Tapi airmata itu tak bisa tertahan. Ceria menangis dengan menungkup wajahnya dengan bantal. Pikirannya langsung melayang jauh, seperti apa kedekatan mereka selama ini. Namun dia tidak bisa berbuat apa-apa, Bagja selalu mengatasnamakan pekerjaan dan mencari nafkah untuk keluarga. Hatinya sakit, benar-benar merasa teriris.
Ceklek
Pintu kamar terbuka. Bagja menghampirinya yang masih sesenggukan dengan bertumpu pada bantal. Lelaki itu memegang pundaknya dan bertanya seolah tidak terjadi apa-apa.
“Ri, kamu kenapa?” tanyanya datar. Tidak ada jawaban, hanya isakan.
“Ri, ngomong dong?” bujuk Bagja lagi.
“Aku mau kerja Mas,” ucap Ceria ditengah isaknya tanpa melepas bantal yang jadi tumpuannya.
“Ya udah, aku ijinin, nanti kamu udah boleh nyari-nyari kerjaan, udah jangan nangis lagi. gitu aja dinangisin,” ucapnya datar. Dasar lelaki memang terkadang tidak peka.
“Ri,” bagja masih berada disisinya. Ceria masih menangis dan tidak menjawab.
‘Ri, aku berangkat lagi ya, tadi mampir ke rumah cuma ambil berkas yang ketinggalan, tadi pagi lupa, nanti aku susul ke rumah mamah,” ucapnya. Ceria lagi-lagi tak menjawab. Terdengar Bagja menarik nafas kasar kemudian melangkah menjauh.
Perlahan Ceria mengangkat wajahnya. Sekilas dia melihat pantulan dirinya pada cermin memang terlihat berantakan. Dirinya makin merasa insecure. Suaminya berjam-jam ditemani gadis muda, cantik, modis di kantor, pantas saja ketika pulang sudah tidak lagi menganggapnya ada. Itulah pemikiran yang terlintas dalam benak Ceria.
Di ruang tengah tak lagi terdengar obrolan, perlahan Ceria membuka pintu kamar. Rupanya mereka memang sudah keluar, terlihat siluet bayangan mereka dari jendela kaca disamping pintu yang tertutup gorden tipis. Ceria sebetulnya enggan melihat kebersamaan mereka. Namun instingnya tetap mengajaknya perlahan menghampiri tirai itu.
Terlihat suaminya sudah menyalakan sepeda motornya. Sepeda motor yang dicicilnya selama ini bahkan ada sebagian uang hasil kerja Ceria pada awal-awal pernikahan. Sepeda motor itu dinaiki wanita lain. Dan yang lebih meyakitkan melihat jaket yang dikenakan Sisy, jaket yang tadi pagi dipakai suaminya berangkat kerja, jaket yang dia cuci dengan hati-hati dan dia setrika dengan sisa tenaga. Mengurusi semua kebutuhan anak dan suami sampai mengabaikan diri sendiri, namun ternyata inilah yang dia dapatkan.
Selama dia berumah tangga dengan Bagja, dia menjadi wanita yang nrimo. Ceria tidak pernah meminta lebih. Perawatan diri alakadarnya, sebisanya sendiri di sisa waktu. Dia tidak hendak menjadi istri yang memusingkan suami dengan segala permintaan dan rengekan yang akan memberatkannya. Ceria sudah terlatih hidup mandiri sejak belia. Dia melepaskan semuanya ketika memutuskan hendak berumah tangga dengan Bagja, dan memulai semuanya dari nol lagi bersama lelaki yang dulu selalu bilang mencintainya.
Ceria bergegas mandi, berganti baju dan menyiapkan pakaian ganti untuk Iren dan Bagja. Bagaimanapun tadi suaminya bilang jika nanti sepulang kerja akan menyusulnya. Diraihnya ponselnya untuk memesan ojek online yang akan mengantarnya kembali ke rumah mertuanya.
Baru saja dia keluar gerbang perumahannya dan melewati pasar malam, tak sengaja sudut matanya menangkap sesuatu yang familiar. Sepeda motor dengan plat nomor B 1xxx3 FYZ terparkir di sebuah rumah makan kecil di ruko-ruko. Dia tidak salah lagi, itu sepeda motor yang dikendarai Bagja dan Sisy beberapa puluh menit yang lalu. Rupanya mereka tengah mencari makan dulu.
Ari matanya kembali menetes, sakit itu menusuk-nusuk hatinya kembali. Selama ini memang sering sekali Bagja tidak makan malam di rumah jika sedang ketemu klien. Namun Ceria tak pernah membayangkan jika suaminya itu hanya makan berdua dengan gadis muda, meskipun dengan dalih hanyalah partner kerja. Entah semesra apa mereka didalam. Apakah gadis itu menyendokan lauk ke piring suaminya, menyodorkan air minum untuknya, atau mereka duduk berdempetan tanpa cela seperti tadi.
Ceria sekuat hati menepis bayangan-bayangan yang semakin membuat hatinya sesak. Lagi-lagi jika dia marah, maka jawabannya pastinya terkait pekerjaan yang akhirnya membuat dirinya akan kembali bungkam. Sepertinya sekarang pekerjaan jauh lebih penting daripada dirinya, itu hal yang semakin lama semakin kuat terlintas pada pikiran Ceria.
Ceria sekuat hati menepis bayangan-bayangan yang semakin membuat hatinya sesak. Lagi-lagi jika dia marah, maka jawabannya pastinya terkait pekerjaan yang akhirnya membuat dirinya akan kembali bungkam. Sepertinya sekarang pekerjaan jauh lebih penting daripada dirinya, itu hal yang semakin lama semakin kuat terlintas pada pikiran Ceria.Ceria sudah tiba dikediaman mertuanya. Itulah hebatnya wanita, segundah apapun perasaan yang berkecamuk dia masih bisa tertutup rapat menyimpannya. Dia tidak ingin melibatkan orang lain dalam urusan rumah tangganya. Iren segera berganti pakaian dengan yang dibawanya. Setelah mandi, Iren hanya boleh mengelus-elus kepala Maura, Ceria tak mengijinkannya untuk menggendongnya, bagaimanapun bulu kucing itu akan menempel kembali.Acara menginap berjalan tenang. Bagja pulang ke rumah ibunya pada pukul sepuluh malam. Ceria masih seperti biasa menyiapkan air hangat untuk mandi, menawari makan dan menyiapkan secangkir
“Ayo kita ke sekolah, teman-teman Iren banyak disana, Iren bisa main prosotan juga nanti,” ucap Ceria setelah memesan ojek online.“Ayooo, Ilen suka banak temen, main plocotan, holeeee!” anak itu terlihat girang, membuat sedikit kesedihan hati Ceria terobati.Ada waktunya dimana wanita bisa menjadi lebih kuat dari biasanya, dan memiliki energi yang melimpah. Itulah yang terjadi pada Ceria, setelah menitip Iren di playgroup dan menghubungi Mama Marta untuk menyusul mereka, wanita itu langsung menuju kantor barunya. Bekerja menjadi bagian personal assistant akan membuatnya lebih mudah menjalankan misinya. Karena Ceria kerja bukan hanya semata kerja namun ada alasan lain yang membuat dia bisa setegar karang.*“Morning Mr Mark!” Ceria menyapa bosnya, seorang lelaki bertubuh tinggi, berkulit putih, seorang bule Jerman dengan posisi sebagai President D
Semenjak memulai rutinitas baru, Ceria kini memiliki waktu lebih sedikit untuk mengurus rumah. Baginya mengatur jadwal itu merupakan hal yang terpenting agar semua bisa berjalan dengan baik. Setiap pagi suaminya yang akan berangkat duluan ke kantor, sementara dirinya masih harus mengantar Iren ke playgroup baru kemudian berangkat kerja. Begitulah kegiatannya selama beberapa bulan terakhir.Sebuah keberuntungan bagi Ceria memiliki atasan seperti Mr. Mark, ternyata selain tampan, pintar dan kaya dia juga perhatian. Beberapa kali Mark melihat Ceria berjalan tergesa ketika hendak masuk ke kantor karena waktu sudah hampir mepet. Sehingga pada suatu hari Mark memberikan sebuah penawaran.“Ceria, how if I send a driver to pick you up every morning? I worry about your safety, then sure it will make my schedule trouble,” ucapnya pada Ceria, lelaki itu memang sudah fasih berbahasa Indonesia tetapi sesekali masih ada saja percakapan yang menggunaka
Sudah hampir satu bulan ini Ceria naik kelas, dari biasanya hanya naik ojek online dengan menggendong Iren wara-wiri setiap pagi dan sore, kini dia diantar jemput oleh mobil. Meskipun hanya mobil operasional perusahaan, namun hal itu cukup meringankan bebannya dan sangat membantunya. Namun terkadang Bagja merasa tidak nyaman ketika Mr Mark turut serta, beberapa kali dia mendapati lelaki bule itu menggendong Iren, dan putrinya tampak sangat bahagia dan akrab sekali dengan lelaki itu. Selama memiliki Iren, Bagja terkenal cuek dan hanya seperlunya terhadap gadis kecil itu. Karenanya Iren pun tidak terlalu dekat dengannya, gadis kecil itu sepenuhnya bergantung pada Ceria.Pagi itu Bagja sudah rapi mengenakan setelan jaket padahal biasanya dia berangkat ke kantor agak siang. Dia menghampiri Ceria dan Iren yang masih sarapan. Ceria membutuhkan waktu lebih lama karena harus menyuapi putri kecilnya itu. Wanita itu mengenakan setelan blezer warna peach denga
Waktu pulang kerja akhirnya datang. Seperti biasa, Ceria akan tampil maksimal agar tidak mempermalukan atasannya. Dia masih mengenakan seragam kerja, merapikan rambut dan memoles make upnya kembali. Make tipis minimalis yang membuatnya terlihat mempesona. Kali ini dia memakai lipstik peach agak orange, menambah cerah wajahnya yang sudah merona dengan sapuan blush on. Mencerminkan penampilan wanita karir yang elegan dan penuh percaya diri.Mr. Mark yang jangkung terlihat semakin gagah dengan mengenakan jas resmi, warna jas yang senada dengan blezer yang dipakai Ceria. Lelaki itu tidak perlu melakukan apapun terhadap wajahnya, hanya mencuci muka saja sudah terlihat segar. Mereka bergegas menuju tempat yang sudah dipesan oleh Ceria. Selama perjalanan, ceria melihat waktu yang berputar, berdasarkan informasi dari Bagja, perusahaannya baru akan memulai acara pada pukul tujuh malam.Beruntung, semua seolah berpihak, mereka tiba di tempat acara
Sisy menatap kecewa pada atasannya yang sudah berlalu meninggalkannya dalam pesta itu. Gadis muda itu menatap punggung Ceria yang kini nyaris menghilang, berbelok ke lobi. Matanya terlihat memendam rasa kesal. Berkali-kali dia mendengus kasar. Sisy menjatuhkan dirinya duduk ke atas sofa. Kemudian dia mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan pada Bagja.Sementara itu, langkah Bagja kian cepat mengejar istrinya yang melangkah tergesa. Lelaki itu tampak memiliki satu kekhawatiran terpendam. Hingga pada akhirnya wanita itu didapatkannya.GrepSebuah dekapan tanpa aba-aba. Lelaki itu memeluk tubuh Ceria dari belakang. Ceria sontak terkejut dan hampir saja spontan mendorongnya. Beruntung dia masih mengenali wangi parfum suaminya.“Mas, apaan sih, malu kali di tempat umum,” Ceria mendorong Bagja perlahan untuk menjauh. Dirinya merasa risih menjadi perhatian beberapa orang yang berlalu lalang.
Suasana pagi di rumah Nenek Marta menjadi ramai, mereka sudah duduk bersama untuk sarapan. Ceria sudah membuatkan sarapan dan secangkir kopi hitam untuk suaminya. Wanita itu tak pernah meninggalkan kebiasaannya, tetap melayani suaminya dengan baik. Sementara Iren begitu anteng disuapi oleh neneknya.“Ri, aku anter aja kamu ke kantor hari ini, kasian kalau sopir harus jemput kesini,” ucap Bagja sambil menyeruput kopinya.“Ga usah Mas, lagian Pak Agus pasti udah jalan juga dari kantor, kasian nanti udah jauh-jauh akunya malah ga ikut,” bantah Ceria.TringNotifikasi masuk pada Ponsel Bagja yang tergeletak di meja. Sekilas mata Ceria menangkap nama seseorang pada layar. Wanita itu menarik nafas panjang dan menghentikan sarapannya. Dia bergegas menghampiri Iren dan Nenek Marta yang tadi pindah ke ruang tengah. Semuanya gara-gara Maura, Iren mau sarapan bareng kucing gemuk itu.“Pak, sa
Sejak mendapatkan teguran dari ibunya, Bagja semakin berusaha menjauhi Sisy. Namun semakin berusaha dia hendak menjauh, semakin keras gadis itu berusaha untuk mendekatinya. Kedekatan yang selama ini terasa menyenangkan, menjadi sesuatu yang terasa risih sekarang. Sisy kini sering membawakan Bagja cemilan buatannya sendiri. Bahkan terkadang dia membawakan bekal makan siang.Semakin Sisy mendekatinya, semakin dia memikirkan kedekatan Ceria dengan bosnya. Setiap kali dirinya pergi keluar hangout dengan team pada weekend, istrinya juga pasti punya acara dengan mengajak Iren. Dulu baginya adalah kebahagiaan tersendiri bisa bermain futsal bersama teman-teman sekantornya, terkadang mereka hanya nongkrong di cafe, atau hanya sekedar menghabiskan waktu dengan menyewa sepeda. Beberapa tahun terakhir ini Bagja memang sudah sangat sibuk dengan dunianya sendiri, namun dengan berubahnya Ceria, kini dia mulai berfikir kembali.Seperti hari itu, setelah