Segala cara sudah Sean lakukan untuk mengusir Anjani dari pikirannya. Tapi tidak bisa, sekalipun Sean sudah melakukan video call selama satu jam lebih dengan Yuna, pikiran Sean tetap dipenuhi dengan Anjani.
Dan Sean merasa jengkel karena ada sesuatu di pagi ini yang tidak ia dapatkan. Kecupan dari Anjani. Biasanya Sean mendapatkan kecupan dari Anjani, tapi karena pagi ini Anjani diantar sekolah dengan lelaki kampret bernama Langit, Sean jadi tidak mendapatkan kecupan hangat dari istri kecilnya itu.
Sean tidak cemburu sama Langit, hanya saja Sean marah kepada Anjani yang tidak memegang omongannya. Anjani bilang ingin membuatnya jatuh cinta, tapi ternyata cewek itu malah sepertinya mencintai Langit.
Tapi kalau dipikir - pikir, punya hak apa Sean marah jika Anjani memang jatuh cinta sama Langit? Bukankah mereka sudah berbuat perjanjian untuk tidak ikut campur dalam urusan masalah masing - masing, termasuk perasaan.
Walaupun masih remaja, ternyata Anjani tidak lupa dengan tugasnya sebagai seorang menantu dari keluarga Rangadi. Meski Anjani tidak begitu pandai memasak, tapi setidaknya Anjani bisa memotong wortel dengan bentuk dadu sembari mencari topik pembicaraan dengan mamah mertuanya. Tentu saja, di rumah mertuanya Anjani tidak bisa leha - leha, begitu kakinya memasuki kediaman mertuanya, dapur adalah tujuan kaki Anjani melangkah."Kamu pintar masak ya, Jan?" tanya Lucia -Mamahnya Sean- seraya memperhatikan Anjani yang sedang bergulat dengan pisau dan talenan."Sedikit - sedikit bisa mah, walaupun masakan aku gak seenak masakannya chef Renata." jawab Anjani jenaka. Lucia tertawa kecil mendengar itu.Dengan tatapan sendunya Lucia jatuh pada sosok menantunya yang tengah memotong wortel dengan senyum ceria. Tangan Lucia terangkat mengusap lembut surai Anjani yang terikat menjadi satu bagian. Anjani melempar senyum pada Lu
"Eugh.. Om.."Sean semakin menggila mendengar erangan Anjani di bawahnya. Usai memberi banyak jejak di leher Anjani, bibir mungil Sean kembali melahap bibir ranum Anjani dengan rakus. Tangan kanan Sean menekan tengkuk Anjani memperdalam lumatan nya, sementara tangan kiri Sean menyelinap masuk kedalam piyama yang Anjani pakai, memainkan gunung kembar milik Anjani yang begitu pas di genggamannya."Eugh" Anjani kembali mengerang, membuat kewarasan Sean semakin menipis. Sean melepaskan ciumannya, kini lidahnya aktif menciumi dada Anjani yang mencondong.Perlahan Sean lepas kancing piyama yang istrinya kenakan, sementara bibirnya masih betah menjamah buah dada Anjani, membiarkan Anjani merintih kenikmatan sepuasnya.Anjani mengigit bibir bawahnya menahan desahan yang mendesak ingin di keluarkan, kedua tangannya memeluk Sean yang tengah berasa di atasnya. Di remasnya rambut Sean tak kala lidah nakal Sean memainkan nipple nya, memberikan efek
"Nanti kamu pulang bareng saya. Saya jemput." Akhirnya Sean membuka suara setelah selama di perjalanan dia membungkam mulutnya.Aku tersenyum tipis, dia membuka seatbelt nya sembari menjawab pertanyaan Sean dengan singkat, "Siap, om!" Singkat namun penuh kegembiraan.Anjani mengulurkan tangannya, seperti biasa, dia ingin mencium tangan Sean. Perlahan Sean mengulurkan tangannya, membuat Anjani segera mencium tangan tangan Sean yang putih dan mulus. "Kalau gitu aku pamit ya om," kata Anjani bersiap untuk keluar dari dalam mobil. "Tunggu--" Tapi Sean segera mencegahnya, dia menahan lengan Anjani membuat Anjani menghentikan pergerakannya yang sudah bersiap membuka pintu mobil. "Kenapa, om?" tanya Anjani kebingungan. Sehun tergugup, dia melepaskan tangannya yang menahan lengan Anjani, dengan wajah memerah nya Sean berdehem, dia sedikit memajukan pipinya bermaksud m
"Lo di jemput Langit, jan?"Anjani menjawab pertanyaan Jane dengan gelengan di kepalanya. Mereka bertiga, Lisa, Jane dan Anjani sedang berjalan beriringan di lorong kelas menuju lobby sekolah.Lorong sekolah masih ramai karena bel pulang baru berbunyi beberapa menit lalu. Anjani menarik lengan Jane dan Lisa ke tepi lorong ketika ada rombongan laki - laki yang datang dengan setengah berlari. Kalau saja Anjani tidak menarik Lisa dan Jane dengan cepat, mungkin mereka sudah tertabrak."Jani! Lo kenapa narik gue sih!" sentak Lisa, bukannya mengucapkan terima kasih karena sudah Anjani selamatkan dari celaka, Lisa malah berteriak kesal pada Anjani."Tadi kamu hampir ke tabrak, Lisa." jawab Anjani dengan tenangnya.Lisa menghentakkan kakinya jengkel, "Gue memang sengaja jalan di tengah biar di tabrak Bambam!" ujar Lisa menyebutkan nama gebetannya yang kesekian. Lisa ini jomblo, tapi kecengan nya terseb
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Sean sudah bersiap untuk mengakhiri pekerjaan nya hari ini. Dengan langkah lebarnya Sean berjalan menuju keluar dari gedung kantornya, sesekali ia tersenyum kecil ketika ada karyawan yang menyapa.Hari ini Sean lumayan bersemangat untuk menjemput istri kecilnya ke sekolah, awalnya Sean memang terpaksa menjemput Anjani karena sang Ayah, tapi sekarang Sean sudah terbiasa malah dengan senang hati Sean menjemput Anjani. Tiba di dalam mobil Sean langsung memakai seatbelt nya. DrttttPonsel Sean bergetar, sebuah panggilan masuk menginstruksikan pergerakan. Dengan cekatan tangan Sean meraih ponselnya ketika matanya melihat nama pacar kesayangan tertera di sana. "Hallo sayang," Sean mengangkat panggilan dengan manisnya. "Kamu dimana, sayang?" Suara merdu milik Yuna bertanya. "Aku baru mau pulang dari kantor, ada apa?" "Hm, aku udah di bandara, kamu bisa jemput aku?" Mata Sean mele
Anjani masuk kedalam apartemen nya di ikuti Langit yang membututinya di belakang. Pakaian keduanya basah kuyup karena Langit menuruti keinginan Anjani untuk menerobos hujan, alhasil, pakaian mereka kebasahan. Kedua bola mata Anjani menatap keseluruhan penjuru ruang apartement nya, sepi, sepertinya Sean belum pulang. Ah iya, Anjani lupa, kalau sama Yuna kan Suaminya itu suka lupa waktu. "Kamu duduk dulu, Lang, aku ambilkan baju om ku ya sebentar." titah Anjani sembari beranjak masuk kedalam kamar Sean. Tatapan Langit membuntuti kepergian Anjani hingga tubuh mungil cewek itu hilang karena tertelan pintu, Langit beranjak menuju sofa di ruang tengah. Baru saja Langit ingin mendaratkan pantatnya di sofa empuk itu, tapi ia langsung teringat kalau pakaian dan celana nya basah, kalau ia duduk maka sofa nya akan ikut basah juga, jadi Langit memilih menunggu Anjani kembali sambil berdiri saja. Sementara di ka
CEKLEKSean membuka pintu kamar Anjani, tungkainya langsung berlari cepat menuju ranjang sang istri. Sontak kedua mata Sean langsung melebar ketika melihat Langit tengah tertidur dengan nyenyak di sana. Dengan sekali hentakan Sean tarik selimut itu hingga Langit terjungkal di lantai. Langit yang kesadarannya belum terkumpul sepenuhnya itu meringis, mengusap - usap bokongnya yang di landa rasa perih karena baru saja berciuman dengan lantai. "Ngapain kamu di sini?" Suara tegas Sean terdengar, emosi Sean sudah mengepul di ubun - ubun saat mengetahui kalau Langit hanya mengenakan bokser saja. Dengan tatapan mata Sean yang menyalang menghunus tajam pada Langit yang sedang meringis kesakitan di lantai, menandakan bahwa Sean sedang murka. Mendengar suara bariton milik Sean, kedua mata Langit praktis terbuka lebar. Dia langsung menyilangkan kedua tangannya di depan dada, kemudian bangkit berdir
Sean tidak berhenti mengutuk dirinya sendiri sedari tadi, ia seperti orang yang baru saja kehilangan akalnya, berdiri canggung di depan Anjani yang baru saja memaki dan menamparnya. Sean sudah melakukan kesalahan besar hingga membuat istri kecilnya itu marah dan sakit hati. "Om benar - benar mengira aku semurah itu?" Sean terdiam, ia menundukkan pandangannya tidak tega melihat wajah Anjani yang terlihat terluka. Gadis yang selalu ceria itu mengeluarkan air matanya karena perbuatan Sean yang melukai batinnya. Tapi, mulut Sean seolah sulit untuk mengucapkan kata maaf. Meski maaf saja tidak cukup untuk Anjani. Anjani mengepalkan tangannya, menatap Sean murka dengan dada yang menggebu - gebu, beberapa orang yang dekat dengan Anjani mengatakan bahwa cewek itu pintar mengontrol emosi, tapi tindakan Sean tadi tidak bisa di toleransi. Tanpa segan Anjani layangkan tamparan nya. Apa Anjani puas hanya dengan satu tamparan saja? Tidak. Tangannya masih