Share

Bab 4

    "Aku tidak menyangka ini asli," ujar Calista, ia mengangkat kalung itu itu tinggi hingga kalung itu berkilau ketika sinar matahari. Lea yang duduk di sampingnya hanya mengangguk.

    "Yah, tentu saja. Kau tidak dengar harga kalung ini ketika kita di toko tadi, sangat mahal," tambah Lea. Perlahan bus yang mereka tumpangi berhenti, para penumpang keluar dari bus itu.

    Calista dan Lea keluar dari bus. Ketika kaki Calista menginjak trotoar angin berhembus kencang membuat rambut Calista yang tergerai berkibar mengikuti arah angin.

    "Cal," panggil Lea. Lea menunjuk leher Calista. "Lehermu kenapa?"

    "Hm? Kenapa?" Calista memegangi lehernya, ia merasa tidak ada yang aneh dengan lehernya.

    "Tanda lahirmu, memerah." Lea mengambil cermin kecil dari tasnya lalu memberikannya pada Calista. Calista mengambil cermin itu kemudian berkaca, ia mengelus permukaan lehernya yang terdapat tanda berbentuk naga yang sudah berubah warna.

    "Kenapa bisa seperti ini?" Calista dapat melihat tanda itu yang semula hitam kini menjadi merah gelap. Tapi ia tidak merasakan apapun.

    "Apakah kau merasakan sakit di sana?" tunjuk Lea pada leher Calista. Gadis bermata hitam itu menggeleng.

    "Tidak, mungkin aku harus menanyakannya pada ibuku," cetus Calista. Calista tidak terlaku peduli dengan tanda lahirnya, tapi kini tanda lahirnya sudah berubah warna.

    "Hm, baiklah. Aku pergi dulu." Lea melambaikan tangannya pada Calista yang juga dibalas lambaian oleh gadis itu.

~~~

    "Kau sudah pulang, ayo makan dulu." Calista menghampiri meja makan begitu mendengar suara ibunya. Gadis itu kemudian duduk berhadapan langsung dengan ibunya. Sela -ibu Calista- langsung menghidangkan makanan untuk putri satu-satunya.

    "Ibu, ada yang ingin aku tanyakan." Gerakan ibunya yang semula akan menyuapkan nasi terhenti. Tumben sekali, biasanya putrinya ini akan langsung bertanya. Calista tidak suka sesuatu yang bertele-tele.

    "Hmm, tanyakan saja," kata Ibunya. Ibu Calista lanjut menyuapkan sendok ke mulutnya.

    "Mengenai tanda lahirku, apakah wajar jika berubah warna?" Calista menyibak rambutnya yang menutupi leher hingga memperlihatkan tanda lahirnya. Ibunya menghentikan makan lalu memandang leher putrinya.

    "Entahlah, dulu waktu kau bayi tanda lahir itu hanya berupa sebuah bulatan hitam kecil yang pudar, semakin dewasa tanda lahirmu itu semakin bewarna hitam pekat dan jelas membentuk seekor naga. Tapi ibu tidak tahu jika itu bisa berubah warna. Apa kau merasa yang aneh pada tubuhmu?" Calista menggeleng, ia tidak merasakan apa-apa kecuali waktu di bus itu. Waktu itu ia merasa lehernya seperti terbakar. 

    "Tidak ada yang aneh," tuturnya. Calista tidak mau membuat ibunya khawatir. Lagipula ia sudah tidak merasakan sakit.

    Calista hanya tidak tahu saja, ketika tanda itu telah membentuk seekor naga yang sempurna maka saat itulah Lucas dapat menemukannya.

    "Syukurlah, tapi jika kau merasa sakit kau harus katakan pada ibu, oke." Senyum Calista mengembang, ibunya memang ibu terbaik di dunia dan Calista sangat menyayanginya.

    "Oke," jawabannya. 

    "Sayang, kalau begitu ibu pergi dulu. Ibu harus kembali ke toko kue." Calista mengiyakan. Ini sudah jam 1 siang, pasti ada pelanggan yang menunggu.

    Selesai makan Calista masuk ke dalam kamarnya kemudian ia membuka tasnya. Calista mengambil kotak yang berisi kalung tadi, membukanya, dan mengeluarkan kalung cantik tersebut.

    "Memang cantik, tapi apakah aku pantas mengenakannya?" Calista mengusap permata kalung itu. Calista kemudian berdiri di depan cermin dan mencoba mengenakan kalung berlian itu.

    Tiba-tiba saja kalung itu bercahaya, tidak terlalu terang tapi Calista dapat melihatnya. Apalagi kalung itu berwarna lebih terang dari pada sebelumnya.

    "Wah ... Apa ini? Kalungnya bercahaya?" Calista memegangi kalung itu dan mencoba membukanya. Tapi kalung itu tidak mau lepas bahkan ketika Calista menarik pengaitnya dengan kuat. Tetap saja hasilnya nihil.

~~~

    Lucas merasakannya. Merasakan kalung itu sudah melekat di leher Calista. Di dalam kalung itu telah Lucas tanamkan sebuah mantra sehingga ia dapat merasakan di mana Calista berada. Kalung itu juga telah di pasangkan dengan tanda yang yang berada di leher Calista hingga kalung itu tidak akan bisa dibuka dengan mudah.

    Perlahan seringai Lucas terlihat disusul dengan tawanya yang membahana di aula utama istana itu, membuat siapapun yang mendengarnya kebingungan. Tentang apa yang membuatnya tertawa.

    "Suara tawamu itu sangat berisik, Nak." Seorang pria paruh baya dengan pakaian kerajaan mewahnya masuk ke dalam aula utama itu, di mana Lucas tengah duduk di singgasananya.

    "Oh, Pak Tua. Apa kabarmu," sambut Lucas. Ia berdiri dan menghampiri Raja yang memimpin Kerajaan Naga sebelumnya ini. Lucas menyuruh semua pengawal dan pelayan pergi, meninggalkan dirinya dan seseorang yang baru masuk tadi.

    "Panggil aku Ayahanda, sialan." Antonio menjitak kepala anaknya, membuat Lucas cukup meringis sakit. Ingat yang menjitaknya ini seorang ayah naga.

    "Ah, sakit." Lucas mengusap kepalanya. "Cih, kau lemah sekali," cibir Antonio. Ia berjalan melewati Lucas dan duduk di singgasana. Lucas yang melihatnya mendengus.

    "Ingat, kau bukan raja lagi," tukas Lucas. Antonio terkekeh mendengar kata putranya ini. Putranya telah menjadi anak yang ketus terhadapnya, tidak lagi memanggilnya dengan sebutan 'Ayahanda' tapi menggantinya dengan sebutan 'Pak Tua'. 

    Semua dimulai sejak ia menjodohkan Lucas dengan putri Wilhelmina, seorang putri dari kerajaan Vampir. Namun Lucas menolaknya. Sebagai konsekuensi penolakan itu, Antonio menghukum Lucas dengan menjaga hutan tanpa kekuatan. Lucas hanya bisa berubah wujud menjadi naga.

    "Apa yang membuatmu datang kemari?" Lucas berbalik hingga ia menghadap Ayahnya. Ayahnya masih sama, masih mengeluarkan aura seorang pemimpin meski usianya tidak lagi muda dan Lucas mengakuinya. Tapi ayahnya memilih mundur dari jabatannya, katanya ia ingin menjalani masa tua dengan istrinya. 

    "Tidak ada alasan tertentu, hanya ingin berkunjung," jawab Antonio. "Ah, bagaimana dengan gadismu itu? Apa kau sudah menemukannya?" tambahnya.

    "Tentu saja, aku sudah menemukannya. Sebentar lagi kerajaan ini akan punya seorang ratu." Lucas menatap ayahnya. Antonio terkekeh, putranya sangat terobsesi rupanya.

    "Di masa kepemimpinanmu, kerajaan ini pernah punya ratu. Walau hanya beberapa jam," ejeknya. Antonio tertawa melihat ekspresi jijik dari Lucas. Antonio tahu betapa tidak sukanya Lucas pada Wilhelmina.

    "Dia tidak pernah menjadi ratu," tegas Lucas. "Jalang itu sangat menjijikkan." Lucas ingat betapa jalangnya seorang Wilhelmina. Menggodanya  terang-terangan diwaktu pertemuan pertama mereka, mencoba mencium Lucas dan mengajaknya tidur. Ewh, Lucas sangat jijik padanya.

    "Hahaha, tentu saja. Kau bahkan membunuhnya di malam pertama kalian. Nasibnya sangat tragis." Antonio tertawa keras, bahkan ia menepuk-nepuk pahanya.

    "Cih, kau yang menyarankannya. Tapi itu tidak masalah." Lucas mengedikkan bahunya. Sedikit pun ia tidak merasa bersalah telah membunuh istrinya yang baru beberapa waktu dinikahinya.

    "Ya, ya tidak masalah. Tapi aku harus membereskan kekacauannya. Kau ingat ketika keluarganya datang , mereka mengamuk." Ya, Lucas sangat ingat. Keluarga vampir itu mengamuk dan Lucas langsung membantai mereka semua dibantu oleh Antonio. Karena semua anggota keluarga vampir itu mati, otomatis wilayah kekuasaan vampir itu menjadi miliknya.

    "Untung saja ritual pelepasan segel kekuatanku dilakukan sebelum pernikahan, jika tidak kita pasti kewalahan. Keluarga vampir itu cukup kuat." Antonio mengangguk, ketika Lucas menyetujui untuk menikah Antonio langsung menyiapkan ritual pelepasan segel kekuatan Lucas. Ketika Lucas menjadi raja kekuatannya tidak dapat disegel lagi.

    "Ya, selain itu kau juga telah bertambah kuat sekarang. Kau bahkan melampauiku." Antonio bangkit dan menghampiri Lucas lalu berdiri di depannya seraya memegang kedua bahu Lucas.

    "Saat ini kau telah menjadi raja yang kuat, wilayah kita juga sudah luas. Terserah padamu jika kau memang ingin mengangkat gadis itu menjadi Ratu." Antonio menepuk-nepuk pelan bahu Lucas, setelah mengatakannya ia pun keluar dari ruangan utama kerajaan itu.

    "Ya, aku juga tidak butuh izinmu, sebenarnya." Lucas dapat mendengar kekehan Antonio.

    "Ah, satu lagi. Ibumu merindukanmu," teriak Antonio dari luar.

~~~

    Sebuah cahaya kecil terlihat di dalam hutan yang gelap. Dalam sekejap cahaya itu menjadi lebih besar dan membentuk sebuah lingkaran. Perlahan sosok pria keluar dari portal itu, pakaian yang awalnya berupa jubah hitam bertudung seketika berubah menjadi kaos yang dilapisi jaket dan celana jeans.

    "Aku kembali, Calista," gumam pria itu. Langkah kakinya yang lebar menuntunnya untuk keluar dari hutan itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status