Share

Bab 6

Dara menikmati makan malamnya dengan perlahan, sesekali Dara mencuri pandang ke arah Randy yang yang sedang menikmati makan malamnya. Randy yang merasa seperti di perhatikan, mengulum senyum lalu mengedipkan mata kepada Dara yang terlihat sedang memperhatikannya, seketika saat itu juga Dara ingin menengelamkan wajahnya kesemak-semak. Dara yang merasa kikuk karena ketahuan sejak tadi mencuri-curi pamdang pada Randy pun langsung menyuap makanannya dengan cepat sampai tersedak-sedak.

Uhukk uhukk.

"Aduh, pelan-pelan dong, sayang makannya!" Kata Bunda.

Dengan gerakan cepat Randy menyodorkan segelas air putih pada Dara.

Dara menerima gelas air tersebut dan  langsung meneguk habis air putih tersebut, lalu ia merasakan ada yang mengusap-usap pungungnya, uh bisa-bisanya lelaki ini mencari kesempatan dalam kesempitan batin Dara, gak tau apa jantungnya serasa mau copot saat merasakan jemari Randy yang masih mengusap-usap pungungnya. Astaga, kalo saja tak mengingat kalau mereka saat ini berada di ruang makan dan di sana ada Ayah, Bunda beserta Oma ingin sekali rasa Dara mematahkan tangan Randy yang dengan lancangnya menyentuh punggungnya. Dara merasa wajahnya memanas, pasti sekarang mukanya kelihatan memerah. Dara merasa lega saat usapan tangan suaminya itu sudah tak terasa lagi. 

"Kalian ada rencana bulan madu ke mana?" Tiba-tiba Oma nyeletuk.

"Bulan madu?" Ucap Dara bingung.

"Iya, kalian inikan pengantin baru, ya pasti mau bulan madu dong." 

"Ah, Dara belum sempat mikir Oma mau kemana. Lagian aku sama mas Randy kan sama-sama sibuk kerja." Jawab Dara.

"Kamu ini gimana, sih. Harusnya kamu itu gak usah kerja. Mending di rumah aja belajar jadi istri yang baik, ngurus rumah, melayani suami dengan baik." Kata Oma.

"Ih, Oma gimana, sih. Rugi dong gelar Sarjana aku kalo aku cuma di rumah aja gak ngapa-ngapain." 

"Dara, Oma mu benar sebaiknya kamu di rumah saja tak perlu kerja." Timpak Ayah.

"Tapi Ayah tau sendirikan impian aku kerja di perusahaan itu sejak dulu. Dara gak mau berenti kerja. Enak aja Dara disuruh jadi ibu rumah tangga gak keren banget, deh, lagian mas Randy juga gak keberatan kok aku kerja, iya kan, Mas?" 

"Iya, saya terserah Dara saja Yah," sahut Randy.

"Sesekali kamu harus tegas Ran, saat menghadapi Dara." 

"Ayah apaan, sih. Orang mas Randynya juga gak apa-apa, kok." 

"Iya, tapi tugas istri itu di rumah, Nak. Melayani semua kebutuhan suami dan lainnya. Ayah gak mau karena kesibukanmu kerja kamu jadi melalaikan tugasmu sebagai istri." Ucap ayah dengan lembut sambil memandang wajah Dara yang cemberut.

"Loh, di rumahnya mas Randykan sudah ada pembantu ngapain juga mesti aku lagi yang ngurus ini itu." Jawab Dara dengan dongkol.

"Hah, ngomong sama kamu bikin ayah pusing aja. Tolong dimaklumi sikapnya Dara nak Randy, mungkin ayah sudah gagal mendidiknya." Ucap Ayah yang terlihat benar-benar pusing dengan sikap anaknya yang semaunya sendiri. Bunda menenangkan suaminya itu dengan mengusap-usap lengan ayah.

"Iya, Yah. Gak apa-apa. Ayah gak usah mikir macam-macam, biar ini jadi tugas Randy sebagai suami untuk menuntunnya, dan mendidik Dara." 

"Terima kasih, Nak Randy. Ayah percaya sama kamu." Ucap Ayah.

Dara hanya mendengar percakapkan ayah dan menantu itu dengan wajah kesalnya. 

"Dara udah selesai." Dara bangkit dari kursinya dan hendak masuk ke kamar.

"Tunggu dulu, Dara!" Seru Oma.

"Apalagi, Oma. Dara ngantuk nih." Dara menghentakan kakinya dengan kesal.

"Dara, yang Sopan dengan Omamu!" Ucap Bunda.

"Iya, iya." Ucapnya lalu kembali mendaratkan pantatnya ke kursi.

"Oma punya hadiah buat kalian berdua." Oma memandang Dara lalu Randy.

"Hadiah apa, Oma?" Pekiknya dengan wajah berbinar, rasa kesal yang tadi Dara rasa entah menguap ke mana saat mendengar kata hadiah.

"Ck, kamu ini. Tadi aja mencak-mencak sama Oma." Gerutu Oma.

"Ya, Maaf. Hihi." Ucapnya lalu nyengir. Dara ini sifatnya mudah marah, tapi marahnya gak bertahan lama.

"Ayok, Oma. Cepatan  apa hadiahnya?" Desak Dara tak sabaran.

Randy hanya duduk diam menunggu hadiah apa yang akan oma berikan padanya dan Dara.

"Sabar, gak sabaran betul kamu ini." Omel Oma.

"Ya, makanya cepatan." 

Oma menyerahkan sebuah amplop berwarna coklat kehadapan Dara dan Randy. Dara memandang amplop tersebut, apaan sih omanya ini masa di kasih amplop doang, iya kira omanya akan memberinya hadiah tas mewah, perhiasan, rumah mewah.

"Ini apaan, Oma?" Dara menunjuk amplop coklat yang ada di depannya dengan bingung.

"Ck, hadiah buat kalian lah.makanya cepat di buka!" Perintah oma.

Dara mengambil amplop coklat itu, dan membukanya. Dara mengeluarkan isi amplop tersebut.

"Tiket liburan ke Bali." Ucapnya pelan.

"Ya, Oma rasa kalian perlu melakukan honeymoon. Jadi Oma berniat untuk memberi kalian hadiah liburan ke sana." 

"Tapikan, Oma....!" 

"Gak ada tapi-tapian, besok pagi kalian harus berangkat ke sana."

"Hah, besok yang benar aja Oma." 

"Kenapa, lebih cepatkan lebih baik. Lebih cepat juga kalian akan kasih Oma cicit." 

"Betul itu, Oma. Bunda juga sudah gak sabar mau nimang cucu." Timpal Bunda.

Cucu dari hongkong, mana mau gue di ekhem ekhem sama dia, Dara melirik Randy yang ada di sampingnya.

"Terima kasih hadiahnya, Oma. Besok pagi kami akan berangkat ke Bali." Ucap Randy yang sedari tadi hanya diam.

'Apa-apan sih ini orang main setuju aja, belum tentukan gue  setuju mau ke Bali.'

Dara mendekat dan membisikan sesuatu di telinga Randy.

"Aku belum bilang  setuju mau berangkat ke sana, ya, jangan main langsung setuju aja, dong." Tekan Dara.

"Udah kamu diam, aja. Gak usah cerewet." Balas Randy.

'Apa katanya, aku cerewet. Arggghh. Dasar Randy sialan.' 

Bersambung. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status