Jemy adalah gadis keturunan Eropa dan Jawa, ibunya setengah berdarah Polandia dan ayahnya asli pribumi. Menjadi gadis yang cekatan dan ulet sudah menjadi kebiasaan hidupnya sehari-hari sebagai putri seorang jendral TNI. Sejak kecil Jemy sudah sangat mencintai dunia fashion dan bercita-cita sebagai fashion stylish hingga sekarang dia bisa benar-benar bekerja pada salah seorang Fashion Stylist ternama di Hollywood yang banyak menangani artis-artis papan atas. Walaupun sama sekali bukan jenis karir yang bakal membuat orang tuanya berbangga, tapi Jemy senang menjalani kehidupannya sekarang. Dia bisa ikut menikmati fashion-fashion terbaik dunia dan bertemu orang-orang keren hampir setiap hari.
Jemy memiliki seorang kakak perempuan bernama Erica, sangat cantik, jenius dan sudah menjadi seorang dokter spesialis bedah. Erica juga sangat beruntung karena akan dinikahi putra tunggal seorang pengusaha ternama tanah air. Mingu ini Erica akan bertunangan karena itu Jemy dipaksa ibunya untuk pulang ke Indonesia. Jemy sudah hampir terlambat untuk cek-in karena tadi masih harus menangani klien artisnya yang rewel dan juga sempat terjebak macet. Jadilah sampai di bandara dia dalam 'mood' yang sedang sangat tidak sehat, 'plus' harus ikut mual karena pasangan tidak beradap yang berciuman dengan begitu fulgar di depan pintu keberangkatan. Jemy memang singgel dan tidak akan ada yang menciumnya seantusias itu di pintu bandara seperti adegan dalam film Hollywood, tapi bukan berarti Jemy sedang iri, yang ada ia malah jijik.
Akhirnya Jemy lega setelah masuk di dalam kabin pesawat, dia segera bersandar dengan tenang di tempat duduknya yang lumayan lebar dan nyaman. Dia berharap nanti bisa segera tidur meskipun sebenarnya ia agak kesulitan tidur dalam perjalanan. Tapi gadis itu harus tidur jika tidak ingin muncul di depan kakaknya yang cantik dengan mata panda yang bergelambir jelek. Sebagai orang yang sangat perduli dengan fashion tentu hal macam itu bisa lebih mengerikan dari terkena kutukan penyihir. Jemy sengaja masih mengenakan kacamata hitam Gucci-nya agar tidak terlihat jelek jika sedang ketiduran.
Jemy memang tidak pernah merasa terlahir secantik Erica yang sempurna, tapi kata sang nenek, gadis banyak tingkah macam dirinya akan lebih sering bahagian. Sejak dulu Jemy ingin mempercayai teori dangkal neneknya itu meskipun belum pernah terbukti nyata karena faktanya dia masih singgel sampai usianya dua puluh empat tahu.
Seorang pemuda tampan dengan perawakan tinggi tegap baru datang dan duduk di sebelah Jemy. Pria itu sama sekali tak menghiraukannya karena langsung sibuk menelepon seseorang dengan bahasa Indonesia yang sangat lancar. Jemy langsung mengumpat dalam hati begitu sadar jika pria tampan itu adalah pria yang tadi dia lihat berciuman dengan kekasihnya di depan pintu keberangkatan dan kali ini sedang bicara mesra di telepon dengan kekasihnya yang lain. Jemy pura-pura acuh tapi terus berdoa dengan gencar semoga Tuhan tidak mempertemukannya dengan mahluk seperti itu.
"Hay..., " pria brengsek itu malah langsung menyapa begitu dia selesai menutup telepon dari kekasihnya.
"Juga tinggal di LA?"dia juga langsung menebak mengunakan bahasa Indonesia.
Jemy pikir memang kelihatan sekali jika dirinya terlalu pribumi. Walau tingginya hampir seratus delapan puluh senti meter dan bermata coklat, tapi kulitnya tetap kulit pribumi.
"Perkenalkan namaku Adam." Pria itu mengulurkan tangan lebih dulu.
"Jemy." Jemy menyambut uluran tanganya dengan wajar.
Pria tampan itu tersenyum sambil mengenggam tangan Jemy, tidak mau melepaskan.
"Bagaimana jika untuk sebuah makan malam setelah kita kembali ke LA?" Kesannya memang terlalu berani dan terus terang untuk menggoda wanita yang juga baru ikut menyimak pembicaraan mesranya dengan seorang wanita.
"Kapan saja kau sempat, aku tidak keberatan untuk segera mengatur waktu." Bujuk rayu yang sangat manis dan mengesankan.
"Simpan kartu namaku," dia juga lebih dulu memberikan kartu nama.
Jemy hanya melihat sekilas alamat yang tertera di kartu nama tersebut dan langsung tahu jika itu merupakan kawasan properti elit di mana hanya dihuni kalangan kelas atas super kaya yang sudah tidak perlu repot lagi harus bekerja seumur hidupnya. Jemy akui jika pria itu memang tampan dan wajar jika jadi terlalu percaya diri untuk terang-terangan menggodanya.
Jemy juga kembali memperhatikan penampilan pria di sebelahnya yang jelas tidak terlihat seperti pria miskin pembual yang cuma banyak bicara. Semua yang menempel dari ujung rambut sampai ujung kaki pria itu merupakan barang high class yang menurutnya sangat boros untuk standar laki-laki. Walau Jemy juga penggila fashion branded tapi dia tidak pernah menginginkan laki-laki yang sejenis dengan dirinya. Dia tetap suka laki-laki yang menyukai petualangan yang sesungguhnya bukan cuma sekedar petualangan menjelajahi wanita macam buaya hibrida yang sedang coba menggodanya ini.
Sepertinya Jemy sudah terlambat untuk menghadiri acara pertunangan kakaknya karena tadi ada bebera E-mail pekerjaan yang mendadak harus segera dia kirim. Maka beginilah sekarang, dia harus berlarian di lobby hotel mengunakan heels yang lumayan runcing dan tinggi, entah bagaimana dia bisa tidak terjerat ujung gaun dan terjungkal. Kadang wanita memang bisa memiliki bakat yang tidak terduga. Jemy mengenakan gaun warna emas super glossy ala Versace dengan taburan kristal swarovski dari samping pinggul hingga naik ke garis perutnya yang rata. Jemy tidak berani mengenakan gaun berbelahan tinggi jika harus muncul di depan orang tuanya. Karena itu sangat ajaib dia masih bisa berlari dengan pakaian yang merekat erat seperti itu.Semua keluarga sedang mengucapkan selamat pada Erica ketika adik perempuannya sendiri baru nampak b
Beberapa pria yang sedang duduk di dermaga langsung kompak tidak berkedip begitu melihat wanita muda itu melintas di hadapan mereka. Suara heels-nya yang tidak terlalu tinggi terdengar mengetuk-ngetuk di sepanjang ia berjalan di dermaga. Wanita yang terlihat serba mahal itu menghampiri sebuah kapal mewah dengan dua layar yang sudah siap terentang. Jemy baru mendapat pesan dari kakak perempuannya dan langsung pergi ke mari untuk menyusul.Adam masih diam menilai ketika wanita muda itu sudah berdiri di depannya. Jemy hanya mengenakan baju rajut dengan motif garis-garis cerah yang cuma sepanjang paha. Garis bahunya juga agak lebar dan sedikit menggantung miring ke samping seperti gaya orang yang malas memakai pakaian dengan benar. Kaca mata hitamnya juga lumayan besar dengan kombinasi topi pantai bermotif cerah yang cukup lebar, lumayan untuk ia bersembunyi dari sengatan
"Apa kita bisa pulang?" tanya Jemy menyadari mereka hanya berdua di atas kapal yang sudah hancur dan terombang-ambing di tengah samudra Pasific."Aku juga tidak tahu," jawab Adam terdengar bodoh.Mereka sama sekali tidak melihat daratan dan mungkin masih akan terus terombang-ambing tanpa tahu akan dibawa ke mana karena mesin kapal juga mati dan tanpa layar. Semua alat navigasi juga tidak ada yang berfungsi setelah terendam air."Semua ini karena perbuatanmu!" tuding Jemy mengunakan jari telunjuknya yang masih bercat kuku cantik."Semoga ada yang segera menemukan kita.""Berdoalah sering-sering kalau begitu!" Jemy bensar-benar kesal.
Sudah beberapa jam mereka menunggu tapi masih belum juga terjadi apa-apa. Berulang kali Jemy mendongak ke angkasa dan yang dia lihat hanya lalu lalang burung camar yang mulai seperti mengejek mereka dengan ocehannya."Mungkin tidak ada jalur penerbangan yang melintas di sini," kata Adam dan Jemy langsung buru-buru menoleh padanya."Oh, sial sekali hidupku karena bertemu denganmu.""Sebaiknya kita nikmati saja dulu pantainya, lihatlah ini pulau yang indah!" saran Adam terdengar sinting."Terserah kau saja!" Jemy memilih berdiri karena bosan cuma duduk dan menunggu.Adam memang benar mengenai pulaunya yang indah dan berpasir putih seperti surga. Pohon-p
"Sekarang pikirkan bagaimana kita bisa meminum airnya jika seperti ini?"Adam sudah membolak-balik buah tersebut dan sama sekali tidak tahu dari mana dia harus mulai membukanya karena yang dia tahu biasanya hanya tinggal menusuk sedotan. Sementara itu Jemy sepertinya juga belum pernah mengupas kelapa. Nampaknya mereka berdua harus berpikir keras lagi karena tidak mungkin jika mereka harus menggigiti kulit kelapa yang sudah setengah tua.Jemy kembali berdiri untuk mengais sampah-sampah yang tersangkut di bibir pantai coba menemukan apa saja yang kira-kira bisa mereka gunakan untuk membuka kelapa. Kadang Jemy juga putus asa bagaimana mereka bisa bertahan hidup jika seperti ini, bahkan pisau kecil pun mereka tidak punya."Coba pakai ini." Jemy membawa sebatang kayu
Pakaian mereka sudah kering, Adam juga baru saja selesai mengikat lagi tali sepatunya dan memakai kembali kemeja yang baru dikembalikan Jemy."Jam berapa sekarang?" taya Jemy melirik jam tangan di pergelangan tangan Adam."Hampir jam dua belas." Jawab Adam masih sambil duduk di batang kayu besar yang sudah tidak berkulit."Pantas perutku sangat lapar."Sebenarnya Adam juga lapar cuma dia diam saja dan benar-benar diam tidak berusaha berbuat apa-apa."Kita akan segera mati jika hanya diam saja seperti ini."Dari tadi mereka memang hanya duduk di pinggir pantai memandangi ombak sampai mereka mulai
"Sebenarnya rasanya tidak terlalu buruk, tapi ini agak pahit," kata Adam setelah coba makan beberapa."Mungkin karena kita tidak membuang kotorannya.""Oh, Tuhan! jadi aku makan kotoran kerang!" Mata pria itu langsung melebar syok sambil buru-buru meludahkan apa yang sudah berada di mulutnya dan kumur-kumur dengan air kelapa."Dan juga arang," tambah Jemy berlagak santai padahal dia sendiri juga agak merinding ketika harus memakannya. "Mungkin lain kali kita merebusnya saja.""Sungguh aku jadi tidak ingin makan jika belum benar-benar kelaparan." Adam berhenti untuk memandangi makanannya dengan ngeri."Kita perlu makan untuk hidup bukan untuk memanjakan lidah, anggap saja begitu."
"Kenapa kau melihatku seperti itu!""Kau jelek jika menangis.""Apa pedulimu, kau yang sudah membuat hidupku jadi sial seperti ini!"Sebenarnya Jemy sudah ingin menangis sejak kemarin-kemarin, tapi dia selalu berusaha menahannya karena tidak suka di anggap rewel dan lemah tapi kali ini sepertinya dia sudah benar-benar tidak tahan lagi. Masa bodoh jika sedang ingin menangis harusnya menangis saja karena ini memang sudah keterlaluan."Entah apa yang sedang dipikirkan keluargaku sekarang." Jemy mulai bingung karena ternyata benar-benar kerepotan untuk kembali menghapus air matanya dengan kedua tangan penuh tanah."Sudah, kemari." Adam menarik Jemy dengan lengannya membiarkan gadis