Sepertinya Jemy sudah terlambat untuk menghadiri acara pertunangan kakaknya karena tadi ada bebera E-mail pekerjaan yang mendadak harus segera dia kirim. Maka beginilah sekarang, dia harus berlarian di lobby hotel mengunakan heels yang lumayan runcing dan tinggi, entah bagaimana dia bisa tidak terjerat ujung gaun dan terjungkal. Kadang wanita memang bisa memiliki bakat yang tidak terduga.
Jemy mengenakan gaun warna emas super glossy ala Versace dengan taburan kristal swarovski dari samping pinggul hingga naik ke garis perutnya yang rata. Jemy tidak berani mengenakan gaun berbelahan tinggi jika harus muncul di depan orang tuanya. Karena itu sangat ajaib dia masih bisa berlari dengan pakaian yang merekat erat seperti itu.
Semua keluarga sedang mengucapkan selamat pada Erica ketika adik perempuannya sendiri baru nampak batang hidungnya. Erica langsung melambai pada Jemy yang sempat terlihat canggung karena datang seorang diri, terlambat, dan masih saja tanpa pasangan. Tapi Erica tetap bersyukur karena selebriti super sibuk itu masih mau meluangkan waktunya untuk pulang. Sejak kecil adik perempuannya memang paling berbeda. Selalu ingin menjadi selebriti terkenal dan harus tampil paling di depan jika sedang berada di atas panggung.
Jemy tersenyum membalas lambaian tangan saudarinya. Erica terlihat cantik seperti biasanya. Erica memang cantik, cantik dalam arti yang sesungguhnya. Tanpa perlu polesan ataupun barang mahal apa pun dia tetap akan terlihat paling cantik dan mencolok di antara kerumunan. Tak peduli sekaya apapun pria yang akan mendapatkannya nanti dia tetap terlalu beruntung mendapatkan Erica. Selain cantik dan jenius Erica juga dikenal memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi. Bisa membaur dengan berbagai kalangan dan pandai membawa diri. Bahkan namanya sudah sering disebut-sebut media sebagai aktivis muda yang brilian. Tak heran jika banyak yang mendukungnya untuk naik ke panggung politik, apa lagi dengan nama besar ayah mereka sebagai seorang Jenderal.
'Tapi apa tidak ada yang salah dengan pria yang sedang berjalan di sampingnya!' nampaknya Jemy baru sadar jika sepetinya pria tampan itu memang tidak asing.
"Kenalkan adik perempuanku yang sering kuceritakan," Erica memperkenalkan mereka bergantian.
Jemy masih cukup santai menyambut uluran tangan Adam Haris sama seperti kemarin dan Jemy yakin jika pria itu juga masih belum hilang ingatan jika juga sempat menggodanya di kabin pesawat.
Sepertinya Adam juga tidak kalah terkejut ketika Jemy sebagai adik Erica. 'Tapi tunggu saja setelah ini!' batin Jemy dalam hati. Walaupun bibirnya masih bisa pura-pura tersenyum begitu manis tapi sungguh cakarnya sedang ingin mencabut ubun-ubun pria brengsek itu.
Erica mengajak Jemy duduk satu meja. Berbincang dan membahas hal sepele mengenai pekerjaan adik perempuannya. Dari seluruh keluarganya, selama ini memang cuma Erica yang selalu bangga dengan apapun pekerjaannya. Walau sebenarnya Jemy sendiri tidak pernah ingin terlalu dibanggakan, apa lagi di depan calon kakak iparnya yang luar brengsek.
Tiba-tiba salah seorang saudara memanggil Erica untuk berpamitan pulang. Erica segera berdiri untuk menghampiri mereka karena memang seperti itu sifat Erica, dia tidak mau orang lain repot karena dirinya. Sementara kakaknya berdiri Jemy langsung mendorong kursi yang tadi di duduki Erica mengunankan ujung kakinya agar Adam tidak ikut berdiri.
Gadis itu langsung tersenyum dingin, sambil mengedikkan alis dan menegakkan punggungnya di sandaran kursi.
"Bagaimana pria sepertimu bisa bertemu dengan saudariku!" tuntut Jemy dengan tatapan yang jelas tidak sedang ingin main-main.
"Senang bertemu lagi denganmu, Adik Ipar," santai Adam justru tak terlalu menanggapi kekesalannya.
"Aku juga melihatmu mencium wanita itu di pintu bandara!" tambah Jemy dan baru kemudian Adam menautkan alisnya untuk memperhatikannya dengan lebih serius.
"Jangan salah paham," Adam buru-buru coba berkelit.
"Bahkan kau juga coba menggodaku setelah itu, jangan pura-pura hilang ingatan!" Jemy merasa tidak ada gunanya basa-basi dengan pria jenis ini.
Adam hanya diam tidak menyangkal, tapi tidak juga merasa bersalah sama sekali. Dia hanya balas menegakkan punggung di sandaran kursi untuk bisa memperhatikan dengan utuh wanita muda di depannya.
"Aku akan mengatakannya pada Erica!"
"Kau tidak akan mengatakan apa-apa." Adam masih sangat percaya diri dan terlalu santai menanggapi gertakan Jemy.
"Aku tidak main-main!" tekan Jemy dengan bibir mulai berdesis.
"Kami baru bertunangan dan kau lihat sendiri saudarimu sedang sangat bahagia, mustahil kau mau merusaknya hanya dengan lelucon macam itu."
"Kau bilang perselingkuhan hanya lelucon!" Jemy langsung melotot.
Berulang kali Jemy hanya tidak habis pikir bagaimana saudarinya bisa bertemu dengan mahluk seperti ini. Brengsek, sombong, dan tidak mau kalah.
"Ini adalah kehidupan nyata bukan Hollywood yang penuh drama.
Anda perlu tahu itu, Nona," kelit Adam."Saudarimu adalah dunia nyataku dan aku bisa membedakan itu, kau tidak perlu khawatir.""Omong kosong! jangan pikir aku tidak tahu apa yang ada di dalam kepala pria sepertimu!" Jemy langsung berdiri. "Nikmati dulu pestamu malam ini karena aku tidak pernah main-main dengan ucapanku seperti pria pengecut!"
Jemy benar-benar pergi meninggalkan pesta pertunangan saudarinya tanpa perlu merasa harus berpamitan lagi.
Jemy menyayangi Erica dan tidak akan rela jika sampai saudarinya tertipu dengan mulut manis pria brengsek macam itu.
Pria kaya yang merasa bisa mendapatkan segalanya bisa jauh lebih menyebalkan dari pria mata keranjang yang suka meremas bokong wanita.
Bukannya kembali ke kamar hotelnya, Jemy malah singgah di bar yang berada di loby hotel. Jemy hanya suntuk dan ingin memesan beberapa minuman ringan karena gadis itu memang tidak minum minuman beralkohol. Tak berapa lama seorang pemuda menghampiri tempat duduknya yang kosong.
"Sendirian? " tanya pemuda itu.
Jemy hanya mengedikkan sebenah alis untuk menanggapi dengan santai ketika pria yang mengaku bernama Arya itu ikut duduk di mejanya.
"Sepertinya dari pesta."
"Ya, pertunangan saudariku."Jemy balas memperhatikan pemuda di depannya.
Jemy masih duduk sambil menyilangkan kakinya yang ramping dan jenjang sambil mengetuk-ngetukkan ujung jari di tepi gelas koktail. Benar-benar wanita muda yang terlihat memiliki kepercayan diri ekstra.
"Apa kau adik perempuan Erica? "
Jemy cuma menyunggingkan sedikit senyum miring tapi tidak juga menyangkal.
"Karena kalian mirip."
"Baru kau yang bilang seperti itu!" Jemy cuma mengecapkan bibirnya yang masih semanis koktail.
"Aku sudah lama mengenal Adam."
"Oh, jadi kau temannya." Jemy sudah hampir muak jika harus mendengar mengenai pria itu lagi.
"Saudarimu sangat beruntung," Arya menambahkan.
"Apa karena dia kaya? " cemooh Jemy terlalu terus terang sampai Arya mengerutkan alis cukup dalam.
"Semua orang pasti juga tahu hal itu, bahkan bar dan kursi yang kita duduki ini juga miliknya." Arya pilih menanggapinya dengan santai baru kemudian ikut menertawakannya.
"Tapi saudarimu juga luar biasa."
Berulang kali Jemy cuma mengedikkan alis untuk kembali membenarkan.
"Kupikir pestanya belum usai apa minuman di sana tidak enak? " canda Arya dan sepertinya Jemy juga mulai suka dengan gaya teman bicaranya.
"Apa kau juga bekerja untuknya?" tanya Jemy.
Arya mengikuti gaya Jemy dengan mengedikan sebelah alis. "Dia membayarku untuk mengurus bar."
Sebenarnya Arya juga sudah tahu jika gadis itu memang tidak suka dengan pestanya dan kabur kemari.
"Kudengar mereka nanti akan mengadakan pesta pernikahannya di luar negeri?"
"Jika saudariku masih mau menikah dengan berengsek itu!"
"Hai Adik ipar, apa kau sedang membicarakanku?" sarkas Adam yang tiba-tiba sudah berdiri di depannya tepat ketika Jemy menyebutnya 'brengsek!'
Jemy sendiri masih heran, entah dari mana makhluk itu bisa tiba-tiba muncul. Jemy langsung melirik Arya yang buru-buru angkat tangan dan mengundurkan diri untuk kabur.
"Maaf, aku hampir lupa jika kursi yang kududuki juga milikmu." Jemy sudah hendak berdiri ketika Adam memaksanya untuk duduk lagi. Pria itu masih mengenakan pakaian yang sama seperti yang dia lihat terakhir tadi.
"Kenapa kau kabur dari pesta? " cemooh Jemy untuk mengejek calon kakak iparnya yang sedang terlihat sagat tampan seperti boneka Ken.
"Kau yang mulai lebih dulu!"
"Jangan pikir kau bisa menyuapku!"
"Aku serius dengan Erica, jadi tolong jangan mengacau!"
"Dia saudariku dan kaulah pengacaunya di sini!" Jemy sudah berdiri sambil menggebrak meja. Bahkan jika Adam meminta kursinya Jemy tidak keberatan untuk melempar benda itu ke kepalanya yang sombong.
"Aku tetap akan membongkar skandal perselingkuhan kotormu itu di depan Erica, segera!"
"Kau tidak akan melakukanya!"
"Coba saja hentikan aku jika kau bisa!"
Nampaknya Adam juga baru sadar jika mungkin dirinya sudah mengganggu wanita yang salah. Jelas wanita keras kepala itu bukan jenis yang mudah diatasi.
Beberapa pria yang sedang duduk di dermaga langsung kompak tidak berkedip begitu melihat wanita muda itu melintas di hadapan mereka. Suara heels-nya yang tidak terlalu tinggi terdengar mengetuk-ngetuk di sepanjang ia berjalan di dermaga. Wanita yang terlihat serba mahal itu menghampiri sebuah kapal mewah dengan dua layar yang sudah siap terentang. Jemy baru mendapat pesan dari kakak perempuannya dan langsung pergi ke mari untuk menyusul.Adam masih diam menilai ketika wanita muda itu sudah berdiri di depannya. Jemy hanya mengenakan baju rajut dengan motif garis-garis cerah yang cuma sepanjang paha. Garis bahunya juga agak lebar dan sedikit menggantung miring ke samping seperti gaya orang yang malas memakai pakaian dengan benar. Kaca mata hitamnya juga lumayan besar dengan kombinasi topi pantai bermotif cerah yang cukup lebar, lumayan untuk ia bersembunyi dari sengatan
"Apa kita bisa pulang?" tanya Jemy menyadari mereka hanya berdua di atas kapal yang sudah hancur dan terombang-ambing di tengah samudra Pasific."Aku juga tidak tahu," jawab Adam terdengar bodoh.Mereka sama sekali tidak melihat daratan dan mungkin masih akan terus terombang-ambing tanpa tahu akan dibawa ke mana karena mesin kapal juga mati dan tanpa layar. Semua alat navigasi juga tidak ada yang berfungsi setelah terendam air."Semua ini karena perbuatanmu!" tuding Jemy mengunakan jari telunjuknya yang masih bercat kuku cantik."Semoga ada yang segera menemukan kita.""Berdoalah sering-sering kalau begitu!" Jemy bensar-benar kesal.
Sudah beberapa jam mereka menunggu tapi masih belum juga terjadi apa-apa. Berulang kali Jemy mendongak ke angkasa dan yang dia lihat hanya lalu lalang burung camar yang mulai seperti mengejek mereka dengan ocehannya."Mungkin tidak ada jalur penerbangan yang melintas di sini," kata Adam dan Jemy langsung buru-buru menoleh padanya."Oh, sial sekali hidupku karena bertemu denganmu.""Sebaiknya kita nikmati saja dulu pantainya, lihatlah ini pulau yang indah!" saran Adam terdengar sinting."Terserah kau saja!" Jemy memilih berdiri karena bosan cuma duduk dan menunggu.Adam memang benar mengenai pulaunya yang indah dan berpasir putih seperti surga. Pohon-p
"Sekarang pikirkan bagaimana kita bisa meminum airnya jika seperti ini?"Adam sudah membolak-balik buah tersebut dan sama sekali tidak tahu dari mana dia harus mulai membukanya karena yang dia tahu biasanya hanya tinggal menusuk sedotan. Sementara itu Jemy sepertinya juga belum pernah mengupas kelapa. Nampaknya mereka berdua harus berpikir keras lagi karena tidak mungkin jika mereka harus menggigiti kulit kelapa yang sudah setengah tua.Jemy kembali berdiri untuk mengais sampah-sampah yang tersangkut di bibir pantai coba menemukan apa saja yang kira-kira bisa mereka gunakan untuk membuka kelapa. Kadang Jemy juga putus asa bagaimana mereka bisa bertahan hidup jika seperti ini, bahkan pisau kecil pun mereka tidak punya."Coba pakai ini." Jemy membawa sebatang kayu
Pakaian mereka sudah kering, Adam juga baru saja selesai mengikat lagi tali sepatunya dan memakai kembali kemeja yang baru dikembalikan Jemy."Jam berapa sekarang?" taya Jemy melirik jam tangan di pergelangan tangan Adam."Hampir jam dua belas." Jawab Adam masih sambil duduk di batang kayu besar yang sudah tidak berkulit."Pantas perutku sangat lapar."Sebenarnya Adam juga lapar cuma dia diam saja dan benar-benar diam tidak berusaha berbuat apa-apa."Kita akan segera mati jika hanya diam saja seperti ini."Dari tadi mereka memang hanya duduk di pinggir pantai memandangi ombak sampai mereka mulai
"Sebenarnya rasanya tidak terlalu buruk, tapi ini agak pahit," kata Adam setelah coba makan beberapa."Mungkin karena kita tidak membuang kotorannya.""Oh, Tuhan! jadi aku makan kotoran kerang!" Mata pria itu langsung melebar syok sambil buru-buru meludahkan apa yang sudah berada di mulutnya dan kumur-kumur dengan air kelapa."Dan juga arang," tambah Jemy berlagak santai padahal dia sendiri juga agak merinding ketika harus memakannya. "Mungkin lain kali kita merebusnya saja.""Sungguh aku jadi tidak ingin makan jika belum benar-benar kelaparan." Adam berhenti untuk memandangi makanannya dengan ngeri."Kita perlu makan untuk hidup bukan untuk memanjakan lidah, anggap saja begitu."
"Kenapa kau melihatku seperti itu!""Kau jelek jika menangis.""Apa pedulimu, kau yang sudah membuat hidupku jadi sial seperti ini!"Sebenarnya Jemy sudah ingin menangis sejak kemarin-kemarin, tapi dia selalu berusaha menahannya karena tidak suka di anggap rewel dan lemah tapi kali ini sepertinya dia sudah benar-benar tidak tahan lagi. Masa bodoh jika sedang ingin menangis harusnya menangis saja karena ini memang sudah keterlaluan."Entah apa yang sedang dipikirkan keluargaku sekarang." Jemy mulai bingung karena ternyata benar-benar kerepotan untuk kembali menghapus air matanya dengan kedua tangan penuh tanah."Sudah, kemari." Adam menarik Jemy dengan lengannya membiarkan gadis
Adam memamerkan jaring ikan yang dia dapat dari bibir pantai. Walau sudah rusak menurutnya itu masih bisa digunakan untuk menangkap ikan karena dia tidak mau di suruh makan kerang dan siput laut lagi. "Sepertinya menangkap ikan juga tidak semudah melempar jala ke laut," ragu Jemy yang memang pesimis jika pria macam Adam tahu cara menangkap ikan. "Jangan meremehkanku!" Adam segera pergi membawa jaring yang tadi sudah sempat sedikit dia benahi itu untuk menangkap ikan atau sekedar keras kepala ingin membuktikan jika dia bisa. Sudah hampir setengah hari Jemy ikut meringis silau menyaksikan hamparan pasir putih dan tubuh Adam dari kejauhan yang pastinya sudah terpanggang matahari. Kulit pria itu terlihat semakin coklat kemerahan karena semakin jarang mau memakai pakaian lagi di siang ha