Semenjak memulai rutinitas baru, Ceria kini memiliki waktu lebih sedikit untuk mengurus rumah. Baginya mengatur jadwal itu merupakan hal yang terpenting agar semua bisa berjalan dengan baik. Setiap pagi suaminya yang akan berangkat duluan ke kantor, sementara dirinya masih harus mengantar Iren ke playgroup baru kemudian berangkat kerja. Begitulah kegiatannya selama beberapa bulan terakhir.
Sebuah keberuntungan bagi Ceria memiliki atasan seperti Mr. Mark, ternyata selain tampan, pintar dan kaya dia juga perhatian. Beberapa kali Mark melihat Ceria berjalan tergesa ketika hendak masuk ke kantor karena waktu sudah hampir mepet. Sehingga pada suatu hari Mark memberikan sebuah penawaran.
“Ceria, how if I send a driver to pick you up every morning? I worry about your safety, then sure it will make my schedule trouble,” ucapnya pada Ceria, lelaki itu memang sudah fasih berbahasa Indonesia tetapi sesekali masih ada saja percakapan yang menggunakan Bahasa inggris. Beruntung Ceria merupakan mahasiswa yang pandai dan bisa dibilang menguasai segala bidang. Setelah beberapa detik berfikir, akhirnya wanita itu menerima tawaran bos nya.
“Yes Sir, I am glad to hear that, thank you very much,”ucap Ceria dengan mata yang berbinar.
“But for today let me to drive for you,” ucap Mark sambil tersenyum.
“But I need to pick up my daughter first at grandma home,”Ceria merasa tidak enak.
“It is ok, we go there first,” ucapnya sambil tersenyum. Ceria hanya mengangguk menyetujuinya, toh selama ini, Bagja juga sering berangkat atau pulang bareng juga sama staffnya. Ceria ingin lelaki itu berada pada posisi yang sama sepertinya, dan kebetulan siang tadi Bagja mengirimkan pesan kalau dia pulang cepat hari ini. Waktu yang sangat tepat pikirnya.
Hari itu selesai dengan baik. Mark betul-betul mengantar Ceria pulang, mereka mampir dulu ke rumah Bu Marta untuk menjemput Iren, kemudian Ceria mengajak Mark untuk mampir dulu ke dapur online, mengingat suaminya sudah menunggunya di rumah. Bagja, walaupun dia pulang lebih dulu, tidak pernah ada inisiatif dia untuk sekedar menjemput Iren. Semua itu baginya adalah tugas perempuan, meskipun kini Ceria sudah memiliki kesibukan lain.
Mark ternyata sangat menyukai anak kecil, sepanjang perjalanan dia tak henti menggoda Iren. Bahkan Mark berjanji akan membelikan mainan ketika nanti dia pulang ke Jerman untuk Iren. Perjalanan tidak terasa lama karena serunya obrolan, mobil yang mereka tumpangi kini sudah tiba didepan sebuah rumah type 36 yang sangat sederhana. Rumah milik Ceria dan Bagja.
Wanita itu turun dari mobil dengan menggendong Iren, sementara tangan yang satunya menenteng tas kerja dan makanan yang dibelinya. Ceria mengangguk dan berterimakasih pada bosnya yang mengantarnya itu. Kaca jendela depan perlahan tertutup dan mobil itu melaju meninggalkan rumah sederhana itu.
“Ri, kamu pulang sama siapa?” terdengar suara ketus Bagja dari belakang. Ceria menoleh dan menurunkan Iren dari gendongannya.
“Bos aku,” jawabnya singkat sambil mendekat kearah suaminya. Dia masih menjadi Ceria yang lama, tetap santun dan menghormati Bagja. Wanita itu meraih tangan Bagja dan kemudian menciumnya.
“Mas, ayo kita makan bareng, ini aku beli banyak, kebetulan bos aku yang bayarin jadi pilih yang mahal-mahal deh,” ucapnya sambil terkekeh, dia berjalan melewati suaminya yang masih memandang tidak suka.
“Kenapa dia nganter kamu?” Bagja masih memburunya dengan pertanyaan sambil mengikuti Ceria yang kini duduk di sofa dan sedang melepas sepatunya.
“Karena sopir yang buat ngantar jemput aku tadi ga masuk, dia khawatir terjadi apa-apa sama aku karena sering banget aku datang ke kantor berlari-lari,” ucap Ceria sambil mengikat rambutnya.
“Kenapa kamu mau-mau aja?” Bagja protes.
“Lha, apa salahnya, ini kan hanya sebatas kerjaan, dia cuma khawatir aku kenapa-kenapa kalau terburu-buru setiap hari nanti efek sama jadwalnya dia, justru bagus dong, berarti dia memiliki empati yang besar,” ucap Ceria sambil mengajak Iren ke kamar untuk berganti pakaian.
Diletakkannya putrinya tersebut di atas Kasur, kemudian dia membuatkan susu agar Iren bisa berisirahat sambil tiduran. Ceria menyalakan TV agar suara perdebatannya yang pastinya akan berlanjut dengan Bagja tidak menjadi perhatian. Kemudian dia berlalu ke dapur untuk menyiapkan alat makan. Ketika dia kembali Bagja masih duduk termenung di sofa.
“Aku ga suka ya kamu dianter-anter cowok,” ucap Bagja menatapnya tajam.
“Eh, Mas dia itu bukan cowok, dia cuma bos aku, partner kerja aku, ya ibarat kamu nganter jemput Sisy, ga ada bedanya,” ucapan Ceria telak membuat lelaki itu menjadi terdiam. Lagi-lagi dia tidak memiliki jawaban untuk menyanggah pernyataan istrinya.
Memang selama ini ketika Ceria memintanya untuk tidak terlalu dekat dengan Sisy, itulah jawaban yang dilontarkannya dengan santai. Lelaki itu sama sekali tidak bisa menempatkan posisinya jika dia menjadi.
“Ayo Mas makan, ini aku udah siapin, oh iya mulai besok supirnya Mark akan mengantar jemput aku, juga mengantar Iren dulu ke sekolah,” ucapnya sambil mulai menyuap.
Bagja hanya menoleh tanpa memberikan komentar apapun. Terlihat ada kilatan tidak suka dari matanya. Mereka akhirnya makan dalam diam. Terlihat beberapa kali ponselnya Bagja bergetar, sekilas Ceria melihat ada nama Sisy muncul dilayarnya. Namun lelaki itu seperti tidak mengacuhkannya, padahal biasanya dia akan langsung sigap mengangkat telepon itu dan menomor duakannya. Apakah Bagja mulai diresapi perasaan galau takut kehilangan?
Sudah hampir satu bulan ini Ceria naik kelas, dari biasanya hanya naik ojek online dengan menggendong Iren wara-wiri setiap pagi dan sore, kini dia diantar jemput oleh mobil. Meskipun hanya mobil operasional perusahaan, namun hal itu cukup meringankan bebannya dan sangat membantunya. Namun terkadang Bagja merasa tidak nyaman ketika Mr Mark turut serta, beberapa kali dia mendapati lelaki bule itu menggendong Iren, dan putrinya tampak sangat bahagia dan akrab sekali dengan lelaki itu. Selama memiliki Iren, Bagja terkenal cuek dan hanya seperlunya terhadap gadis kecil itu. Karenanya Iren pun tidak terlalu dekat dengannya, gadis kecil itu sepenuhnya bergantung pada Ceria.Pagi itu Bagja sudah rapi mengenakan setelan jaket padahal biasanya dia berangkat ke kantor agak siang. Dia menghampiri Ceria dan Iren yang masih sarapan. Ceria membutuhkan waktu lebih lama karena harus menyuapi putri kecilnya itu. Wanita itu mengenakan setelan blezer warna peach denga
Waktu pulang kerja akhirnya datang. Seperti biasa, Ceria akan tampil maksimal agar tidak mempermalukan atasannya. Dia masih mengenakan seragam kerja, merapikan rambut dan memoles make upnya kembali. Make tipis minimalis yang membuatnya terlihat mempesona. Kali ini dia memakai lipstik peach agak orange, menambah cerah wajahnya yang sudah merona dengan sapuan blush on. Mencerminkan penampilan wanita karir yang elegan dan penuh percaya diri.Mr. Mark yang jangkung terlihat semakin gagah dengan mengenakan jas resmi, warna jas yang senada dengan blezer yang dipakai Ceria. Lelaki itu tidak perlu melakukan apapun terhadap wajahnya, hanya mencuci muka saja sudah terlihat segar. Mereka bergegas menuju tempat yang sudah dipesan oleh Ceria. Selama perjalanan, ceria melihat waktu yang berputar, berdasarkan informasi dari Bagja, perusahaannya baru akan memulai acara pada pukul tujuh malam.Beruntung, semua seolah berpihak, mereka tiba di tempat acara
Sisy menatap kecewa pada atasannya yang sudah berlalu meninggalkannya dalam pesta itu. Gadis muda itu menatap punggung Ceria yang kini nyaris menghilang, berbelok ke lobi. Matanya terlihat memendam rasa kesal. Berkali-kali dia mendengus kasar. Sisy menjatuhkan dirinya duduk ke atas sofa. Kemudian dia mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan pada Bagja.Sementara itu, langkah Bagja kian cepat mengejar istrinya yang melangkah tergesa. Lelaki itu tampak memiliki satu kekhawatiran terpendam. Hingga pada akhirnya wanita itu didapatkannya.GrepSebuah dekapan tanpa aba-aba. Lelaki itu memeluk tubuh Ceria dari belakang. Ceria sontak terkejut dan hampir saja spontan mendorongnya. Beruntung dia masih mengenali wangi parfum suaminya.“Mas, apaan sih, malu kali di tempat umum,” Ceria mendorong Bagja perlahan untuk menjauh. Dirinya merasa risih menjadi perhatian beberapa orang yang berlalu lalang.
Suasana pagi di rumah Nenek Marta menjadi ramai, mereka sudah duduk bersama untuk sarapan. Ceria sudah membuatkan sarapan dan secangkir kopi hitam untuk suaminya. Wanita itu tak pernah meninggalkan kebiasaannya, tetap melayani suaminya dengan baik. Sementara Iren begitu anteng disuapi oleh neneknya.“Ri, aku anter aja kamu ke kantor hari ini, kasian kalau sopir harus jemput kesini,” ucap Bagja sambil menyeruput kopinya.“Ga usah Mas, lagian Pak Agus pasti udah jalan juga dari kantor, kasian nanti udah jauh-jauh akunya malah ga ikut,” bantah Ceria.TringNotifikasi masuk pada Ponsel Bagja yang tergeletak di meja. Sekilas mata Ceria menangkap nama seseorang pada layar. Wanita itu menarik nafas panjang dan menghentikan sarapannya. Dia bergegas menghampiri Iren dan Nenek Marta yang tadi pindah ke ruang tengah. Semuanya gara-gara Maura, Iren mau sarapan bareng kucing gemuk itu.“Pak, sa
Sejak mendapatkan teguran dari ibunya, Bagja semakin berusaha menjauhi Sisy. Namun semakin berusaha dia hendak menjauh, semakin keras gadis itu berusaha untuk mendekatinya. Kedekatan yang selama ini terasa menyenangkan, menjadi sesuatu yang terasa risih sekarang. Sisy kini sering membawakan Bagja cemilan buatannya sendiri. Bahkan terkadang dia membawakan bekal makan siang.Semakin Sisy mendekatinya, semakin dia memikirkan kedekatan Ceria dengan bosnya. Setiap kali dirinya pergi keluar hangout dengan team pada weekend, istrinya juga pasti punya acara dengan mengajak Iren. Dulu baginya adalah kebahagiaan tersendiri bisa bermain futsal bersama teman-teman sekantornya, terkadang mereka hanya nongkrong di cafe, atau hanya sekedar menghabiskan waktu dengan menyewa sepeda. Beberapa tahun terakhir ini Bagja memang sudah sangat sibuk dengan dunianya sendiri, namun dengan berubahnya Ceria, kini dia mulai berfikir kembali.Seperti hari itu, setelah
Untuk pertama kalinya, Bagja merasakan kehambaran dalam acara gathering. Semua semangat dan antusiasmenya lenyap ketika membayangkan istri dan anaknya sedang berada di Bali bersama orang lain. Berkali-kali dia melihat ponselnya, namun Ceria hanya mengabarinya sekali ketika baru sampai tadi. Selebihnya hanya photo-photo Iren yang terlihat gembira di kamar hotel, di kolam renang, ada juga photo ketika Iren disuapi es krim oleh Mark.TringSebuah chat masuk, wanita-wanita yang biasanya di sapa pada akun social medianya kali ini menyapa karena melihat notifikasi online pada akun Bagja.“Hai malam, gimana touringnya seru?” Venita mengiriminya pesan. Seseorang kenalannya di dunia Maya.“Biasa aja Ven, kepikiran terus istri aku,” jawab Bagja jujur.“Tumben, biasanya kamu kan bebas kalo bisa keluar dari rumah, katanya bosen ngedengerin keluhannya mulu, tentang anak lah, tentang
Dua hari berlalu dengan lambat. Lelaki berambut ikal itu kini sudah kembali ke rumahnya. Sejak pagi dia membereskan rumah sebisanya, pekerjaan yang hampir tidak pernah dilakukannya lagi semenjak menikah. Dia hendak memberikan kejutan pada istrinya dengan membantu meringankan tugasnya. Ya, bagi Bagja membersihkan rumah hanyalah tugas istri. Namun tiba-tiba sebuah pemberitahuan pesan masuk.Tring“Mas, maafin aku, sepertinya pulangnya di undur sehari, ada delay jadwal hari ini, jadi baru pulang darisini besok,” tulis Ceria.“Oh gitu?” hanya itu balasan singkat dari Bagja. Kecewa menjalar seketika pastinya.“Mas pulang touringnya, hati-hati ya dijalan!” tulis Ceria, dia tidak tahu jika suaminya bahkan sudah sampai rumah dari dua hari yang lalu.“Iya,” hanya itu yang ditulis Bagja.Lelaki itu membaringkan tubuhnya di sofa. Kemudian dia tidak lagi ingat yang tejad
TringSebuah pesan masuk. Ternyata dari Mark. Dia menyimpan ponselnya kembali, karena kesulitan untuk membuka pesan sambil menggendong putrinya. Sepeda motor yang ditumpanginya melaju cepat menuju rumah Bu Marta.Setibanya di halaman rumah mertuanya, wanita itu segera membayar ojek online. Dia menggendong tubuh Iren dan memasuki halaman rumah. Bu Marta yang melihatnya langsung berhambur, dia begitu kangen ditinggal Iren beberapa hari ke Bali. Namun senyuman lebarnya berubah seketika melihat mata menantunya yang sembab.Belum sempat Bu Marta bertanya, Ceria sudah memeluknya disertai dengan isakan. Kemudian tangisnya pecah, tumpah ruah dibahu ibu mertuanya. Namun dia segera mencoba menguasai diri, mengingat masih ada gadis kecil di gendongannya.“Iren sayang, main sama Maura ya, kebetulan Kakek ada sedang main juga sama Maura,” ucap Bu Marta sambil mengambil alih Iren dari gendongan menantunya. Dia m