Namaku Auryn Chistina. 22 tahun.
Hari ini adalah hari paling bahagia. Aku akan menikah. Hari pernikahanku menjadi kenangan sangat manis dalam hidupku. Menikah dengan seseorang yang aku cintai, dia kekasihku. Kami sudah menjalin hubungan selama lima tahun dan sekarang kami menikah.
Drey Vincent. Ya, namanya Drey. Dia akan menikahiku dan menjadi kekasih hati. Kekasih hati? Aku berharap menjadi kekasih hati Drey hingga seumur hidup dan maut memisahkan.
Kini pernikahanku akan berlangsung dengan meriah. Kakakku, Anna Daisy namanya. Dia kakak kandungku, dia baru pulang dari Inggris, karena dia kuliah di Inggris. Dia menyelesaikan pendidikannya dan kembali ke Jakarta di Indonesia untuk menghadiri pernikahanku.
Aku tahu, Anna sangat baik kepadaku dan menyayangiku. Anna dan aku berbeda, Anna sangat pintar, sedangkan aku? Haha, aku tidak sepintar dia.
“Wah ... Aku tidak menyangka, kamu akan menikah lebih dahulu, Ryn."
Anna tersenyum manis melihatku mengenakan dress panjang berwarna putih. Tangan halusnya kini menyentuh pipiku.
"Kak, maaf. Aku menikah lebih lebih dulu, sedangkan Kak Anna belum menikah." Aku merasa bersalah menjadi seorang adik. "Seharusnya Aku menikah setelah Kak Anna menikah."
“Tidak apa-apa." Anna menggeleng kepala. "Kamu tahu? Hari ini kamu cantik sekali, Ryn pakai gaun pengantin.”
Aku tersipu malu mendengar pujian dari Anna.
"Kakak mendukung kamu untuk menikah. Jika pernikahan ini terbaik untukmu, aku tidak apa-apa, kamu menikah sebelum aku menikah. Ayo keluar, calon suamimu sudah menunggumu.”
Aku tersenyum lebar mendengar perkataan Anna. Aku bahagia, Anna tidak marah karena aku menikah dahulu. Menurutku, Anna menjadi kakak yang baik dan perhatian. Aku percaya, suatu saat nanti, Anna akan mendapatkan pendamping hidup berhati lembut, baik dan pengertian.
Tubuhku terasa panas dingin ketika keluar dari kamar dan melihat Drey, dia sedang menungguku. Astaga, dia tampan sekali mengenakan jas putih dan ada bungga di saku kemejanya sebagai hiasan. Gagah, tampan dan sempurna. Rambutnya tertata rapi membuat ketampanan bertambah.
Aku tersenyum ke arah Drey. Aku menjadi canggung ketika dia melihatku dengan mata yang tidak berkedip. Aku berusaha merubah kecanggunganku, aku akan meminta bantuan Anna, tetapi Anna tidak ada lagi di sampingku. Kemana dia pergi?
Drey menghampiriku.
Aku menjadi sangat gugup. Gugup sekali. Hatiku berdebar dan tanganku bergetar. Aku mencengkram gaun pengantinku, supaya tidak gemetaran karena gugup.
“Ku mohon ..., please. Jangan gugup, jangan gugup!" ucapku dalam hati. Aku takut menjadi salah tingkah dan mempermalukan diriku sendiri di depan Drey. Oke, Ryn. Aku harus bisa—menenangkan diriku sendiri dan aku memejamkan mataku sebentar lalu membuka mataku. Rasanya baru memejamkan mata, tiba-tiba Drey sudah berdiri di depanku.
Drey meraih tanganku yang dingin. Dia tersenyum manis, senyuman sangat manis! Hingga senyuman Drey meluluhkan hatiku. Sepersekian detik, aku merasa jauh lebih tenang setelah melihat senyuman manisnya.
Dan aku membiarkan Drey menggenggam erat tanganku.
"Ryn ...."
"Ya?"
"Kamu gugup?"
Ah, aku ketahuan sedang gugup oleh Drey.
"Umm...." Aku bingung harus menjawab apa. Jadi, aku mengangguk.
"Jangan gugup. Pernikahan kita akan berjalan dengan lancar."
Aku mengangguk dan aku percaya, pernikahan adalah yang terbaik untuk hidupku.
Kita keluar dari rumah dan menuju tempat pesta pernikahan. Berkali-kali Drey membisikan kata-kata agar aku tidak terlihat gugup dan gemetaran. Tangan kananku memegang buket bunga.
Mataku melihat banyak orang-orang yang menunggu kita, aku melihat keluarga Drey dan keluargaku. Serta sahabatku, Jessica dan Viola. Semua orang bertepuk tangan dan tersenyum lebar melihatku dan Drey berjalan di karpet merah. Aku berusaha untuk tenang.
Kemudian, acara bertukar cincin.
Gugup, cemas, deg-degan, khawatir menyelimuti hatiku saat Drey memegang jariku dan akan memasangkan cincin. Pernikahan ini benar terjadi, aku masih tidak menyangka.
Aku sangat bahagia!
Jantungku semakin berdetak kencang ketika jarak tercipta diantara kami semakin dekat. Aku melihat pancaran kebahagiaan di wajah Drey. Tiba-tiba Drey mencium keningku, setelah aku memasangkan cincin di jarinya. Semua para tamu undangan bersorak-sorai bahagia dan bertepuk tangan.
“Drey, terima kasih telah menikah denganku. Aku menjadi wanita beruntung menjadi istrimu,” kataku.
Drey tersenyum. “Terima kasih telah bersedia menjadi istriku," ucap Drey dengan suara lembut, dia menggengam erat kedua tanganku.
****
Acara pernikah sudah selesai dan berjalan dengan lancar tanpa ada gangguan. Benar-benar acara pernikahan yang sempurna. Para tamu undangan sudah pulang ke rumah masing-masing. Sekarang hanya ada sanak saudara di sana.
“Sayang, kamu pasti cape."
Aku menolehkan kepala mendengar suara Drey. Aku mengangguk. "Aku sangat bahagia, Drey!"
Dan Drey hanya tersenyum mendengar perkataanku, aku benar-benar bahagia memilik Drey, bahagia Drey telah menjadi suamiku. Banyak wanita yang jatuh cinta kepada Drey, tetapi Drey memilih aku untuk menjadi istrinya.
Drey menyeka keringatku dengan lembut yang membasahi kening. “Aku sudah menikah denganmu? Sekarang bolehkah aku memelukmu, Ryn?” Drey memasang wajah mesum dan sepertinya ingin menggodaku.
Aku melototkan mata. Apa peluk? Astaga, Drey! Belum 24 jam pernikahan kita berjalan sudah meminta peluk. Ada-ada saja kemauan dia.
"Acara pernikahan kita baru saja selesai. Kenapa kamu minta dipeluk?" tanyaku.
Drey menggaruk tengkuk tidak gatal. “Apa salah jika aku minta dipeluk oleh istriku, hm? Sekarang kamu sudah menjadi istriku."
Aku mencubit lengan Drey. "Apa yang kamu katakan?" tanyaku dan menggertakan gigiku.
"Aduh, sakit." Drey mengelus bekas cubitanku.
"Rasain. Salah sendiri, mesum tidak tahu tempat." Mataku memutar melihat sekeliling, berharap tidak ada orang yang mendengar obrolan kita.
"Maaf, sayang. Okay, nanti peluk di kamar saja. Mau istirahat sekarang?”
Aku mengangguk. Jujur aku merasa merasa lelah. Dengan kasih sayang Drey meraih dan menggenggam tanganku, kita berjalan menuju ke kamar pengantin dan kita sudah berpamitan kepada keluarga Drey dan keluargaku untuk beristirahat lebih dahulu.
Aku menghentikan langkah. “Kak Anna!” teriakku memanggil Anna.
Sejak tadi aku tidak melihat Anna. Jadi aku bermaksud memamerkan suamiku dan memperkenalkan. Pasti mereka belum saling mengenal, karena ketika Drey ke rumahku, tidak pernah bertemu dengan Anna. “Kemari!”
“Kenapa, Ryn? Apa kamu membutuhkan sesuatu?” tanya Anna setelah menghampiriku dan berdiri di depanku. “Kalian akan istirahat?” Suara telah berubah menjadi gelisah.
Aku mengangguk. Aku ingin menjawab pertanyaan Anna, tetapi tiba-tiba Drey melepaskan genggaman tangan. Aku menolehkan kepala, menatap Drey dengan bingung. Kebingunganku bertambah melihat ekspresi wajah Drey, Drey manatap lekat wajah Anna yang berdiri di depanku.
Ekspresi wajah Anna juga berubah 100 persen, dia terlihat gelisah dan kaget. Tetapi langsung tersenyum paksa kepada Drey.
Aku menatap Drey bingung dan penuh tanda tanya. Ada apa dengan Drey dan Anna? Apa mungkin mereka saling mengenal?
Hening tidak ada yang berbicara, seolah-olah tatapan mata yang berbicara.
Aku membasuh muka di wastafel kamar mandi. Hari ini lelah sekali, memakai dres seberat itu dan mahkota di kepala, rasanya hari ini pusing.Aku menatap pantulan wajahku di cermin, semuamake upsudah terhapus dan hilang hingga menyisahkan wajah asli tanpa memakai make up. Sebenarnya aku tidak menyukai make up, karena sejak dulu aku selalu berpenampilan apa adanya. Setiap pergi ke kampus, hanya memakai bedak dan lip balm bibir agar tidak pucat serta tidak mengelupas.Wajahku memancarkan aura kebahagiaan tergantikan dengan wajah gelisah sejak aku memperkenalkan Anna dengan Drey. Aku bertanya-tanya. Ada apa dengan mereka?Apakah Drey dan Anna saling mengenal? Aku rasa tidak, karena Anna kuliah di Inggris dan baru kembali ke rumah. Okay, sebaiknya aku jangan berpikir negatif!
Satu minggu setelah hari pernikahanku.Aku kuliah kembali, karena aku masih kuliah. Drey, dia seorang dosen di kampusku. Seharusnya Drey mengambil cuti setelah kita menikah, tetapi dia tetap mengajar mahasiswa di kampus.Aku kecewa. Drey benar-benar berubah. Dia jarang meluangkan waktu untukku. Aku seperti diabaikan begitu saja. Cuti mengajar satu minggu, apakah Drey tidak bisa? Semua orang, ketika baru menikah, mereka pasti libur bekerja. Walaupun hari Ini Drey libur mengajar, aku rasa bukan waktu yang tepat.Aku mengecutkan bibir kesal. Baru pulang dari kampus, tiba-tiba Mamaku berkata; katanya semua barang-barang milikmu sudah dipindahkan ke rumah baru milik Drey. Apa rumah baru? Jujur, aku benar-benar terkejut.Sejak kapan Drey memiliki rumah? Dan Drey telah menyiapkan rumah untuk kita? Rumah yang katanya sudah milik Drey.“Sekarang Drey sudah pergi ke rumah baru," kata Mamaku. "Hm ... kira
"Brengsek kalian!"Akukeluar dari kamar dan dengan sengaja membanting pintu dengan keras. Drey dan Anna tersentak kaget. Mereka berpikir, mungkin aku akan semarah ini kepada mereka. Sejujurnya pikiranku kacau dan hatiku remuk berkeping-keping.Aku tidak tahu bagaimana cara meluapkan emosi. Apakah aku harus menampar pipi Drey dan menjambak rambut Anna? Aku tidak segila itu. Aku masih bisa mengontrol emosiku, tetapi rasanya sakit.Ya Tuhan, sesakit inikah aku melihat Drey dan Anna berciuman mesra di depan mataku sendiri?! Sesakit inikah ketika suamiku mencintai wanita lain, lebih sakit wanita yang dicintai Drey adalah kakak kandungku.Kenapa? Kenapa ini semua terjadi begitu saja. Kenapa setelah pernikahanku dengan Drey tidak berjalan mulus, semulus pantat bayi?Semua sudah jelas, aku tidak mungkin salah meliat. Semua nyata terjadi. Tapi aku tidak menyangka jika Kak Anna berciuman dengan Dre
Jam 6 pagi aku terbangun, tanganku meraba ke badan di sampingku. Aku merasa Drey sudah bangun dari tidurnya, dugaanku benar. Aku mengeryit dahi ketika tidak ada Drey, hanya ada satu lembar kertas putih bertulis pesan entah apa.Aku mulai membaca kertas itu, mataku menyipit khas orang bangun tidur. "Maaf, Ryn. Aku berangkat ke kampus sangat pagi. Ada sesuatu yang membuatku harus berangkat pagi. Anna memintaku untuk bertemu di kampus. Aku hanya membantu Anna karena dia sekarang menjadi dosen baru."Sepagi ini Drey berangkat ke kampus hanya untuk membantu Anna?Aku merobek-robek kertas itu menjadi kepingan kertas yang tidak terbentuk. "Huh." Aku menghela napas kasar dengan bibir cemberut.Anna lagi dan L A G I.Kenapa, sih! Drey sekarang berubah, lebih mementingkan Anna daripada aku. Haruskah aku mencoba untuk lebih sabar lagi?Aku beranjak dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi, aku masih memikirkan Drey dengan Anna. Drey semakin menjauh dari
Aku melamun, menompangkan daguku. Aku sadar sejak tadi sahabatku, Viola dan Jessica memandang punggungku dari jauh dengan ekspresi penuh curiga.Bagaimana tidak curiga? Yang biasanya di kampus selalu bersikap calm down tiba-tiba aku berubah menjadi Auryn suka melamun dan sering diam di kelas. Satu kelas saja menyadari perubahanku, mereka selalu bertanya kepadaku."Ada apa?""Apa kamu baik-baik saja?""Kamu punya masalah?""Ayo katakanlah, jangan dipendam sendiri, Ryn."Aku menjawab hanya gelengan kepala dan senyuman palsu dari bibir pucatku. Aku dulu ramah senyum, sekarang menjadi cuek dengan orang sekitar. Aku kemarin sengaja bolos mata kuliah, moodku buruk!Viola mendengar kabar dari mahasiswa lain, bahwa aku datang ke ruangan dosen Drey tapi setelah itu wajahku tampak sendu berjalan keluar kampus. Viola Dan Jessica tahu, hubunganku dengan Drey sangat dekat hingga menikah, tapi siapa sangka semua berubah semenjak menikah.
[ Author POV ]Selesai memberi materi kepada mahasiswa. Drey kembali ke ruangannya dan duduk di kursi, merebahkan badannya untuk mengambil waktu istirahat. Perut kosong karena sejak tadi pagi belum mengisi perutnya. Rasanya tidak napsu untuk sarapan. Sekarang cacing di perut mulai berdemo. Jadi, Drey tidak perlu menunggu perut sakit baru makan. Rasa lelah dan lapar, dia hempasan jauh dari perasaan bayang-bayang Anna mulai mengusik pikirannya. Drey akui, dia masih memikirkan wanita itu. Wanita yang menjadi cinta pertamanya dan dulu berjanji akan menikah.Anna memilih menempuh pendidikannya di Inggris dan terpaksa meninggalkan Drey, sementara Drey kuliah di Jakarta.Beribu pertanyaan membentuk gundukan piramid yang tidak berujung. Hingga sebuah pertanyaan, kenapa memilih menikah dengan Auryn bukan Anna? Setiap kali Drey melihat Auryn, dia teringat dengan seseorang, namun Drey sudah berusaha melupakan Anna. Tetapi cintanya bersemi kembali kala ke
Aku merasa Drey tidak akan mengakhiri pernikahan kita, pernikahan baru berjalan satu minggu. Tidak mungkin Drey meminta cerai secepatnya. Sementara Drey dan Aku tidak ingin menyakiti ibuku dan ibunya. Bila kita berpisah, bukan hanya aku yang tersakiti, namun Ibu Drey.Ngomong-ngomong, umurku masih 20 tahun, sedangkan Drey 25 tahun. Drey lebih tua dariku. Sekarang, aku kuliah jurusan psikologi dan Drey menjadi dosen departemen ekonomi.“Drey ..." panggilku. "Kamu sudah pulang?” Mataku sudah berkaca-kaca melihat Drey pulang ke rumah.Aku menyambut kedatangan Drey yang baru saja masuk ke kamar dan meletakan tas punggung. Wajahnya terasa lelah dan letih itu menoleh ke arahku.Dheg. Aku tercengang melihat sorot mata Drey. Tatapannya sangat berbeda dan lebih dingin. Aku terpaksa menarik sudut bibir membentuk senyuman.
“Kalau ada apa-apa langsung hubungi aku, ya, Ryn!” pesan Drey kepadaku saat kita sudah berdiri di halaman kampus. “Hari ini aku nggak ada jadwal mengajar di kampus kok, Ryn. Jadi, sedikit banyak waktu luang.”Aku mengangguk paham. Rumah tangga kita adem ayem. Aku pikir, Drey sebisa mungkin memperhatikan dan peduli denganku. Mungkin satu alasan, aku istrinya. Sudah sepantasnya menjadi tanggung jawab suami."Oke, deh. Aku ke kelas dulu, ya."Drey mengecup keningku lalu. “Jangan kebanyakan melamun, kuliah dengan serius supaya cepet wisuda,” nasihat Drey Dan menyentil dahiku dengan jarinya."Aw ..., Sakit," ringisku sembari mengelus keningku."Sudah sana, kamu ke kelas," usir Drey.Aku mengangguk dan meninggalkan Drey di sana. Baru saja berjalan lima langkah, ada seseorang yang memanggil namaku. Aku hapal siapa gerangan pemilik suara yang memanggilku.“Kenapa Drey?” tanyaku bingung. Drey menghampiriku. Berdiri dihadapanku.Drey menyo