"Aku tidak menyangka ini asli," ujar Calista, ia mengangkat kalung itu itu tinggi hingga kalung itu berkilau ketika sinar matahari. Lea yang duduk di sampingnya hanya mengangguk.
"Yah, tentu saja. Kau tidak dengar harga kalung ini ketika kita di toko tadi, sangat mahal," tambah Lea. Perlahan bus yang mereka tumpangi berhenti, para penumpang keluar dari bus itu.
Calista dan Lea keluar dari bus. Ketika kaki Calista menginjak trotoar angin berhembus kencang membuat rambut Calista yang tergerai berkibar mengikuti arah angin.
"Cal," panggil Lea. Lea menunjuk leher Calista. "Lehermu kenapa?"
"Hm? Kenapa?" Calista memegangi lehernya, ia merasa tidak ada yang aneh dengan lehernya.
"Tanda lahirmu, memerah." Lea mengambil cermin kecil dari tasnya lalu memberikannya pada Calista. Calista mengambil cermin itu kemudian berkaca, ia mengelus permukaan lehernya yang terdapat tanda berbentuk naga yang sudah berubah warna.
"Kenapa bisa seperti ini?" Calista dapat melihat tanda itu yang semula hitam kini menjadi merah gelap. Tapi ia tidak merasakan apapun.
"Apakah kau merasakan sakit di sana?" tunjuk Lea pada leher Calista. Gadis bermata hitam itu menggeleng.
"Tidak, mungkin aku harus menanyakannya pada ibuku," cetus Calista. Calista tidak terlaku peduli dengan tanda lahirnya, tapi kini tanda lahirnya sudah berubah warna.
"Hm, baiklah. Aku pergi dulu." Lea melambaikan tangannya pada Calista yang juga dibalas lambaian oleh gadis itu.
~~~
"Kau sudah pulang, ayo makan dulu." Calista menghampiri meja makan begitu mendengar suara ibunya. Gadis itu kemudian duduk berhadapan langsung dengan ibunya. Sela -ibu Calista- langsung menghidangkan makanan untuk putri satu-satunya.
"Ibu, ada yang ingin aku tanyakan." Gerakan ibunya yang semula akan menyuapkan nasi terhenti. Tumben sekali, biasanya putrinya ini akan langsung bertanya. Calista tidak suka sesuatu yang bertele-tele.
"Hmm, tanyakan saja," kata Ibunya. Ibu Calista lanjut menyuapkan sendok ke mulutnya.
"Mengenai tanda lahirku, apakah wajar jika berubah warna?" Calista menyibak rambutnya yang menutupi leher hingga memperlihatkan tanda lahirnya. Ibunya menghentikan makan lalu memandang leher putrinya.
"Entahlah, dulu waktu kau bayi tanda lahir itu hanya berupa sebuah bulatan hitam kecil yang pudar, semakin dewasa tanda lahirmu itu semakin bewarna hitam pekat dan jelas membentuk seekor naga. Tapi ibu tidak tahu jika itu bisa berubah warna. Apa kau merasa yang aneh pada tubuhmu?" Calista menggeleng, ia tidak merasakan apa-apa kecuali waktu di bus itu. Waktu itu ia merasa lehernya seperti terbakar.
"Tidak ada yang aneh," tuturnya. Calista tidak mau membuat ibunya khawatir. Lagipula ia sudah tidak merasakan sakit.
Calista hanya tidak tahu saja, ketika tanda itu telah membentuk seekor naga yang sempurna maka saat itulah Lucas dapat menemukannya.
"Syukurlah, tapi jika kau merasa sakit kau harus katakan pada ibu, oke." Senyum Calista mengembang, ibunya memang ibu terbaik di dunia dan Calista sangat menyayanginya.
"Oke," jawabannya.
"Sayang, kalau begitu ibu pergi dulu. Ibu harus kembali ke toko kue." Calista mengiyakan. Ini sudah jam 1 siang, pasti ada pelanggan yang menunggu.
Selesai makan Calista masuk ke dalam kamarnya kemudian ia membuka tasnya. Calista mengambil kotak yang berisi kalung tadi, membukanya, dan mengeluarkan kalung cantik tersebut.
"Memang cantik, tapi apakah aku pantas mengenakannya?" Calista mengusap permata kalung itu. Calista kemudian berdiri di depan cermin dan mencoba mengenakan kalung berlian itu.
Tiba-tiba saja kalung itu bercahaya, tidak terlalu terang tapi Calista dapat melihatnya. Apalagi kalung itu berwarna lebih terang dari pada sebelumnya.
"Wah ... Apa ini? Kalungnya bercahaya?" Calista memegangi kalung itu dan mencoba membukanya. Tapi kalung itu tidak mau lepas bahkan ketika Calista menarik pengaitnya dengan kuat. Tetap saja hasilnya nihil.
~~~
Lucas merasakannya. Merasakan kalung itu sudah melekat di leher Calista. Di dalam kalung itu telah Lucas tanamkan sebuah mantra sehingga ia dapat merasakan di mana Calista berada. Kalung itu juga telah di pasangkan dengan tanda yang yang berada di leher Calista hingga kalung itu tidak akan bisa dibuka dengan mudah.
Perlahan seringai Lucas terlihat disusul dengan tawanya yang membahana di aula utama istana itu, membuat siapapun yang mendengarnya kebingungan. Tentang apa yang membuatnya tertawa.
"Suara tawamu itu sangat berisik, Nak." Seorang pria paruh baya dengan pakaian kerajaan mewahnya masuk ke dalam aula utama itu, di mana Lucas tengah duduk di singgasananya.
"Oh, Pak Tua. Apa kabarmu," sambut Lucas. Ia berdiri dan menghampiri Raja yang memimpin Kerajaan Naga sebelumnya ini. Lucas menyuruh semua pengawal dan pelayan pergi, meninggalkan dirinya dan seseorang yang baru masuk tadi.
"Panggil aku Ayahanda, sialan." Antonio menjitak kepala anaknya, membuat Lucas cukup meringis sakit. Ingat yang menjitaknya ini seorang ayah naga.
"Ah, sakit." Lucas mengusap kepalanya. "Cih, kau lemah sekali," cibir Antonio. Ia berjalan melewati Lucas dan duduk di singgasana. Lucas yang melihatnya mendengus.
"Ingat, kau bukan raja lagi," tukas Lucas. Antonio terkekeh mendengar kata putranya ini. Putranya telah menjadi anak yang ketus terhadapnya, tidak lagi memanggilnya dengan sebutan 'Ayahanda' tapi menggantinya dengan sebutan 'Pak Tua'.
Semua dimulai sejak ia menjodohkan Lucas dengan putri Wilhelmina, seorang putri dari kerajaan Vampir. Namun Lucas menolaknya. Sebagai konsekuensi penolakan itu, Antonio menghukum Lucas dengan menjaga hutan tanpa kekuatan. Lucas hanya bisa berubah wujud menjadi naga.
"Apa yang membuatmu datang kemari?" Lucas berbalik hingga ia menghadap Ayahnya. Ayahnya masih sama, masih mengeluarkan aura seorang pemimpin meski usianya tidak lagi muda dan Lucas mengakuinya. Tapi ayahnya memilih mundur dari jabatannya, katanya ia ingin menjalani masa tua dengan istrinya.
"Tidak ada alasan tertentu, hanya ingin berkunjung," jawab Antonio. "Ah, bagaimana dengan gadismu itu? Apa kau sudah menemukannya?" tambahnya.
"Tentu saja, aku sudah menemukannya. Sebentar lagi kerajaan ini akan punya seorang ratu." Lucas menatap ayahnya. Antonio terkekeh, putranya sangat terobsesi rupanya.
"Di masa kepemimpinanmu, kerajaan ini pernah punya ratu. Walau hanya beberapa jam," ejeknya. Antonio tertawa melihat ekspresi jijik dari Lucas. Antonio tahu betapa tidak sukanya Lucas pada Wilhelmina.
"Dia tidak pernah menjadi ratu," tegas Lucas. "Jalang itu sangat menjijikkan." Lucas ingat betapa jalangnya seorang Wilhelmina. Menggodanya terang-terangan diwaktu pertemuan pertama mereka, mencoba mencium Lucas dan mengajaknya tidur. Ewh, Lucas sangat jijik padanya.
"Hahaha, tentu saja. Kau bahkan membunuhnya di malam pertama kalian. Nasibnya sangat tragis." Antonio tertawa keras, bahkan ia menepuk-nepuk pahanya.
"Cih, kau yang menyarankannya. Tapi itu tidak masalah." Lucas mengedikkan bahunya. Sedikit pun ia tidak merasa bersalah telah membunuh istrinya yang baru beberapa waktu dinikahinya.
"Ya, ya tidak masalah. Tapi aku harus membereskan kekacauannya. Kau ingat ketika keluarganya datang , mereka mengamuk." Ya, Lucas sangat ingat. Keluarga vampir itu mengamuk dan Lucas langsung membantai mereka semua dibantu oleh Antonio. Karena semua anggota keluarga vampir itu mati, otomatis wilayah kekuasaan vampir itu menjadi miliknya.
"Untung saja ritual pelepasan segel kekuatanku dilakukan sebelum pernikahan, jika tidak kita pasti kewalahan. Keluarga vampir itu cukup kuat." Antonio mengangguk, ketika Lucas menyetujui untuk menikah Antonio langsung menyiapkan ritual pelepasan segel kekuatan Lucas. Ketika Lucas menjadi raja kekuatannya tidak dapat disegel lagi.
"Ya, selain itu kau juga telah bertambah kuat sekarang. Kau bahkan melampauiku." Antonio bangkit dan menghampiri Lucas lalu berdiri di depannya seraya memegang kedua bahu Lucas.
"Saat ini kau telah menjadi raja yang kuat, wilayah kita juga sudah luas. Terserah padamu jika kau memang ingin mengangkat gadis itu menjadi Ratu." Antonio menepuk-nepuk pelan bahu Lucas, setelah mengatakannya ia pun keluar dari ruangan utama kerajaan itu.
"Ya, aku juga tidak butuh izinmu, sebenarnya." Lucas dapat mendengar kekehan Antonio.
"Ah, satu lagi. Ibumu merindukanmu," teriak Antonio dari luar.
~~~
Sebuah cahaya kecil terlihat di dalam hutan yang gelap. Dalam sekejap cahaya itu menjadi lebih besar dan membentuk sebuah lingkaran. Perlahan sosok pria keluar dari portal itu, pakaian yang awalnya berupa jubah hitam bertudung seketika berubah menjadi kaos yang dilapisi jaket dan celana jeans.
"Aku kembali, Calista," gumam pria itu. Langkah kakinya yang lebar menuntunnya untuk keluar dari hutan itu.
Jadwal kuliah Calista hari ini tidak ada, jadi gadis itu pergi ke toko untuk membantu ibunya. Calista memoleskan sedikit bedak pada wajahnya, hanya sedikit karena ia tidak suka dandanan yang berlebihan. Setelah mematut dirinya di cermin, Calista keluar dari kamarnya. Matahari pagi menyambutnya begitu ia keluar dari rumah, matahari jam 8 pagi ini memang bagus untuk kesehatan. Calista adalah gadis yang menjunjung tinggi kesehatan jasmani dan rohani, ia menyukai olahraga selain itu Calista juga menyukai pemandangan alam yang indah. Dari rumahnya ia hanya perlu berjalan selama 15 menit untuk sampai ke toko, ibunya telah pergi lebih dulu. Jadi, Calista hanya tinggal menyusulnya. "Hai, Calista." Calista membalas sapaan tetangganya dengan senyum andalannya.Ting Bel berbunyi begitu Calista membuka
Falcon University adalah sebuah universitas yang berada di tengah kota Skylar, sebuah kota kecil yang menjadi tempat tinggal Calista. Kota indah yang di bagian utaranya terdapat hutan hujan tropis. Calista berlari-lari di sepanjang koridor kampus karena ia terlambat, tadi Calista tertinggal oleh bus dan sialnya ia tidak menemukan taksi.Bruk! "Ah, maafkan aku." Tanpa melihat wajah orang yang ditabraknya Calista lanjut berlari setelah sebelumnya ia meminta maaf pada orang itu. Gadis itu sudah sangat terlambat. Begitu melihat pintu kelasnya Calista langsung mendorongnya kuat hingga menimbulkan suara bedebum yang keras karena pintu itu berbenturan dengan dinding. Mahasiswa yang ada di kelasnya pun terlihat terkejut, beberapa ada yang protes dan ada juga yang mengabaikannya. Calista mendekati sebuah bangku kosong dan duduk di san
Lucas menggeram marah, bawahan yang disuruhnya untuk memata-matai Calista membawakan sebuah foto yang cukup membuatnya emosi. Calista terlihat akrab sekali dengan pria itu, bahkan pria itu merangkul dan memegang tangannya. "Pria sialan," umpat Lucas. "Aku tidak bisa bersabar lagi, Sayang." Lucas sudah cukup bersabar dengan mencoba mendekati Calista secara perlahan, tapi sepertinya itu tidak bisa dilakukan. Jadi Lucas berencana untuk mengakui dirinya pada Calista. Tatapan Lucas kembali terpaku pada lembaran foto yang dipegangnya, perlahan tangan Lucas mulai memanas dan foto itu terbakar. Tapi yang terbakar hanya bagian pria itu sedangkan gambar Calista masih utuh. "Kenzo!" panggil Lucas. Kenzo yang berada di sampingnya kursi singgasana pun langsung menghadap.&n
"Pria itu benar-benar gila, kau tidak lihat bagaimana ia menyentuhku?" Wajah Calista memerah menahan amarah, ia merasa dipermalukan dan juga dilecehkan di muka umum. "Pria gila sialan," umpatnya. "Bedebah sialan, brengsek. Harusnya aku menendang miliknya saja tadi." Lea meringis mendengar umpatan kasar yang keluar dari mulut sahabatnya. Beginilah Calista, ia akan terus mengumpat hingga amarahnya reda. Lea ingin sekali menutup mulut cantik sahabatnya ini. Lea merasa sangat tidak enak pada supir taksi yang membawa mereka. "Iya, Cal." Hanya itu yang bisa dikatakan oleh Lea. "Dan apa-apaan itu, Ratu? Aku yakin dia pasti mabuk." Calista masih saja mengomel. "Cal, sudahlah," kata Lea lagi. "Ah, kalung ini." Calista memegang kalung yang melingkari lehernya. "Aku akan mengembalikannya." Calista
Kenzo keheranan melihat wajah rajanya ketika pulang dari dunia manusia, dalam hati ia bertanya-tanya apa yang membuat mood rajanya ini memburuk. Kenzo ingin bertanya langsung tapi ia urungkan ketika melihat rajanya ini membakar salah satu guci di aula utama ini. "Tak kusangka ia seberani itu," ujar Lucas. "Maksud Yang Mulia?" tanya Kenzo. "Kalian keluarlah," kata Lucas. Ia menyuruh para penjaga dan pelayan di aula itu keluar. "Kau tahu? Ia menendangku, gadisku ini lebih kasar rupanya." Lucas berdiri, kedua tangannya bertumpu pada pinggangnya. Kenzo meneguk ludah, apakah nasib Lucas sama dengan orang yang di tendangan malam itu. Apakah calon ratunya menendang pusaka milik rajanya? "Maksud Yang Mulia, apakah Yang Mulia Ratu menendang 'anu' Ya
Saat di tengah-tengah pasar Lucas tidak sengaja bertemu dengan Alpha Nicholas Bryan, pimpinan dari Werewolf. Seorang pria dengan tubuh kekar yang tidak kalah memesonanya dengan Lucas."King Lucas," sapa Nicholas."Ya, Alpha.""Kenapa Anda bisa sampai di sini King Lucas?" tanya Nicholas. Walaupun Lucas sedang menyamar, tatap saja Nicholas dapat mengenalinya dari baunya. Penciumannya Werewolf sangat tajam, apalagi untuk seorang Alpha."Aku hanya tengah berjalan-jalan. Memantau kondisi rakyatku." Lucas dan Nicholas cukup akrab, di bandingkan dengan pimpinan klan yang lain, Nicholas lah yang paling akrab dengannya. Begitu juga dengan Nicholas, ia lebih akrab dengan Lucas mengingat Lucas sudah sangat sering membantunya."Ah, begitu rupanya." Nicholas menjawab singkat."Kenapa King?" tanya Kenzo ketika melihat Lucas tiba-tiba diam."Aku merasakan firasat buruk, aku pergi
Gabriel tercenung atas penolakan yang diberikan oleh Calista kepadanya. Gabriel tidak menyangka jika Calista telah melupakannya secepat itu. "Apa yang terjadi?" tanya Dimitri begitu ia menghampiri Gabriel. "Calista menolak aku." Dimitri menatap prihatin Gabriel. Pasti sangat sulit untuk temannya ini. "Kenapa kau tidak menceritakannya saja?" "Menceritakan? Menceritakan jika aku adalah Vampir dan aku pergi untuk urusan klan? Apa Calista percaya?" ujar Gabriel. Memang hanya Dimitri yang mengetahui jika Gabriel adalah seorang Vampir. "Jika aku menceritakan pada Lea mungkin dia percaya,"lanjutnya. "Yah, percintaan kalian rumit sekali. Manusia dan Vampir, aku tidak percaya cintamu itu begitu kuat pada Calista." Dimitri menghampiri kursi tamu di rumahnya lalu duduk
Calista menatap siapa yang baru saja datang. Pakaian pria itu terlihat lebih mewah, khas seorang kerajaan sekali. Dalam hati Calista bertanya-tanya sebenarnya ia berada di mana? Di lokasi syuting atau ini adalah parade Cosplay? "Kau siapa?" tanya Calista pada pria yang berjubah biru itu. "Perkenalkan, saya adalah Kenzo. Kaki tangan King Lucas sekaligus panglima perang." Kenzo menunduk hormat pada Calista. "Heh?" Calista heran sekali, kenapa orang-orang aneh ini memanggilnya ratu dan menghubungkan ini dengan Lucas. Lalu apa katanya tadi? Panglima? "Oke. Kenzo, kau tahu di mana Lucas?" tanya Calista. Kenzo mengangkat kepalanya. " King Lucas sekarang ada urusan, Yang Mulia. Nanti beliau akan kembali." Lagi-lagi Calista mendapatkan jawaban yang sama&nb