Share

YOUR STUPID WIFE
YOUR STUPID WIFE
Penulis: Reinee

CALL LOG

Ada yang menggelitik hati Rea saat sedang menuangkan air panas ke dalam cangkir kopi yang dia buat untuk suaminya sore itu. Ponsel yang ditinggalkan suaminya di meja makan bergetar terus-terusan membuatnya penasaran ingin melihat siapa yang menelpon. 

Digesernya tubuh mendekati meja makan usai menutup kotak tempat gula. Dicondongkannya tubuh dan dipicingkannya matanya melirik layar ponsel yang sedang menyala. 

Sandra??? Nama itu terpampang jelas di layar ponsel. Apa itu Sandra Mariska sahabatnya? Mendadak rasa penasaran yang menggelayuti Rea tadi berubah menjadi perasaan sedikit curiga. Dia mengelap tangan kanannya ke bagian depan apron bermaksud mengangkat panggilan itu. Tapi belum sempat dia pencet tombol answer, panggilan telepon itu sudah diputus. 

Masih ada nama Sandra tertera di layar ponsel. Rea membuka kunci layar dengan hati-hati. Dilihatnya deretan angka yang ada di kontak itu. Itu memang benar nomer telepon Sandra, sahabatnya. Dia bisa sangat jelas mengingatnya karena Sandra memiliki nomer sesuai tanggal lahirnya. Discrollnya layar ke atas dan alangkah terkejutnya dia ketika menemukan banyak sekali nama Sandra di log panggilan ponsel suaminya. Panggilan masuk dan panggilan keluar dengan durasi yang rata-rata lumayan lama. 

Dahinya mengernyit mencoba mencari jawaban atas hal yang mengagetkannya itu. Untuk apa panggilan-panggilan itu ada di ponsel suaminya sebanyak itu?

Tidak! Dia tidak boleh berpikiran buruk. Tidak mungkin terjadi sesuatu antara suami dan sahabatnya itu. Sandra adalah sahabat baiknya dari SMA. Meskipun Rea tahu wanita itu sangat centil dan sedikit genit dengan laki-laki, tapi tidak mungkin dia senekat itu menggoda suami sahabatnya sendiri. Lagipula, Sandra juga sedang memiliki hubungan dengan Devon, kekasihnya. Ditambah lagi, persahabatan mereka, bagi Rea sudah seperti saudara. Rea bahkan sudah menganggap Sandra seperti kakaknya sendiri. 

"Kenapa, Sayang?" Rea kaget saat tiba-tiba Anggit, suaminya, menyerobot ponsel yang sedang dipegangnya. Laki-laki itu berdiri di samping Rea masih dengan handuk yang melilit di pinggang dan rambut basahnya. Anggit memang baru datang dari kantor beberapa menit yang lalu dan langsung berkata ingin ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

"Eh .. enggak. Ini ... tadi ada telpon dari Sandra," jelas Rea sedikit terbata. 

"Oooh ... itu. Iya Sandra ... dia ... lagi ada urusan di kantorku." Ada nada gugup dari kalimat suaminya. Rea merasakan itu tapi tak mau berprasangka. Mungkin memang benar ada urusan bisnis diantara mereka berdua.

"Ooooh ... ini kopinya." Rea mengulurkan secangkir kopi pada Anggit. 

"Taruh aja di meja, Sayang. Aku pakai baju dulu." Anggit masuk ke kamar dengan membawa ponselnya. Rea merasa sedikit heran dengan suaminya. Kenapa ponselnya harus dibawa ke kamar?

☆☆☆

"Sayang," panggil Rea.

"Ya?" Anggit menoleh ke arah istrinya yang baru disadarinya telah duduk di sofa tempatnya berkutat dengan laptop.

"Sandra ... ada urusan apa memangnya di kantormu?" tanya Rea hati-hati. Sungguh sesorean tadi dia merasa sangat penasaran. Dia sering bertemu dan berkomunikasi lewat telepon dengan Sandra akhir-akhir ini, tapi sahabatnya itu tidak pernah bercerita padanya tentang urusan bisnisnya dengan suaminya, begitu juga suaminya. Kenapa?

"Masih bahas masalah Sandra?" Anggit mencoba bersikap senormal mungkin. Bibirnya mengembang menyembunyikan sedikit kecemasan di dalamnya. Dia mulai merasa jika istrinya sedang mencurigainya. 

"Maaf yaa, Sayang, bukannya apa-apa, soalnya nggak ada yang cerita ke aku sih. Sandra enggak, kamu juga enggak," protes Rea.

"Bossnya Sandra mau pasang ulang instalasi server di kantornya. Mereka pesen ke kantorku. Udah gitu aja sih." Anggit melirik istrinya sekilas berharap tidak akan ada lagi pertanyaan dari Rea, tapi karena melihat wanita itu malah mengerutkan dahi akhirnya Anggit merasa harus buka suara lagi. "Karena kebetulan Sandra kenal sama aku, ya udah dia langsung menghubungiku, biar lebih gampang komunikasinya."

"Mmm gitu?" Rea nampak mengangguk paham, meskipun dia sebenarnya tak mengerti apa sebenarnya instalasi server yang sedang suaminya bicarakan itu, tapi mungkin lebih baik dia tidak lagi melanjutkan kecurigaannya. Barangkali benar, memang hanya sebatas hubungan bisnis saja. Rea meyakinkan dirinya sendiri.

"Masih ada yang mau ditanyakan?" goda Anggit sambil mencubit mesra pipi istrinya. Rea menggeleng sambil tersenyum malu-malu. Sebenarnya dia gengsi ketahuan kalau dia cemburu pada suaminya itu.

"Eh ya, Sayang, aku lupa ngasih tau. Besok bisa temenin aku kan? Aku udah daftar konsultasi ke dokter Firanda. Bisa pulang agak cepet kan?" Rea mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Dokter kandungan yang di Rumah Sakit Sehati itu?" tanya Anggit.

"Iya, tapi prakteknya sore hari di Apotek Fit Medica," jelas Rea.

"Jam berapa?" 

"Setengah 7 malam." Anggit tampak menimbang.

"Iya aku usahain pulang cepet besok kalau gitu." Anggit meraih tangan istrinya lalu mengecupnya lembut. "Kamu tidur duluan aja, Sayang, udah malem. Jaga kesehatan bayi kita," kata Anggit. 

Sebenarnya bukan itu maksud lelaki itu. Dia hanya ingin istrinya cepat terlelap. Ada hal yang harus segera dia sampaikan pada seseorang tentang perubahan rencana mereka besok malam.

"Iya deh." Rea bangkit dari duduknya. "Kamu mau lembur lagi?" Dia melirik ke arah laptop suaminya.

"Iya lah biasa. Ini harus udah selesai besok pagi," jawab Anggit dengan nada sedikit kesal.

"Ya udah kalau gitu aku tidur dulu, Sayang." Rea menunduk mencium pipi suaminya. Anggit membalas mencium kening istrinya dengan cepat.

☆☆☆

[Anggit: Baby, kayaknya besok acara kita batal. Ditunda next day aja ya? Nggak papa kan?]

[Sandra: Kenapa emangnya?]

[Anggit: Rea ngajakin periksa kandungan. Sorry ya?]

[Sandra: iiiih nyebelin. Kenapa mendadak sih?]

[Anggit: Nggak tau tuh. Baru bilang juga barusan.]

[Sandra: Okelah, tapi next day jangan sampe enggak ya, ato aku bakal ngambek.]

[Anggit: Iyaaah, My beautiful baby.]

[Sandra: Alaaaa Gombal.]

[Anggit: Serius. Aku udah kangen aja nih.]

[Sandra: Niat amat. Baru juga tadi ketemuan.]

[Anggit: Habis kamu selalu bikin kangen sih.]

[Sandra: Kamu nakal.]

[Anggit: iya ... kamu yang bikin aku nakal. Ok, Baby. See you tomorrow di tempat biasa ya.]

[Sandra: Okay.]

[Anggit: Eh ya .... Lupa mo bilang. Jangan nelpon kalau aku lagi di rumah. Hampir aja tadi Rea tahu.]

[Sandra: Maaf ... aku kira tadi kamu belum sampai rumah, Honey.]

[Anggit: Kalau Rea tanya, bilang aja kita ada urusan kantor.]

[Sandra: Okay.]

[Anggit: See you, Baby. Love you.]

[Sandra: Love you, too. See you.]

Anggit menghapus history chatnya dengan Sandra, lalu mengunci layar ponselnya. 

Lelaki itu tersenyum simpul saat mendekatkan ponsel ke bibirnya. Dia benar-benar tidak menyangka bisa se tergila-gila ini pada wanita itu. Sandra benar-benar membuatnya mabuk kepayang. Dia sangat berbeda dengan Rea yang sedikit pemalu. Sandra lebih agresif dan membuatnya selalu bergairah.

Anggit ingat sebulan yang lalu wanita itu tiba-tiba mengiriminya chat saat dirinya sedang berada di kantor. Waktu itu dia pikir Sandra sedang salah berkirim pesan. Tapi belakangan dia sadar bahwa wanita itu memang sengaja menggodanya. Anggit benar-benar lupa diri dan terlena dalam pelukan sahabat istrinya sendiri.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Riona Hutabarat
judulnya ga tanggung bahasa inggris.pake bahasa indonesia aja kenapa sih.
goodnovel comment avatar
Naskah Impianku
Pengen baca versi cetanya. Ada nggak yah?
goodnovel comment avatar
Rini Susanti
Apakah ini ada versi ebook nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status