Kegiatan sepulang kuliah Calista adalah membantu ibunya menjaga toko kue, toko itu terletak tidak jauh dari rumahnya. Toko kue milik ibunya cukup ramai, selain rasa kuenya yang enak harganya pun tidak terlalu mahal. Di situlah ladang penghasilan ibu Calista untuk biaya sehari-hari.
Ting
Mendengar bel berbunyi Calista langsung berdiri, menyambut pelanggan yang datang ke toko. Posisi ini menuntut Calista untuk terlihat ramah, kata ibunya 'pembeli adalah raja' jadi Calista harus memasang senyum setiap kali ada pelanggan.
"Ada yang bisa saya bantu, tuan?" Menawarkan bantuan adalah poin utama, kata ibunya dia harus membuat pelanggan puas dengan layanan di tokonya. Semua pelajaran itu Calista dapatkan dari ibunya.
"Aku mau kue rasa cokelat yang tidak terlalu kuat." Calista mengangguk begitu mendengar suara serak milik pria itu.
"Tuan bisa melihatnya di sini, mari," ajak Calista. Ia mengajak pelanggan menuju sebuah etalase yang di dalamnya berisi kue cokelat dengan beragam bentuk.
Di sini pelanggan bisa memilih kue ataupun memesan sesuai dengan kehendaknya, memakan di sini pun juga bisa karena di dalam toko ini tersedia beberapa meja dan juga minuman.
"Aku mau yang itu."
~~~
"Aku mau yang itu." Lucas menunjuk sebuah kue yang berbentuk hati. Ukurannya tidak terlalu besar.
"Baik, akan saya bungkuskan." Calista mengambil kue itu dan membungkusnya. Tidak menyadari jika Lucas memperhatikannya dengan seksama.
"Tolong, buat pitanya lebih cantik. Itu untuk seseorang yang spesial," ujar Lucas. Calista mengembangkan senyumnya.
"Woo, apakah untuk kekasih, tuan?" Calista menggoda Lucas, Lucas terkekeh.
"Yah, sebenarnya lebih dari kekasih." Lucas memandangi Calista yang sedang membuat pita di kotak kue itu agar terlihat cantik.
"Gadis itu pasti beruntung sekali," kata Calista. "Selesai," lanjutnya. Ia memasukkan kotak kue itu ke dalam kantong lalu memberikannya pada Lucas. Lucas membayarnya dan keluar dari toko itu.
Calista menatap punggung Lucas yang menghilang di balik pintu tokonya. Setelah itu Calista duduk dan kembali bermain ponsel.
Ting
Calista meletakkan ponselnya dan kembali berdiri. "Hm? Ada yang salah tuan?" tanya Calista. Pria yang baru saja masuk itu adalah Lucas.
"Tidak ada, aku ingin memberikan ini." Lucas meletakkan kue yang di belinya tadi di meja kasir.
"Kenapa? Apakah pitanya kurang bagus?" Calista bertanya-tanya dalam hati, apakah gadis yg dimaksud menolak kue pemberian tuan ini?
"Tadi aku datang sebagai pelanggan, tapi sekarang aku datang untuk memberikan ini." Lucas pun berbalik dan meninggalkan Calista yang kebingungan.
Apa maksudnya? Batin Calista.
~~~
Lea membiarkan jendela kamarnya terbuka. Angin malam berhembus melewati dan masuk dalam kamarnya, ia tidur miring menghadap jendela matanya melirik bulan purnama yang bersinar terang. Cukup lama Lea dalam posisi itu hingga ia menguap karena mengantuk.
"Ah ... Apa yang kuharapkan?" Lea menghembuskan nafasnya, merasa bodoh karena mengharapkan sesuatu yang mustahil. Kelopak mata Lea perlahan terasa berat dan akhirnya Lea tertidur juga.
Sosok bayangan melompat masuk ke dalam kamar Lea, langkahnya sangat ringan tanpa menimbulkan suara. Ia mendekati ranjang di mana Lea terbaring hingga ia berdiri di sampingnya. Cahaya lampu yang redup membuat tubuh itu tidak terlalu jelas, tapi dari postur tubuhnya bisa dikenali kalau itu adalah seorang pria.
Pria itu duduk di tepi ranjang Lea, berhadapan dengan Lea yang menyamping. Lengan kekarnya terangkat lalu mengusap lembut rambut Lea.
"Sayang ... Aromamu sangat memabukkan," gumam pria itu rendah, ia menundukkan tubuhnya hingga wajahnya tenggelam dalam ceruk leher Lea. Pria itu menghirup nafas sebanyak-banyaknya.
"Mate ... Aku akan menemuimu nanti." Pria itu berdiri tegak, lalu melompati jendela kamar Lea. Berlari kencang hingga masuk ke dalam hutan.
~~~
Lucas duduk di singgasana kebesarannya, rasanya ia sangat bahagia. Semoga saja gadisnya menangkap maksud dari kue pemberiannya. Lucas menatap foto Calista yang diambil diam-diam, ini adalah foto Calista yang diambil hari ini. Calista sangat cantik dengan walau hanya memakai kemeja yang dipadukan dengan celana jeans.
"Kenzo," panggil Lucas pada bawahannya.
"Ya, Yang Mulia." Kenzo langsung menghadap rajanya. Menunduk dan memberi hormat.
"Aku ingin kau mengantar hadiah untuk ratuku." Lucas berdiri dari duduknya. "Ikuti aku," lanjutnya. Jubah kebesaran Lucas berkibar seiring langkahnya menuju gudang harta. Kenzo mengikuti Lucas dari belakang.
Kenzo menatap punggung tegap milik rajanya ini. Menurutnya rajanya ini sangat sempurna, apalagi dengan pakaian khas seorang raja yang melekat di tubuhnya, ditambah dengan jubah merah dengan aksen emas yang menghiasinya. Kenzo sangat mengagumi dan juga menghormatinya.
"Bagaimana menurutmu? Haruskan ku berikan dia satu set perhiasan?" tanya Lucas. Ia sibuk memilih apa saja yang harus diberikannya pada Calista. Sesuai namanya gudang ini penuh harta, segala perhiasan, emas, mutiara, berlian, dan masih banyak lagi ada di sini.
"Itu ide yang sangat bagus, Yang Mulia."
Lucas mengambil sebuah kalung mutiara, anting mutiara, dan gelang mutiara. Ia memegangi perhiasan itu di tangan kanannya sedangkan tangan kirinya memegang foto Calista, mencocokkannya.
"Bagaimana menurutmu, Kenzo?" tanya Lucas. Kenzo yang berdiri di belakangnya langsung gelagapan, apakah serius rajanya ingin meminta pendapatnya.
"Itu sangat bagus, Yang Mulia," jawab Kenzo. Ia tidak berani berselisih pendapat dengan rajanya. Rajanya ini menyeramkan sejak Kenzo mengenalnya di hari penobatannya.
"Tidak. Ini terlalu berlebihan." Lucas menaruh kembali perhiasan itu, terlalu banyak mutiara. Membosankan. Lucas mendekati tumpukan berlian di sudut ruangan, ada banyak perhiasan dari berlian. Lucas mengambil salah satu kalung yang menarik perhatiannya, kalung itu terbuat dari perak dengan berlian yang berwarna merah berbentuk hati sebagai permatanya.
"Sempurna," komentarnya. Kenzo mengangguk menyetujui. Kalung itu memang bagus, sederhana tapi begitu elegan.
"Aku ingin kau mengantarnya, Kenzo. Kau cukup menaruhnya tanpa ketahuan." Lucas keluar dari gudang itu. Ia akan menulis surat untuk menyertai kalung ini.
"Baik, Yang Mulia."
~~~
"Wow." Itu suara Lea. Ia menatap kagum sebuah kalung yang berada di tangan Calista. "Ini pasti mahal," lanjutnya. Kalung ini ditemukannya di dalam tas Calista yang tertinggal di kelas saat gadis itu pergi ke kamar mandi.
Calista mengangkat kalung itu tinggi, dalam hati Calista mengiyakan kata-kata sahabatnya. Kalung ini pasti mahal. "Apa ini?" Calista mengeluarkan sebuah surat dari dalam kotak tempat kalung tadi.
'Untukmu, Calista. Kau akan semakin cantik ketika memakainya.'
-LGD-"Wah, kau punya penggemar rahasia rupanya. Tapi kalung ini sangat cantik, aku ingin memiliki yang seperti ini satu." Lea menatap kalung itu berbinar-binar.
"Kenapa tidak minta pada matemu?" ejek Calista. Mengejek sahabat anehnya ini yang percaya pada hal-hal mitos.
"Aish, kau kejam sekali. Tapi siapa itu LGD?" tanya Lea. Calista mengedikkan bahunya.
"LGD, ya?" gumam Calista. "Apakah di kampus kita ada inisial LGD?" lanjutnya.
"Entahlah, ada banyak manusia di kampus kita." Sayangnya kalung itu bukan dari manusia.
"Haruskah aku simpan?" Calista memasukannya kalung itu berserta suratnya ke dalam kotak. Bahkan kotak itupun terlihat sangat cantik berwarna merah pekat dengan hiasan bunga bewarna perak.
"Terserah kau saja. Ini kalung yang sangat cantik. Tapi apakah permata ini dari berlian?" Lea mengambil kotak kalung itu dan mengamatinya. "Haruskah kita cek?" lanjutnya.
Calista menganguk. Tidak ada salahnya jika harus mengeceknya, jika itu asli Calista tidak akan berpikir dua kali untuk mengembalikannya dan juga ia harus tahu siapa pengirimnya.
"Aku tidak menyangka ini asli," ujar Calista, ia mengangkat kalung itu itu tinggi hingga kalung itu berkilau ketika sinar matahari. Lea yang duduk di sampingnya hanya mengangguk. "Yah, tentu saja. Kau tidak dengar harga kalung ini ketika kita di toko tadi, sangat mahal," tambah Lea. Perlahan bus yang mereka tumpangi berhenti, para penumpang keluar dari bus itu. Calista dan Lea keluar dari bus. Ketika kaki Calista menginjak trotoar angin berhembus kencang membuat rambut Calista yang tergerai berkibar mengikuti arah angin. "Cal," panggil Lea. Lea menunjuk leher Calista. "Lehermu kenapa?" "Hm? Kenapa?" Calista memegangi lehernya, ia merasa tidak ada yang aneh dengan lehernya. "Tanda lahirmu, memerah." Lea mengambil cermin kecil dari tasnya lalu memberikannya pada Calista. Calista mengambil cermin itu kemudian
Jadwal kuliah Calista hari ini tidak ada, jadi gadis itu pergi ke toko untuk membantu ibunya. Calista memoleskan sedikit bedak pada wajahnya, hanya sedikit karena ia tidak suka dandanan yang berlebihan. Setelah mematut dirinya di cermin, Calista keluar dari kamarnya. Matahari pagi menyambutnya begitu ia keluar dari rumah, matahari jam 8 pagi ini memang bagus untuk kesehatan. Calista adalah gadis yang menjunjung tinggi kesehatan jasmani dan rohani, ia menyukai olahraga selain itu Calista juga menyukai pemandangan alam yang indah. Dari rumahnya ia hanya perlu berjalan selama 15 menit untuk sampai ke toko, ibunya telah pergi lebih dulu. Jadi, Calista hanya tinggal menyusulnya. "Hai, Calista." Calista membalas sapaan tetangganya dengan senyum andalannya.Ting Bel berbunyi begitu Calista membuka
Falcon University adalah sebuah universitas yang berada di tengah kota Skylar, sebuah kota kecil yang menjadi tempat tinggal Calista. Kota indah yang di bagian utaranya terdapat hutan hujan tropis. Calista berlari-lari di sepanjang koridor kampus karena ia terlambat, tadi Calista tertinggal oleh bus dan sialnya ia tidak menemukan taksi.Bruk! "Ah, maafkan aku." Tanpa melihat wajah orang yang ditabraknya Calista lanjut berlari setelah sebelumnya ia meminta maaf pada orang itu. Gadis itu sudah sangat terlambat. Begitu melihat pintu kelasnya Calista langsung mendorongnya kuat hingga menimbulkan suara bedebum yang keras karena pintu itu berbenturan dengan dinding. Mahasiswa yang ada di kelasnya pun terlihat terkejut, beberapa ada yang protes dan ada juga yang mengabaikannya. Calista mendekati sebuah bangku kosong dan duduk di san
Lucas menggeram marah, bawahan yang disuruhnya untuk memata-matai Calista membawakan sebuah foto yang cukup membuatnya emosi. Calista terlihat akrab sekali dengan pria itu, bahkan pria itu merangkul dan memegang tangannya. "Pria sialan," umpat Lucas. "Aku tidak bisa bersabar lagi, Sayang." Lucas sudah cukup bersabar dengan mencoba mendekati Calista secara perlahan, tapi sepertinya itu tidak bisa dilakukan. Jadi Lucas berencana untuk mengakui dirinya pada Calista. Tatapan Lucas kembali terpaku pada lembaran foto yang dipegangnya, perlahan tangan Lucas mulai memanas dan foto itu terbakar. Tapi yang terbakar hanya bagian pria itu sedangkan gambar Calista masih utuh. "Kenzo!" panggil Lucas. Kenzo yang berada di sampingnya kursi singgasana pun langsung menghadap.&n
"Pria itu benar-benar gila, kau tidak lihat bagaimana ia menyentuhku?" Wajah Calista memerah menahan amarah, ia merasa dipermalukan dan juga dilecehkan di muka umum. "Pria gila sialan," umpatnya. "Bedebah sialan, brengsek. Harusnya aku menendang miliknya saja tadi." Lea meringis mendengar umpatan kasar yang keluar dari mulut sahabatnya. Beginilah Calista, ia akan terus mengumpat hingga amarahnya reda. Lea ingin sekali menutup mulut cantik sahabatnya ini. Lea merasa sangat tidak enak pada supir taksi yang membawa mereka. "Iya, Cal." Hanya itu yang bisa dikatakan oleh Lea. "Dan apa-apaan itu, Ratu? Aku yakin dia pasti mabuk." Calista masih saja mengomel. "Cal, sudahlah," kata Lea lagi. "Ah, kalung ini." Calista memegang kalung yang melingkari lehernya. "Aku akan mengembalikannya." Calista
Kenzo keheranan melihat wajah rajanya ketika pulang dari dunia manusia, dalam hati ia bertanya-tanya apa yang membuat mood rajanya ini memburuk. Kenzo ingin bertanya langsung tapi ia urungkan ketika melihat rajanya ini membakar salah satu guci di aula utama ini. "Tak kusangka ia seberani itu," ujar Lucas. "Maksud Yang Mulia?" tanya Kenzo. "Kalian keluarlah," kata Lucas. Ia menyuruh para penjaga dan pelayan di aula itu keluar. "Kau tahu? Ia menendangku, gadisku ini lebih kasar rupanya." Lucas berdiri, kedua tangannya bertumpu pada pinggangnya. Kenzo meneguk ludah, apakah nasib Lucas sama dengan orang yang di tendangan malam itu. Apakah calon ratunya menendang pusaka milik rajanya? "Maksud Yang Mulia, apakah Yang Mulia Ratu menendang 'anu' Ya
Saat di tengah-tengah pasar Lucas tidak sengaja bertemu dengan Alpha Nicholas Bryan, pimpinan dari Werewolf. Seorang pria dengan tubuh kekar yang tidak kalah memesonanya dengan Lucas."King Lucas," sapa Nicholas."Ya, Alpha.""Kenapa Anda bisa sampai di sini King Lucas?" tanya Nicholas. Walaupun Lucas sedang menyamar, tatap saja Nicholas dapat mengenalinya dari baunya. Penciumannya Werewolf sangat tajam, apalagi untuk seorang Alpha."Aku hanya tengah berjalan-jalan. Memantau kondisi rakyatku." Lucas dan Nicholas cukup akrab, di bandingkan dengan pimpinan klan yang lain, Nicholas lah yang paling akrab dengannya. Begitu juga dengan Nicholas, ia lebih akrab dengan Lucas mengingat Lucas sudah sangat sering membantunya."Ah, begitu rupanya." Nicholas menjawab singkat."Kenapa King?" tanya Kenzo ketika melihat Lucas tiba-tiba diam."Aku merasakan firasat buruk, aku pergi
Gabriel tercenung atas penolakan yang diberikan oleh Calista kepadanya. Gabriel tidak menyangka jika Calista telah melupakannya secepat itu. "Apa yang terjadi?" tanya Dimitri begitu ia menghampiri Gabriel. "Calista menolak aku." Dimitri menatap prihatin Gabriel. Pasti sangat sulit untuk temannya ini. "Kenapa kau tidak menceritakannya saja?" "Menceritakan? Menceritakan jika aku adalah Vampir dan aku pergi untuk urusan klan? Apa Calista percaya?" ujar Gabriel. Memang hanya Dimitri yang mengetahui jika Gabriel adalah seorang Vampir. "Jika aku menceritakan pada Lea mungkin dia percaya,"lanjutnya. "Yah, percintaan kalian rumit sekali. Manusia dan Vampir, aku tidak percaya cintamu itu begitu kuat pada Calista." Dimitri menghampiri kursi tamu di rumahnya lalu duduk