Share

10. Percayalah Padaku 2

   Saat pagi hari tiba, Kaira terbangun dalam dekapan hangat Jay. Kesalahpahaman yang sudah usai, membuat Jay dan Kaira bisa tidur dengan nyenyak dalam ranjang yang sama.

   Kaira dan Jay, akan memulai semuanya dari awal. Mengakhiri segala keegoisan. Kaira akan mempercayai Jay sepenuhnya selama 1 bulan ini. 

   Satu bulan ke depan adalah waktu yang akan di manfaatkan Jay untuk membuat hubungannya dengan Kaira terjalin semakin erat.

"Kamu sudah bangun? Apa tidurmu nyenyak?" tanya Jay.

"Lumayan!" jawab Kaira.

   Kaira beranjak dari tempatnya berbaring dan melepaskan diri dari pelukan Jay yang semakin erat dan terasa menyesakkan. 

"Mau kemana?" tanya Jay yang masih malas untuk membuka matanya.

"Bangun, dan bersiap kerja."

   Jay mengizinkan Kaira untuk melakukan apapun yang dia mau. Jay tetap melanjutkan mimpinya dan Kaira sudah sibuk bersama Bibi Rols di dapur. 

   Semua makanan untuk bekal, sudah siap, barulah Kaira membersihkan tubuhnya yang sudah berkeringat setelah memasak sop ayam.

"Apa aku benar-benar harus percaya padamu? Apa aku tidak akan kamu kecewakan?" batin Kaira di bawah guyuran air

   Kaira langsung memakai pakaiannya di dalam kamar mandi, karena di kamar ada Jay yang masih tertidur.

   Kaira keluar dari kamar mandi. Penampakan yang membuat jantung berdegub dengan kencang, ada di depan matanya.

   Dengan rambut yang masih basah, Jay hanya menutupi tubuhnya dengan lilitan handuk kecil. Tubuhnya yang begitu sempurna, menjadikan Kaira terpana dan tidak ingin mengedipkan matanya meskipun hanya sedetik.

"Kai ..." panggil Jay saat Kaira hanya termenung menatapnya.

   Jay mendekat ke arah Kaira yang hanya menatap dengan tatapan kosong. 

"Kenapa handuk kecil tidak lepas tertiup angin? Padahal aku sangat ingin melihat apa isinya?" batin Kaira.

"Kaira ..." panggil Jay lagi.

"Bolehkah aku membuka handuknya?" tanpa sadar, tangan Kaira sudah berada di pinggang Jay.

"Kau menggodaku pagi-pagi?" bisik Jay.

"Tidak! Aku hanya penasaran dengan isi di dalamnya," Kaira menunjuk pada barang pusaka Jay yang tertutupi handuk.

"Kalau begitu, kenapa kau tidak memegangnya saja seperti ini?" tangan Jay menuntun tangan Kaira untuk menyentuh miliknya yang sudah  berdiri tegak dan menjulang tinggi seperti sebuah menara.

"Apa kau merasakannya?" bisikan Jay menambah kegilaan Kaira. "Uhhhhhh ..." Jay menggigit bibirnya sendiri saat tangan Kaira meremas junior.

"KYAAAA ... Dasar gila! Dasar mesum!" Kaira memaki Jay setelah sadar dari lamunan dan tangannya sudah memegang hal yang paling sensitif bagi seorang pria.

   Kaira langsung berlari terbirit-birit seperti sedang ketahuan melakukan kejahatan.

"Dia kenapa? Bukannya dia sedang menikmatinya? Aduhhh ..." gumam Jay.

   Kaira menggunakan kamar yang lain, untuk memberikan make up tipis pada wajahnya supaya tidak terlalu mempermalukan Jay. Secara garis beras, seorang Istri sangat mempengaruhi Suami.

"Addduhhhhh ... Apa aku masih memiliki muka untuk menemuinya? Bagaimana bisa, tanganku berada di itunya, bahkan meremas benda pusaka yang seharusnya tidak aku ganggu," gumam Kaira.

***

   Kaira berjalan mengendap-endam, melewati Jay yang sudah duduk di meja makan. Jay menyadari kalau Kaira pasti akan menghindarinya, sehingga Jay merasa harus dirinya yang mendekat.

"Mau kemana? Apa Istriku yang berbadan kurus itu tidak akan sarapan?" ucap Jay tanpa menoleh.

"Aku belum lapar," jawab Kaira.

"Padahal aku sudah berjalan sepelan mungkin, tapi pendengarannya sangat tajam sekali," batin kaira.

"Apa aku harus berbicara seratu kali supaya Istriku datang padaku?" tanya Jay dengan tegas.

"Cih... Seperti itu saja marah," batin Kaira.

   Mau tidak mau, Kaira harus menuruti perintah Jay sebelum membuat Jay emosi di pagi hari. Pagi hari memang cenderung harus merasakan suasana yang damai dan nyaman tanpa adanya sebuah keributan.

"Aaaaaa... Buka mulutnya!" pinta Jay pada Kaira sembari mempraktekan buka mulut seperti menyuapi seorang bayi.

   Kaira menurut saja, dan menelan suapan demi suapan yang Jay sodorkan ke dalam mulutnya hingga isi di dalam piringnya kosong. Jay seperti menahan tawanya saat melihat wajah Kaira yang memerah seperti udang rebus.

"Cih, memalukan! Aku sudah bilang kalau aku tidak lapar, tapi sialannya, aku malah menghabiskan makanannya bahkan tanpa ada sisa," batin Kaira.

"Sepertinya tadi ada yang bilang kalau tidak lapar?" ledek Jay.

"Sudahlah, aku ke kantor saja!" Kaira berpura-pura marah supaya Jay tidak meledeknya lagi.

"Ayo!" Jay merangkul pundak Kaira dan mengajaknya berjalan bersama.

***

"Aku berhenti saja di sini!" pinta Kaira setelah merasa sudah dekat dengan kantor.

"Sampai kapan?" 

"Apa?"

"Sampai kapan aku harus mneyembunyikanmu sebagai Istriku?" tanya Jay dengan raut wajah yang sedih di matanya.

"Sampai kau benar-benar mencintaiku dan aku mempercayaimu!" jawab Kaira sembari keluar dari mobil setelah yakin tidak ada yang melihatnya.

    Jay sangat ingin meminta Kaira untuk menjadi sekretarisnya, supaya bisa melihat Kaira setiap hari tanpa sebuah hambatan. Tapi Jay menunggu waktu yang tepat, yaitu setelah mengenalkan bahwa Kaira adalah Istrinya.

   Jay mneyadari ada sesuatu yang membuat Kaira seperti membatasi diri. Jay dan Kaira sudah sepakat untuk saling mempercayai dan membuktikan ketulusan satu dan yang lainnya, sehingga Jay menunggu Kaira yang  mengatakannya dengan suka rela.

   Sesampainya di kantor, Jay langsung di sambut dengan pekerjaan yang menumpuk. Jay sudah biasa melihat kertas-kertas yang memusingkan matanya, tapi mau bagaimanapun, semuanya sudah menjadi sebuah tanggungjawab.

   Jay berencana ingin mengajak Kaira kencan di akhir pekan. Tapi Jay belum percaya diri untuk mengatakannya.

"Rasya, tempat kencan teromantis dimana?"

"Ranjang!" jawab Raysa.

BLETAKKKK...

   Setumpuk berkas, tepat mengenai kepala Rasya. 

"Aduhhhh... Seharusnya pakai kursi!" ledek Rasya yang juga tengah sibuk membantu pekerjaan Jay.

"Bagaimana kalau mengirimmu ke Afrika?"

"Emmm... Tempat kencang teromantis itu di pinggir pantai. Dengan sebuah meja yang di hias dengan setangkai bunga. Dua kursi sebagai pelengkap dan karya sebuah lilin di sekitarnya. Apa jawaban itu sudah cukup untuk membuatku tidak di kirim ke Afrika?" sebuah ancaman besar bagi Rasya jika harus di kirim ke Afrika.

"Belum!"

"Apa yang harus aku lakukan?"

"Menyiapkannya!"

"Sekarang?" tanya Rasya.

"Hufffff... Kau sepertinya sudah bosan bekerja ya?" Jay menatap Rasya dengan tatapan mengancam.

"Aku menyerah! Aku akan membantumu. Puas?" Rasya adalah salah satu sahabat Jay yang selalu bersamanya kapanpun, sehingga siap menjadi asisten pribadi Jay.

 "Oke!"

***

"AKU BARU SAJA MELIHAT SELINGKUHAN KELUAR DARI MOBIL BOS BESAR!"

"IYA! AKU JUGA MELIHATNYA!"

"KALAU BENAR TIDAK ADA HUBUNGAN APA-APA, UNTUK APA KELUAR DARI MOBIL DENGAN MENGENDAP-ENDAP?"

"Lagi-lagi mereka menggosip pagi-pagi seperti ini. Apalagi, aku yang menjadi bahan," batin Kaira.

    CURRRRRRR...

   Untuk kedua kalinya, Tania menyiram kepala Kaira dengan air, tapi kali ini bukan hanya sebotol air, tapi satu ember air kotor mengepel lantai.

   Tania adalah adik Grace yang selama ini mengawasi Jay sesuai perintah Grace. Setelah melihat Kaira yang dekat dengan Jay, bahkan Kaira di gosipkan menjalin hubungan terlarang, membuat Tania meradang.

HAHAHAHA...

HAHAHAHA...

HAHAHAHA...

  Gelak tawa semua orang yang melihat Kaira di tindas, terdengar sangat keras. Jika hanya sekali, Kaira akan mendiamkannya. Tapi, kali ini Tania sungguh keterlalun dalam bersikap apalagi Tania bukan lagi karyawan di perusahaan Jay.

"AAAARRRRRHHHHH,"

   Tania berteriak dan meronta saat Kaira menjambak rambutnya dan memaksa Tania untuk mengikutinya ke dalam toitel.

"Apa kau pikir, aku tidak akan membalasmu?" ucap Kaira.

"Kau akan menyesal! Kakakku adalah cinta pertama Presdir di perusahaan ini. Kau yang hanya sebagai selingkuhan, memiliki apa? Kakak Ipar pasti akan menuruti keinginan Kakakku, tanpa terkecuali!" teriak Tania dengan sangat keras.

"Grace?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Saputri
Jahatnya jadi orang
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status