"Mah udjan yaa? Lambut Ilen bacah,” ucapnya cadel. Ceria tersadar, dia segera menghapus airmatanya.
“Oh iya tadi gerimis sedikit sayang,” ucap Ceria asal.
“Nda mahu kena udjan Mah,” Iren mengeratkan pelukannya, Ceria mengusap-usap kepala putri kecilnya.
“Iya, ujannya udahan kho,” Ceria menenangkan Iren.
“Mba udah sampai,” pengemudi ojek online memberitahu ketika pada aplikasi sudah menunjukkan sampai di lokasi.
“Baik, Makasih Om,” Ceria memberikan uang cash pada pengemudi ojek onlinenya.
Ceria langsung menggendong Iren. Dia memijit bell rumah berpagar tinggi tersebut. Orang tua Bagja bukan termasuk orang yang kaya, namun tidak juga termasuk golongan yang sederhana. Rumahnya besar, bertingkat dan berpagar tinggi. Tidak lama menunggu, ibu mertuanya membuka pintu dan wanita paruh baya itu berhambur memeluknya.
“Wah Iren, sini sama Nenek,” dia mengambil Iren dari gendongan Ceria. Gadis kecil itu memang cukup dekat dengan keluarga Bagja yang memang masih tinggal satu daerah. Beda halnya kalau ketemu dengan keluarga Ceria yang sekarang tinggalnya di Majalengka, susah untuk langsung bisa berbaur karena jarang ketemu.
“Ayah ngajar Bu?” Ceria berbasa-basi, sebetulnya dia tahu kalau mertuanya masih kerja, dalam usianya yang sudah sepuh lelaki itu masih aktif ngajar dan menjadi dosen di salah satu universitas ternama di kota itu.
“Iya Ri, ayo masuk, Mamah udah masak, kita makan bareng, tadi Bagja ada ngehubungi Mamah, katanya kamu mau kesini,” ucap Bu Marta, ibunya bagja.
“Iya Mah,” Ceria langsung mengikuti langkah Bu Marta yang menggendong Iren.
Mereka mengobrol cukup lama mengenai playgroup untuk Iren. Ceria juga menceritakan keinginannya untuk kerja lagi. Mertuanya cukup netral dan tidak memihak, dia menyerahkan keputusan untuk kerja seluruhnya kepada Ceria dan Bagja. Mereka yang membina rumah tangga, maka segala keputusannya harus disepakati berdua. Sementara Bu Marta sangat tidak keberatan jika Iren akan lebih banyak tinggal disana, idenya Ceria untuk merekrut satu baby sister untuk menjaga Iren seketika ditolaknya.
“Biar mamah yang antar jemput Iren ke sekolah, dan nemenin Iren main disini, mamah seneng malah, rumah jadi ga bakal sepi lagi, anaknya Mba Mita kan udah besar sekarang, sekalinya main juga udah punya dunia sendiri, nanti mamah bantu bilang bagja biar Iren sekolah disini, masalah kerjaan itu kalian urus saja berdua,” ucap Bu Marta.
Ceria merasa lega karena mertuanya terlihat betul-betul menyayangi Iren. Sekarang hanya tinggal bagaimana caranya dia meyakinkan Bagja agar mengijinkannya kerja kembali. Setelah mengobrol, Ceria diantar mertuanya melihat play group yang letaknya tidak jauh darisana, tempatnya bersih dan nyaman. Ceria langsung yakin untuk menjatuhkan pilihannya. Seharian Ceria memperhatikan Iren yang terlihat gembira bermain bersama Maura, kucing peliharaan Nenek Marta. Kucing yang berbulu putih, tebal dan gemuk itu tidak lepas digendongnya kesana kemari. Hingga menjelang sore, Iren berkeras tidak mau pulang.
“Bagja, anakmu mau main sama Maura, jadi mama minta Iren nginep disini ya, nanti kamu pulang kesini aja,” Bu Marta menelpon Bagja didepan Ceria.
“Ok,” Wanita paruh baya itu menutup sambungan telepon setelah mendapat persetujuan dari Bagja.
“Ri, suami kamu udah ngijinin kalian nginep disini, biar besok aja pulangnya, dia udah mamah suruh nyusul pulang kerja,” ujar Bu Marta.
“Iya mah, tapi aku harus mengambil baju ganti Iren dulu ya mah, sekalian aku ganti baju,” ucap Ceria. Bu Marta hanya mengangguk tanda setuju.
Ceria membantu memasak, membereskan rumah dan apapun yang dia bisa kerjakan hingga dia terlupa jika akan pulang dulu. Akhirnya dia memesan ojek online pada pukul setengah enam sore. Tak berapa lama, ojek itu berhenti didepan rumahnya, namun Ceria mendapati sepeda motor suaminya terparkir didepan rumah. Dia melangkah mendekati pintu, namun ada sepasang sepatu dengan hill tinggi tergeletak disana.
DEG
Perasaan tidak enak sudah menyeruak kedalam dadanya. Perlahan dia memutar gagang pintu yang tidak terkunci. Terlihat suaminya yang duduk berdempetan di sofa dengan seorang wanita muda, mereka memang masih mengenakan seragam kerja, namun apa itu duduk mereka nyaris tanpa cela dengan memegang selembar kertas yang sama. Terlihat begitu dekat, dan intim obrolan mereka.
“Ri, k kamu pulang?” Bagja terlihat kaget dan langsung menjauhkan badannya yang menempel dengan wanita itu.
“Iya Mas,” Ceria masih berdiri menatap wanita yang hanya melongo menatapnya.
“Sisy, ini kenalkan istri saya, Ceria,” Ucap Bagja.
“Ri, ini Sisy bagian admin yang support kerjaan aku di kantor,” ucap Bagja lagi sambil menghampiri Ceria. Tangannya meraih lengan Ceria namun wanita itu menepisnya.
“Permisi, aku ga lama kho Mas, lanjutin aja, aku Cuma mau ambil baju ganti Iren, sejak siang dia main terus sama Maura soalnya,” Ceria pergi meninggalkan mereka. Dia langsung ke kamar dan menjatuhkan diri pada dipan. Dadanya terasa sesak tapi tidak tahu apa yang harus dia perbuat. Pantas saja suaminya betah di kantor, setiap hari ditemani dengan gadis muda, cantik, seksi sementara dirinya sendiri bahkan malu ketika menatap pantulan dirinya di cermin.
Tapi airmata itu tak bisa tertahan. Ceria menangis dengan menungkup wajahnya dengan bantal. Pikirannya langsung melayang jauh, seperti apa kedekatan mereka selama ini. Namun dia tidak bisa berbuat apa-apa, Bagja selalu mengatasnamakan pekerjaan dan mencari nafkah untuk keluarga. Hatinya sakit, benar-benar merasa teriris.
Tapi airmata itu tak bisa tertahan. Ceria menangis dengan menungkup wajahnya dengan bantal. Pikirannya langsung melayang jauh, seperti apa kedekatan mereka selama ini. Namun dia tidak bisa berbuat apa-apa, Bagja selalu mengatasnamakan pekerjaan dan mencari nafkah untuk keluarga. Hatinya sakit, benar-benar merasa teriris.CeklekPintu kamar terbuka. Bagja menghampirinya yang masih sesenggukan dengan bertumpu pada bantal. Lelaki itu memegang pundaknya dan bertanya seolah tidak terjadi apa-apa.“Ri, kamu kenapa?” tanyanya datar. Tidak ada jawaban, hanya isakan.“Ri, ngomong dong?” bujuk Bagja lagi.“Aku mau kerja Mas,” ucap Ceria ditengah isaknya tanpa melepas bantal yang jadi tumpuannya.“Ya udah, aku ijinin, nanti kamu udah boleh nyari-nyari kerjaan, udah jangan nangis lagi. gitu aja dinangisin,” ucapnya datar. Dasar lelaki memang terkadang tidak peka.
Ceria sekuat hati menepis bayangan-bayangan yang semakin membuat hatinya sesak. Lagi-lagi jika dia marah, maka jawabannya pastinya terkait pekerjaan yang akhirnya membuat dirinya akan kembali bungkam. Sepertinya sekarang pekerjaan jauh lebih penting daripada dirinya, itu hal yang semakin lama semakin kuat terlintas pada pikiran Ceria.Ceria sudah tiba dikediaman mertuanya. Itulah hebatnya wanita, segundah apapun perasaan yang berkecamuk dia masih bisa tertutup rapat menyimpannya. Dia tidak ingin melibatkan orang lain dalam urusan rumah tangganya. Iren segera berganti pakaian dengan yang dibawanya. Setelah mandi, Iren hanya boleh mengelus-elus kepala Maura, Ceria tak mengijinkannya untuk menggendongnya, bagaimanapun bulu kucing itu akan menempel kembali.Acara menginap berjalan tenang. Bagja pulang ke rumah ibunya pada pukul sepuluh malam. Ceria masih seperti biasa menyiapkan air hangat untuk mandi, menawari makan dan menyiapkan secangkir
“Ayo kita ke sekolah, teman-teman Iren banyak disana, Iren bisa main prosotan juga nanti,” ucap Ceria setelah memesan ojek online.“Ayooo, Ilen suka banak temen, main plocotan, holeeee!” anak itu terlihat girang, membuat sedikit kesedihan hati Ceria terobati.Ada waktunya dimana wanita bisa menjadi lebih kuat dari biasanya, dan memiliki energi yang melimpah. Itulah yang terjadi pada Ceria, setelah menitip Iren di playgroup dan menghubungi Mama Marta untuk menyusul mereka, wanita itu langsung menuju kantor barunya. Bekerja menjadi bagian personal assistant akan membuatnya lebih mudah menjalankan misinya. Karena Ceria kerja bukan hanya semata kerja namun ada alasan lain yang membuat dia bisa setegar karang.*“Morning Mr Mark!” Ceria menyapa bosnya, seorang lelaki bertubuh tinggi, berkulit putih, seorang bule Jerman dengan posisi sebagai President D
Semenjak memulai rutinitas baru, Ceria kini memiliki waktu lebih sedikit untuk mengurus rumah. Baginya mengatur jadwal itu merupakan hal yang terpenting agar semua bisa berjalan dengan baik. Setiap pagi suaminya yang akan berangkat duluan ke kantor, sementara dirinya masih harus mengantar Iren ke playgroup baru kemudian berangkat kerja. Begitulah kegiatannya selama beberapa bulan terakhir.Sebuah keberuntungan bagi Ceria memiliki atasan seperti Mr. Mark, ternyata selain tampan, pintar dan kaya dia juga perhatian. Beberapa kali Mark melihat Ceria berjalan tergesa ketika hendak masuk ke kantor karena waktu sudah hampir mepet. Sehingga pada suatu hari Mark memberikan sebuah penawaran.“Ceria, how if I send a driver to pick you up every morning? I worry about your safety, then sure it will make my schedule trouble,” ucapnya pada Ceria, lelaki itu memang sudah fasih berbahasa Indonesia tetapi sesekali masih ada saja percakapan yang menggunaka
Sudah hampir satu bulan ini Ceria naik kelas, dari biasanya hanya naik ojek online dengan menggendong Iren wara-wiri setiap pagi dan sore, kini dia diantar jemput oleh mobil. Meskipun hanya mobil operasional perusahaan, namun hal itu cukup meringankan bebannya dan sangat membantunya. Namun terkadang Bagja merasa tidak nyaman ketika Mr Mark turut serta, beberapa kali dia mendapati lelaki bule itu menggendong Iren, dan putrinya tampak sangat bahagia dan akrab sekali dengan lelaki itu. Selama memiliki Iren, Bagja terkenal cuek dan hanya seperlunya terhadap gadis kecil itu. Karenanya Iren pun tidak terlalu dekat dengannya, gadis kecil itu sepenuhnya bergantung pada Ceria.Pagi itu Bagja sudah rapi mengenakan setelan jaket padahal biasanya dia berangkat ke kantor agak siang. Dia menghampiri Ceria dan Iren yang masih sarapan. Ceria membutuhkan waktu lebih lama karena harus menyuapi putri kecilnya itu. Wanita itu mengenakan setelan blezer warna peach denga
Waktu pulang kerja akhirnya datang. Seperti biasa, Ceria akan tampil maksimal agar tidak mempermalukan atasannya. Dia masih mengenakan seragam kerja, merapikan rambut dan memoles make upnya kembali. Make tipis minimalis yang membuatnya terlihat mempesona. Kali ini dia memakai lipstik peach agak orange, menambah cerah wajahnya yang sudah merona dengan sapuan blush on. Mencerminkan penampilan wanita karir yang elegan dan penuh percaya diri.Mr. Mark yang jangkung terlihat semakin gagah dengan mengenakan jas resmi, warna jas yang senada dengan blezer yang dipakai Ceria. Lelaki itu tidak perlu melakukan apapun terhadap wajahnya, hanya mencuci muka saja sudah terlihat segar. Mereka bergegas menuju tempat yang sudah dipesan oleh Ceria. Selama perjalanan, ceria melihat waktu yang berputar, berdasarkan informasi dari Bagja, perusahaannya baru akan memulai acara pada pukul tujuh malam.Beruntung, semua seolah berpihak, mereka tiba di tempat acara
Sisy menatap kecewa pada atasannya yang sudah berlalu meninggalkannya dalam pesta itu. Gadis muda itu menatap punggung Ceria yang kini nyaris menghilang, berbelok ke lobi. Matanya terlihat memendam rasa kesal. Berkali-kali dia mendengus kasar. Sisy menjatuhkan dirinya duduk ke atas sofa. Kemudian dia mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan pada Bagja.Sementara itu, langkah Bagja kian cepat mengejar istrinya yang melangkah tergesa. Lelaki itu tampak memiliki satu kekhawatiran terpendam. Hingga pada akhirnya wanita itu didapatkannya.GrepSebuah dekapan tanpa aba-aba. Lelaki itu memeluk tubuh Ceria dari belakang. Ceria sontak terkejut dan hampir saja spontan mendorongnya. Beruntung dia masih mengenali wangi parfum suaminya.“Mas, apaan sih, malu kali di tempat umum,” Ceria mendorong Bagja perlahan untuk menjauh. Dirinya merasa risih menjadi perhatian beberapa orang yang berlalu lalang.
Suasana pagi di rumah Nenek Marta menjadi ramai, mereka sudah duduk bersama untuk sarapan. Ceria sudah membuatkan sarapan dan secangkir kopi hitam untuk suaminya. Wanita itu tak pernah meninggalkan kebiasaannya, tetap melayani suaminya dengan baik. Sementara Iren begitu anteng disuapi oleh neneknya.“Ri, aku anter aja kamu ke kantor hari ini, kasian kalau sopir harus jemput kesini,” ucap Bagja sambil menyeruput kopinya.“Ga usah Mas, lagian Pak Agus pasti udah jalan juga dari kantor, kasian nanti udah jauh-jauh akunya malah ga ikut,” bantah Ceria.TringNotifikasi masuk pada Ponsel Bagja yang tergeletak di meja. Sekilas mata Ceria menangkap nama seseorang pada layar. Wanita itu menarik nafas panjang dan menghentikan sarapannya. Dia bergegas menghampiri Iren dan Nenek Marta yang tadi pindah ke ruang tengah. Semuanya gara-gara Maura, Iren mau sarapan bareng kucing gemuk itu.“Pak, sa