Share

Part 4

Siang yang terik, Teguh melangkah masuk ke salah satu kafe yang sering dia datangi bersama Kalila, kekasihnya. Kafe ini menyediakan tempat yang nyaman buat ngobrol, karena suasana nya tidak terlalu ramai. Selain itu, hidangan dari kafe ini semuanya enak. Cocok dengan selera Teguh.

Teguh memesan pasta kesukaannya, Spaghetti Aglio Olio dan juga Iced Coffee. Sambil menunggu Kenan datang, dia mengecek ponselnya. Lalu tersenyum dan menekan tombol dial. Menelepon Kalila, kekasihnya.

“Lila sayang…”

Kalila yang mengangkat telepon itu langsung tersenyum malu, “Iya, Mas?”

“Dimana? Udah makan siang?”

“Lila lagi hotel, Mas. Cek venue buat wedding bulan depan. Mas Guh dimana?”

“Ini lagi nungguin Kenan, mau makan siang bareng.” Teguh lalu melanjutkan, “Sayang, kita mau nikah sebentar lagi, kamu masih sibuk ngurusin acara orang.”

Kalila tertawa, “Ini kan job nya masuk duluan sebelum Mas ngelamar Lila.”

“Lagian ini cuma ngecek venue kok, Mas. Sama memastikan apa aja yang perlu dipersiapkan selanjutnya untuk dekorasi dan lainnya. Kalo udah fix, nanti kru lain yang lanjutin. Mas tenang aja. Lagipula, untuk acara kita semua udah beres res…”

“Iya… Percaya… Kalo udah Lila sayang yang handle, semua pasti beres. Ya udah sayang, habis ini langsung pulang ya, istirahat.”

“Iya, Mas… Daahhh…”

Tepat setelah sambungan telepon terputus, Kenan datang dan langsung duduk di depan Teguh.

“Ada apa bro? Calon pengantin, ada yang perlu gue bantu?” ujar Kenan.

“Pesan dulu gih, biar enak ngobrolnya.”

“Kenapa bro? Lo perlu bantuan apa? Bilang aja. Mau diajarin cara memulai malam pertama?” Kenan nyerocos tidak jelas. Teguh langsung menjitak kepala sahabatnya itu.

“Kalo itu sih gue gak perlu tutorial dari lo, kampret.”

“Trus apa dong?”

Teguh lalu menarik nafas dan menghembuskannya dengan kasar.

“Lo ingat Kia? Azkia?”

Mata Kenan mendelik, kaget. “Mantan lo?”

Teguh mengangguk, “Kia udah balik ke Banjarbaru, Nan. Gue nggak sengaja ketemu dia di RS Jasmine. Dia kerja di sana.”

“Trus?”

“Sejak gue ketemu dia lagi, entah kenapa perasaan yang dulu udah gue kubur dalam-dalam, sekarang tiba-tiba kayak muncul lagi. Begitu gue liat dia, napas gue kayak sesak gitu. Dan lo tau, pas gue panggil, dia masih menghindar. Dia nggak noleh, malah lari buru-baru masuk ke mobilnya. Padahal gue tau dia denger pas gue panggil, karena dia sempat berhenti sebentar pas gue teriak manggil dia.”

Kenan cuek melanjutkan makan siangnya, dengan lahap mengunyah ayam sambal matah yang aromanya sangat menggoda selera.

“Nan, sejak gue ketemu Kia lagi, entah kenapa mimpi-mipi yang dulu pernah gue bangun untuk hidup sama dia, sekarang terbayang lagi di kepala gue. Lo tau, kepala gue sampe senut-senut nggak ngerti kenapa.”

“Lo tau kan, Azkia itu cinta pertama gue. Dia yang nemenin gue saat gue lagi terpuruk karena bokap gue selingkuh, dia juga yang nyemangatin gue untuk fokus belajar saat gue hampir putus asa ngeliat nyokap gue nangis terus-terusan karena kelakuan bejat bokap gue dulu. Kia juga yang sering ke rumah mengalihkan perhatian nyokap gue supaya nggak sedih terus.”

“Dia terlalu berarti buat gue, Nan.”

Kenan meneguk es teh nya dengan lahap, lalu berkata, “Semua orang yang mau nikah, punya cobaannya masing-masing. Ada yang nggak direstui orang tuanya, ada yang terkendala sama biaya, ada yang tiba-tiba jadi primadona dan ditaksir orang banyak, ada juga yang tiba-tiba mantannya datang.”

Teguh mengerutkan keningnya.

“Guh, bagaimanapun baik dan berartinya Kia di mata lo, dia itu adalah masa lalu. Sekarang lo harus menatap ke depan, merajut masa depan lo ama Kalila.”

“Tapi Nan, gua sekarang bener-bener bimbang apakah mau lanjutin pernikahan gue apa nggak. Pikiran gue masih dibayang-bayangi Kia.”

“Kalo lo terus menatap ke belakang, menatap masa lalu, suatu saat lo bisa tersandung dan jatuh karena nggak ngeliat ada batu di depan lo.” Kenan lalu melanjutkan, “Menurut gue, perasaan lo itu muncul karena kalian nggak mengakhiri hubungan kalian dengan benar. Gue tau Azkia mutusin lo sepihak, dan sampe sekarang mungkin lo nggak terima itu.”

Teguh mengangguk.

“Jadi saran gue, lo harus berdamai sama perasaan lo sendiri. Lo harus terima bahwa diantara lo dan Azkia udah nggak ada apa-apa lagi. Mungkin lo bisa ketemu dia dan saling meminta maaf meskipun lo nggak salah. Supaya perasaan lo lega dan lo bisa dengan tenang melangkah menuju masa depan lo sama Kalila tanpa dibayang-bayangi masa lalu lo sama Azkia. Ingat, Kalila itu cinta banget sama lo. Jangan lo kecewain dia kalo lo nggak mau nyesel nantinya.”

“Thanks ya bro, gue bener-bener nggak bisa berpikir jernih sekarang. Makanya gue minta saran dari lo.”

Kenan hanya tersenyum melihat wajah kusut sahabatnya itu.

---

Teguh kembali ke kantornya jam setengah dua siang, setelah makan siang dan curhat dengan sahabatnya, Kenan. Dia lalu kembali disibukkan dengan pekerjaannya. Melupakan sejenak masalah yang akhir-akhir ini mengganggu pikirannya.

Sampai akhirnya konsentrasinya terpecah karena seseorang mengetuk pintu ruangannya.

Tok… Tok… Tok…

“Permisi, Pak. Ini laporan pengiriman minggu lalu, yang kemaren bapak minta.”

“Oh, iya. Terima kasih, Nia.”

Ketika Nia beranjak keluar dari ruangannya, Teguh memanggilnya lagi, “Nia…”

“Ya, Pak?”

“Kamu punya nomor telepon RS Jasmine bagian instalasi farmasi nya?” Tanya Teguh.

“Ada, Pak. Saya punya nomor telepon kantornya, sama nomor ponsel ibu Azkia.” Ucap Nia yang membuat Teguh sedikit terbelalak.

Jadi selama ini karyawannya itu punya nomor telepon Kia?

“Kirimkan ke saya, ya. Dua-duanya.”

“Baik, Pak.”

Tak lama, ponsel Teguh bergetar tanpa pesan masuk. Nia mengirim kontak RS Jasmine dan Nomor ponsel Kia. Teguh melihatnya, nomor itu masih sama dengan nomor Kia yang dulu. Tapi kenapa selama ini Teguh tak pernah berhasil menghubungi Kia baik itu telepon atau whatsapp. Sepertinya Kia memblokir nomor Teguh di ponselnya. Karena ketika teguh menghubungi nomor yang diberikan Nia tadi, tetap tidak bisa.

Teguh lalu menghubungi nomor kantor Kia,

“Instalasi Farmasi RS Jasmine, ada yang bisa kami bantu?” sapa seorang lelaki di ujung telepon dengan ramah.

Teguh berdehem, “Ya, bisa bicara dengan ibu Azkia?”

“Baik, dengan siapa saya bicara?”

Teguh menyebutkan nama ekspedisinya, “Ekspedisi Borneo Ekspress.”

“Baik, mohon tunggu sebentar, Pak.”

Lima detik. Sepuluh detik, Teguh sudah tak sabar.

“Ya, halo?” sapa suara lembut di ujung sana.

Teguh memejamkan matanya, kini terbayang wajah Kia di hadapannya.

“Halo, ada yang bisa saya bantu?” si pemilik suara mengulangi lagi setelah beberapa saat tak ada sahutan.

“Kia…”

Deg!!!

“Kia, bisa kita ketemu nanti sore?” ucap Teguh pelan, namun dapat didengar jelas oleh Kia.

“Bapak bisa datang ke kantor apabila ada masalah dengan pengiriman barang milik kami.” Sahut Kia tegas.

“Kia, ini bukan masalah kerjaan. Ada yang mau aku bicarakan sama kamu.”

“Maaf, saya sedang sibuk.” Ucap Kia berbisik, sambil menutup telepon nya.

Tidak berapa lama, telepon kembali berdering. Kia menetralkan suaranya lalu mengangkat telepon dengan ramah.

“Instalasi Farmasi RS Jasmine, ada yang bisa kami bantu?”

“Kia, kalo kamu tutup teleponnya aku akan terus menelepon ke kantor kamu sampai kamu mau ketemu sama aku. Aku nggak punya pilihan, aku nggak bisa hubungin kamu secara pribadi karena kamu memblokir nomorku.” Ancam Teguh.

Kia mengedipkan matanya yang tiba-tiba panas.

“Cuma sebentar Kia, aku janji setelah ini nggak akan ganggu kamu lagi.” Pinta Teguh.

Kia menghela nafasnya berat, “Oke, tapi jangan pernah menghubungi aku lewat telepon ini lagi.”

“Tempat biasa, sore ini, setengah empat ya, habis kamu pulang kerja.”

Tanpa menjawab, Kia langsung menutup teleponnya.

---

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status