Varell dengan nada santai sembari menghempaskan bokongnya di sofa mewah, dimana keluarga besarnya tengah berkumpul.Tak ada jawaban. Keluarga Bella terlihat masam ketika melihat kehadiran Varell Damington, apalagi ditambah dengan sikapnya yang seolah-olah tak terjadi apa-apa."Varrell, kataka
****Ruang tengah milik keluarga Varrell Damington kini kembali sepi. Setelah Varell pergi, kini rumah itu hanyalah tinggal keluarga Bella yang masih terduduk dengan amarah yang meluap-luap di dada. Wajah Louis tidak dapat disembunyikan, rasa marah bercampur kecewa kini tercetak jelas di wajahnya yang tegas."Bella, apapun demi dirimu, Ayahmu ini tidak akan menyerah. Jika Varell tidak bisa meninggalkan wanita itu maka akan kubuat wanita itulah yang akan meninggalkan Varell," ujar Louis Brandon dengan tangan mengepal sangat erat.Bella yang menangis sesenggukan mulai menenangkan tangisnya. Ada harapan baru yang muncul dari pelupuk matanya yang basah. "Dengan apa? Sedangkan aku sudah mencobanya namun selalu gagal."Luois Brandon terdiam, tatap matanya masih lurus ke depan. Sebagai ayah, ia tetap tidak bisa menerima segala alasan yang Varell lontarkan padanya."Kau tidak cukup mengerti lawanmu, Nak. Biarkan a
****Lea menggeliat ketika sinar matahari menebus jendela kaca yang tepat berada di dalam kamarnya. Sinarnya yang keemasan begitu menyilaukan, membuat tubuh sang wanita bereaksi dan segera bangun dari mimpi-mimpi indah.Menoleh ke samping, Lea tersenyum tipis ketika menyadari bahwa Varrell Damington memilih untuk tidur di sini semalaman hanya untuk menemaninya. Lea mengembuskan napas, ia merebahkan diri lagi di samping Varell.Wanita bermata indah itu menatap wajah Varell yang teramat tampan. Ia kembali tersenyum seraya mengelus wajah sang kekasih dengan lembut."Varell, maafkan aku. Aku telah memanfaatkan dirimu selama ini. Aku ingin segera mengakhiri tapi, semua sudah terlalu dalam untuk diakhiri. Varell, sekali lagi maafkan aku yang telah menggunakan dirimu untuk kepentinganku." Lea berbisik lirih.Varell perlahan membuka mata, membuat mata Lea terbelalak kaget. Mungkinkah pria yang tidur disampingnya i
***Seperti biasa Varrel menyempatkan waktunya untuk mengantar sang pujaan hati untuk pergi ke tempat kuliah. Pagi menjelang siang yang sedikit terik lengkap dengan riuhnya lalu lalang kendaraan tidak menyurutkan keinginan Varrel Damington untuk tetap pergi menemani Lea Khalilea untuk berangkat kuliah hari itu."Jam berapa kau akan pulang?" tanya Varrel pada Lea tanpa sekalipun pria itu menatap wajah ayu sang pujaan hati.Lea tersenyum tipis, menatap jalanan yang ramai pikirannya pun mengembara tepatnya pada sore hari nanti. Pria itu bahkan bertanya sesuatu yang jelas-jelas belum ia lakoni sedikitpun. Tak ada jawaban dari bibir Lea, membuat Varell menoleh sejenak ke arah Lea Khalilea."Kenapa hanya diam? Kau tidak ingin aku menjemputmu?" tanya Varrell dengan nada sedikit emosional. Sekali lagi Lea tersenyum, ia bahkan tidak tahu bagaimana dengan jalan pikiran pria itu."Sayang, ini masih
Wajah Lea Khalilea ditekuk, ia berjalan dengan wajah bersungut. Mimpi apa semalam hingga ia harus menemui masalah pelik sepagi ini. Bella bukanlah lawannya kendati wanita itu mencoba memperlakukannya dengan lembut ia tetap saja tidak bisa memperlakukan Bella sebagaimana mesti wanita itu telah memperlakukannya.Sebenarnya sebagai seorang wanita, Lea juga memiliki perasaan yang sama seperti yang Bella rasakan. Ia juga tidak ingin terancam apalagi dengan keberadaan wanita lain di sebelah suaminya namun lagi-lagi masa lalu yang membayang membuat wanita berkemeja ungu itu harus dan harus melakukan hal yang salah berulang-ulang kali.Lamunan Lea tersadar ketika seorang dosen menegur dan menghampirinya. Wajah pria paruh baya itu tampak ditekuk, ada sebuah berita yang hendak ia sampaikan pada salah satu murid tercerdas di kampusnya."Lea ...," panggilnya pelan namun terdengar sangat darurat. Lea menghentikan langkah tepat di hadap
*****Email di komputer Varrell berbunyi. Sesaat perhatian Varrel teralihkan dari tumpukan laporan ke arah layar komputer. Menaikkan alis sejenak, Varrel merasa aneh dengan kontak email tersebut. Butuh beberapa detik untuk Varrell memutuskan dibuka atau tidaknya email tersebut. Pesan yang tidak hanya sekali ataupun dua kali cukup mengulik rasa penasaran si tampan Varrell Damington.Jemari kokoh itu akhirnya tergerak untuk sejenak mengintip apa isi dari email misterius tersebut. Kedua mata Varrell menatap dengan sangat intens hingga akhirnya jantungnya berdegup kencang tatkala melihat foto Lea Khalilea menghiasi layar komputernya.Melihat hal tersebut, Varrell menganggapnya sebagai hal yang tidak bisa diremehkan. Mencurahkan perhatian penuh akhirnya Varrell memutuskan untuk membaca isi email tersebut. Setiap info yang ia baca membuat jantung pria itu serasa nyaris berdegup sangat cepat. Tanpa ia sadari, kedua tangannya te