Matahari pagi menyambutnya begitu ia keluar dari rumah, matahari jam 8 pagi ini memang bagus untuk kesehatan. Calista adalah gadis yang menjunjung tinggi kesehatan jasmani dan rohani, ia menyukai olahraga selain itu Calista juga menyukai pemandangan alam yang indah.
Dari rumahnya ia hanya perlu berjalan selama 15 menit untuk sampai ke toko, ibunya telah pergi lebih dulu. Jadi, Calista hanya tinggal menyusulnya.
"Hai, Calista." Calista membalas sapaan tetangganya dengan senyum andalannya.
Ting
Bel berbunyi begitu Calista membuka pintu, lalu Calista menghampiri ibunya yang terlihat sibuk menata kue. "Oh, Calista," sapa ibunya. Ibunya bangkit lalu mendekati meja kasir, mengambil sesuatu dari sana dan memberikannya pada Calista.
"Apa ini, Bu?" heran Calista. Calista mengambil kantong plastik itu dan mengeluarkan sebuah kotak yang tidak asing di matanya. Ini kotak kue toko ibunya. Calista membuka kotak itu, ya isinya adalah kue berbentuk hati.
"Tadi ada seorang pria yang membelinya, dia bilang ini untukmu," terang ibu Calista.
"Seorang pria?" tanya Calista.
"Iya, sangat tampan. Hoo, apa kau sudah punya kekasih?" goda ibunya. Calista menggeleng pikirannya tertuju pada pria yang juga memberikan kue tempo hari padanya.
"Bagaimana ciri-cirinya?"
"Hm ... Dia tinggi, tampan, rambutnya cokelat kemerahan, dan matanya cokelat terang." Ibu Calista menyebutkan ciri-ciri pria yang diingatnya.
Tidak salah lagi. Pria itu pasti orang yang sama. Calista memegangi kalung yang tersembunyi di balik bajunya. Menebak-nebak apakah kalung ini dari orang yang sama.
~~~
Lucas memasuki sebuah mansion di depannya, mansion dengan warna putih yang mendominasi. Di dalamnya banyak terdapat penjaga yang sudah Lucas perintahkan untuk menjaga mansion tempat kedua orang tuanya ini tinggal. Para penjaga menunduk hormat begitu Lucas melewatinya.
"Anakku." Ketika Lucas masuk dalam ruangan ia langsung disambut oleh pelukan penuh kasih sayang oleh seorang wanita. Lucas membalas pelukan itu.
"Kalian keluarlah, berjaga di luar," perintah Lucas pada penjaga dan pelayan di ruangan itu. Ia tidak suka ada yang menganggunya dengan sang ibu.
Merida Gail Dragon. Seorang wanita anggun yang merupakan istri dari Antonio Gail Dragon, rambutnya berwarna merah gelap, kontras dengan kulitnya yang putih bersih.
"Aku merindukanmu, Lucas."
"Aku juga, Ibunda," balas Lucas.
"Kenapa akhir-akhir ini kau jarang datang ke sini, Lucas. Apa kau sudah melupakan wanita tua ini?" Lucas menggeleng, ibunya berlebihan. Padahal ibunya tidak bisa dikatakan wanita tua, ibunya masih sangat cantik dan itu membuat ayahnya begitu tergila-gila dengan ibunya itu.
"Kenapa ibu tidak tinggal di istana saja, dengan begitu kau dapat melihatku setiap hari," saran Lucas. Lucas melepas pelukan dan menuntun ibunya duduk di sofa.
"Itu keputusan ayahmu, dia bilang hanya ingin menghabiskan masa tuanya di sini."
"Pak tua itu terlalu berlebihan, kemarin ia datang ke istana."
"Oh iya, Lucas. Bagaimana dengan gadis yang kau cari. Ayahmu bilang kau sudah menemukannya." Lucas memberikan senyum pada ibunya.
"Ya, begitulah. Ibu tahu? Dia sangat cantik." Merida yang mendengarnya tertawa. Putranya sangat bersemangat jika membicarakan gadisnya.
"Yah. Kalau begitu apa yang kau tunggu? Tidakkah kau ingin menjadikannya seorang Ratu?" goda Merida.
"Tidak semudah itu, Bu. Kau tahu ia seorang manusia, ia juga tidak seperti dulu. Dulu ia tahu jika aku bukan manusia selain itu ia juga mencintaiku, namun sekarang ini sudah berbeda. Ia tidak mencintaiku dan ia tidak percaya ada makhluk seperti kita." Merida mengusap bahu tegap Lucas. Putranya sedang galau.
"Jadi apa yang akan kau lakukan?"
"Mungkin aku akan mendekatinya dulu, setidaknya saling kenal. Setelah itu, aku akan memberi tahu siapa diriku sebenarnya," jelas Lucas.
"Ibu mendukungmu." Merida memberikan semangat pada Lucas. Putranya telah lama menanti gadisnya. Sudah saatnya untuk Lucas bahagia.
"Ibu, kau berbeda sekali dengan Pak Tua itu. Lagian apa-apaan itu, menjodohkan aku dengan putri bangsa vampir. Aku tidak menyukainya," adu Lucas. Walaupun kejadian itu telah lama berlalu ia tetap saja tidak terima.
"Putraku, kau tahu ayahmu melakukannya untuk kerajaan kita." Lucas bersungut-sungut ketika ibunya membela ayahnya.
"Kenapa harus menikah? Kita bisa memerangi kerajaan itu. Sekarang lihatlah statusku, menjadi seorang duda. Aki tidak mau mengakuinya tapi semua rakyat sudah tahu."
"Lucas, tidak semua harus dilakukan dengan kekerasan. Yah ... Walaupun akhirnya mereka mati juga," ungkap Merida. "Mengenai statusmu, kau tidak perlu ambil pusing. Kau tetap putra kecilku." Merida mengusap kepala Lucas dengan sayang. Memperlakukannya seolah anak kecil yang berusia 6 tahun.
Lucas tidak mempermasalahkannya. Hanya dengan ibunya ini Lucas bisa bermanja-manja. Berbeda sekali jika ia bertemu dengan ayahnya.
~~~
"Jadi?" tanya Lea.
"Jadi apa?" tanya balik Calista. Saat ini ia duduk di bangku yang tersedia di dalam toko kue bersama Lea
"Jadi maksudmu kalung itu tidak bisa kau lepaskan, begitu?" Calista mengangguk. Soal kalung ini hanya ia dan Lea yang tahu, ia belum memberi tahukan pada ibunya. "Berbaliklah," kata Lea.
Calista berbalik hingga ia membelakangi Lea. Lea berdiri kemudian menarik kalung itu dan mencari pengaitnya. Sudah di telusuri setiap senti kalung itu, tapi Lea tidak menemukan Pengaitnya.
"Kenapa kalung ini tidak ada pengaitnya," bingungnya. Lea mencoba mencari sekali lagi.
"Tidak ada? Kemarin ada. Aku sendiri yang memasangnya. Carilah yang benar," ujar Calista. Namun Lea menggeleng.
"Tidak, aku tidak menemukannya." Calista berbalik hingga ia berhadapan dengan Lea lagi.
"Aneh sekali. Coba di putuskan saja." Calista menarik kuat-kuat kalung itu dengan harapan akan putus. Tapi kalung itu terlalu kuat hingga tanganya sendiri memerah.
"Bagaimana kau loloskan saja ke atas," saran Lea. Calista mencobanya tapi hasilnya sia-sia. Seolah kalung itu menyempit dengan sendirinya.
"Ah, Sialan. Sulit sekali." Calista gemas dibuatnya.
"Well, mungkin kau pemilik aslinya. Jadinya kalung itu tidak mau lepas." Lea kembali duduk lalu meminum cola dinginnya. Calista menyerah, membiarkan kalung itu terpasang di lehernya.
"Lea, kau tahu? Ada seseorang yang memberikan aku kue. Kuenya di beli disini dan dia memberikannya padaku. Aneh sekali bukan?" Calista membuka topik baru.
"Hm? Setelah kalung sekarang kue? Wah, kau beruntung sekali,Cal." Lea meletakkan colanya lalu mencondongkan tubuhnya agar lebih dekat dengan Calista. "Apakah dia tampan?" lanjutnya.
"Ya, dia tampan. Sudah dua kali dia melakukannya. Apa menurutmu dia orang yang sama dengan orang yang memberikanku kalung?"
Lea meletakkan jari telunjuknya di dagu, berpose seolah berpikir keras. "Mungkin saja. Kenapa tidak bertanya langsung padanya?"
"Aku baru sekali bertemu dengannya, kue yang kedua ia titipkan pada ibuku," jelas Calista.
"Kurasa dia menyukaimu, Cal. Tapi bagaimana dengan dia?" Calista terdiam mendengar kata 'dia'.
"Dia hanya masa lalu, aku sudah melupakannya," tegas Calista. Perasaan Calista selalu sakit jika mengingatnya.
"Oke, melupakan. Tapi hatimu masih mengingatnya. Siapa yang bisa melupakan cinta pertamanya?" ejek Lea. Gadis dengan rambut sebahu itu sangat tahu jika sahabatnya ini masih mencintai pria yang sama sampai saat ini.
"Tidak! Aku sudah memantapkan hati. Benar kata orang-orang, cinta pertama selalu gagal."
Lea menggeleng kepala melihat Calista. Calista hanya berkata, padahal hatinya masih menjadi milik pria itu. Calista pernah mencintai seorang pria, pria itu sempurna, sangat cocok dengan Calista, dan mempunyai hobi yang sama. Mendaki gunung.
"Ya, tapi aku punya kabar mengejutkan. Kau tahu? Dia kembali," bisik Lea. Jantung Calista berdetak lebih cepat. Benarkah pria itu kembali? Batinnya.
Falcon University adalah sebuah universitas yang berada di tengah kota Skylar, sebuah kota kecil yang menjadi tempat tinggal Calista. Kota indah yang di bagian utaranya terdapat hutan hujan tropis. Calista berlari-lari di sepanjang koridor kampus karena ia terlambat, tadi Calista tertinggal oleh bus dan sialnya ia tidak menemukan taksi.Bruk! "Ah, maafkan aku." Tanpa melihat wajah orang yang ditabraknya Calista lanjut berlari setelah sebelumnya ia meminta maaf pada orang itu. Gadis itu sudah sangat terlambat. Begitu melihat pintu kelasnya Calista langsung mendorongnya kuat hingga menimbulkan suara bedebum yang keras karena pintu itu berbenturan dengan dinding. Mahasiswa yang ada di kelasnya pun terlihat terkejut, beberapa ada yang protes dan ada juga yang mengabaikannya. Calista mendekati sebuah bangku kosong dan duduk di san
Lucas menggeram marah, bawahan yang disuruhnya untuk memata-matai Calista membawakan sebuah foto yang cukup membuatnya emosi. Calista terlihat akrab sekali dengan pria itu, bahkan pria itu merangkul dan memegang tangannya. "Pria sialan," umpat Lucas. "Aku tidak bisa bersabar lagi, Sayang." Lucas sudah cukup bersabar dengan mencoba mendekati Calista secara perlahan, tapi sepertinya itu tidak bisa dilakukan. Jadi Lucas berencana untuk mengakui dirinya pada Calista. Tatapan Lucas kembali terpaku pada lembaran foto yang dipegangnya, perlahan tangan Lucas mulai memanas dan foto itu terbakar. Tapi yang terbakar hanya bagian pria itu sedangkan gambar Calista masih utuh. "Kenzo!" panggil Lucas. Kenzo yang berada di sampingnya kursi singgasana pun langsung menghadap.&n
"Pria itu benar-benar gila, kau tidak lihat bagaimana ia menyentuhku?" Wajah Calista memerah menahan amarah, ia merasa dipermalukan dan juga dilecehkan di muka umum. "Pria gila sialan," umpatnya. "Bedebah sialan, brengsek. Harusnya aku menendang miliknya saja tadi." Lea meringis mendengar umpatan kasar yang keluar dari mulut sahabatnya. Beginilah Calista, ia akan terus mengumpat hingga amarahnya reda. Lea ingin sekali menutup mulut cantik sahabatnya ini. Lea merasa sangat tidak enak pada supir taksi yang membawa mereka. "Iya, Cal." Hanya itu yang bisa dikatakan oleh Lea. "Dan apa-apaan itu, Ratu? Aku yakin dia pasti mabuk." Calista masih saja mengomel. "Cal, sudahlah," kata Lea lagi. "Ah, kalung ini." Calista memegang kalung yang melingkari lehernya. "Aku akan mengembalikannya." Calista
Kenzo keheranan melihat wajah rajanya ketika pulang dari dunia manusia, dalam hati ia bertanya-tanya apa yang membuat mood rajanya ini memburuk. Kenzo ingin bertanya langsung tapi ia urungkan ketika melihat rajanya ini membakar salah satu guci di aula utama ini. "Tak kusangka ia seberani itu," ujar Lucas. "Maksud Yang Mulia?" tanya Kenzo. "Kalian keluarlah," kata Lucas. Ia menyuruh para penjaga dan pelayan di aula itu keluar. "Kau tahu? Ia menendangku, gadisku ini lebih kasar rupanya." Lucas berdiri, kedua tangannya bertumpu pada pinggangnya. Kenzo meneguk ludah, apakah nasib Lucas sama dengan orang yang di tendangan malam itu. Apakah calon ratunya menendang pusaka milik rajanya? "Maksud Yang Mulia, apakah Yang Mulia Ratu menendang 'anu' Ya
Saat di tengah-tengah pasar Lucas tidak sengaja bertemu dengan Alpha Nicholas Bryan, pimpinan dari Werewolf. Seorang pria dengan tubuh kekar yang tidak kalah memesonanya dengan Lucas."King Lucas," sapa Nicholas."Ya, Alpha.""Kenapa Anda bisa sampai di sini King Lucas?" tanya Nicholas. Walaupun Lucas sedang menyamar, tatap saja Nicholas dapat mengenalinya dari baunya. Penciumannya Werewolf sangat tajam, apalagi untuk seorang Alpha."Aku hanya tengah berjalan-jalan. Memantau kondisi rakyatku." Lucas dan Nicholas cukup akrab, di bandingkan dengan pimpinan klan yang lain, Nicholas lah yang paling akrab dengannya. Begitu juga dengan Nicholas, ia lebih akrab dengan Lucas mengingat Lucas sudah sangat sering membantunya."Ah, begitu rupanya." Nicholas menjawab singkat."Kenapa King?" tanya Kenzo ketika melihat Lucas tiba-tiba diam."Aku merasakan firasat buruk, aku pergi
Gabriel tercenung atas penolakan yang diberikan oleh Calista kepadanya. Gabriel tidak menyangka jika Calista telah melupakannya secepat itu. "Apa yang terjadi?" tanya Dimitri begitu ia menghampiri Gabriel. "Calista menolak aku." Dimitri menatap prihatin Gabriel. Pasti sangat sulit untuk temannya ini. "Kenapa kau tidak menceritakannya saja?" "Menceritakan? Menceritakan jika aku adalah Vampir dan aku pergi untuk urusan klan? Apa Calista percaya?" ujar Gabriel. Memang hanya Dimitri yang mengetahui jika Gabriel adalah seorang Vampir. "Jika aku menceritakan pada Lea mungkin dia percaya,"lanjutnya. "Yah, percintaan kalian rumit sekali. Manusia dan Vampir, aku tidak percaya cintamu itu begitu kuat pada Calista." Dimitri menghampiri kursi tamu di rumahnya lalu duduk
Calista menatap siapa yang baru saja datang. Pakaian pria itu terlihat lebih mewah, khas seorang kerajaan sekali. Dalam hati Calista bertanya-tanya sebenarnya ia berada di mana? Di lokasi syuting atau ini adalah parade Cosplay? "Kau siapa?" tanya Calista pada pria yang berjubah biru itu. "Perkenalkan, saya adalah Kenzo. Kaki tangan King Lucas sekaligus panglima perang." Kenzo menunduk hormat pada Calista. "Heh?" Calista heran sekali, kenapa orang-orang aneh ini memanggilnya ratu dan menghubungkan ini dengan Lucas. Lalu apa katanya tadi? Panglima? "Oke. Kenzo, kau tahu di mana Lucas?" tanya Calista. Kenzo mengangkat kepalanya. " King Lucas sekarang ada urusan, Yang Mulia. Nanti beliau akan kembali." Lagi-lagi Calista mendapatkan jawaban yang sama&nb
"Jadi aku harus pakai ini?" Calista mengangkat sebuah gaun berwarna merah, senada dengan pakaian yang Lucas pakai. Calista cukup terpana dengan penampilan Lucas yang sangat berbeda, tidak seperti pertama mereka bertemu. "Ya, malam ini ada acara yang harus aku hadiri. Temanmu itu juga ikut, Nicholas akan membawanya." "Benarkah? Kau tidak berbohong?" Calista menyipitkan matanya. Bisa saja Lucas membohonginya, Calista tidak sepenuhnya mempercayai Lucas. "Sejak awal aku tidak pernah berbohong," kata Lucas. Calista menghela nafas lalu mengeluarkan semua barang perlengkapan yang ada di dalam kotak itu, ada gaun, sepatu, anting, hiasan kepala, dan masih banyak lagi. Calista melihat itu menjadi ngeri. Ini merepotkan. "Semua ini harus di pakai?" tanya Calista. Yang benar saja, ia tidak pernah memakai hal-hal yang sepert