Share

PLAYING GAME

Seminggu berlalu sejak Rea menemukan banyak log panggilan Sandra di ponsel suaminya. Dan ternyata kecurigaannya itu tidak berlangsung lama. Dia segera lupa dengan kejadian itu karena dia merasa hubungannya dan suami serta sahabatnya masih baik-baik saja. Tidak ada lagi hal aneh yang terjadi setelah itu.

"Halo .... Kenapa, Beb?" Rea menjepit ponsel diantara kepala dan bahunya sambil membenarkan ikatan tali jubah mandi. 

Sialan nih anak, mengganggu ritual mandi sore orang aja, batinnya. Dia pikir tadi Anggit, suaminya yang menelpon, hingga dia belain pasang kaki seribu melompat dari bak mandi.

"Nggak papa .... kangen aja sama kamu, Rea Sayang." Suara cekikikan Sandra langsung membuat Rea darah tinggi.

"Hmm Dasar Kutu!! Nelpon aku jam segini cuma buat kangen-kangenan doang? Aku lagi mandi tau nggak sih?" umpat wanita bertubuh mungil itu pura-pura kesal.

"Jam segini baru mandi? Dasar cewek pemalas! Emang suami kamu belom pulang, Re?"

"Yaelaaa Sandraaa .... ini baru jam berapa, Beeeeb? Ya jelas belom lah." Rea makin sebel mendengar tawa sahabatnya yang makin keras.

"Yaaah ... Kamu sendirian dong sekarang? Kasian banget sih, Beb." Sandra mengikik lagi.

"Iyalah, mo sama siapa lagi? Temenin sini kek," rajuk Rea.

"Ogahhh!! .... Ogah seogah-ogahnya, Ibu Manager Yang Terhormat," ledek Sandra. Dia memang paling suka meledek Rea dengan sebutan itu gara-gara jabatan suaminya yang beberapa bulan lalu dipromosikan menjadi seorang manager. "Mendingan molor daripada harus kesitu nemenin kamu." Sandra ngakak lagi dengan sangat menyebalkan. Sahabat Rea yang satu ini memang benar-benar kurang ajar.

"Ehh... Sssstt, diam! .... apaan sih?" Tiba-tiba suara Sandra terdengar berbisik seperti sedang menyuruh seseorang untuk diam. Rea juga sempat mendengar sayup seperti suara tawa tertahan seorang laki-laki di seberang sana. Rea mengira itu pasti Devon, pacar Sandra.

"Hmm ... Kamu tuh yaa ... bilang mau molor tapi ternyata lagi indehoy. Kamu lagi sama Devon kan? Hayo ngaku!" umpat Rea berlagak kesal.

"Yeee ... biarin aja. Emangnya kamu, jam segini masih jomblo," ledek Sandra lagi.

"Idiih ... ngeledek ni anak. Awas aja ya ntar suamiku pulang, kubikin kamu mupeng semupeng-mupengnya," balas Rea sembari tertawa jahat. Sandra juga memperdengarkan tawa cekikikannya lagi yang khas.

"Eh, by the way, Beb. Ada acara apa habis ini?"

"Acara apaan?" tanya Rea balik.

"Apaan kek ... udah punya suami juga masih nganggur aja. Kemana gitu jalan-jalan sama suami. Nongkrong di rumah aja nggak sehat tauk?"

"Yee ... emang gitu kali, Beb. Kalau udah punya suami mah ya di rumah aja. Ngapain keluyuran? Kurang kerjaan amat." Untung aja sahabatnya itu nggak sedang ada di dekatnya. Kalau iya pasti sudah dijitaknya kepalanya.

"Serius nggak kemana-mana?" tanya Sandra lagi.

"Limariusssss. Emang kenapa sih? Bawel banget tumben. Mo ngajakin jalan?"

"Pengennya sih gitu. Tapi ... males ah, lagi bokek juga ni," keluhnya. Rea tahu pasti itu cuma guyonan si Sandra saja. Devon, pacar dia yang tajir melintir itu adalah pengusaha muda sukses dengan perusahaan start-up nya yang lagi booming. Rea juga tau lelaki itu sangat royal pada sahabatnya. Nggak mungkin banget anak itu bokek, apalagi Sandra dari dulu yang Rea kenal adalah tipe cewek yang suka morotin anak orang.

"Ciee ... Ibu Direktur ngakunya lagi bokek. Bokek beneran tau rasa ntar," goda Rea. "Emang belom dapat jatah apa dari Devon?"

"Boro-boro ... Udah ah malah jadi ngelantur. Lanjutin sono mandinya, baunya nyampe sini tauk? Aku mau molor dulu." Terdengar tawa Sandra meledak lagi.

"Ih najis, enak aja. Kamu tuh yang bau, molor aja kerjaannya. Molor apa molor, Buu? Molornya sama si Devon mana mungkin bisa molor. Yang ada juga meler kali," goda Rea lagi.

"Bodo' .... Udah ah. Love you, Beb. See you," pamitnya.

"Oke ... Bye." 

Rea meletakkan ponsel di atas meja rias sambil menahan geli. Ada-ada aja ulah sahabatnya itu, gangguin orang mandi cuma buat ngeledek. Rea mengumpat dalam hati.

BEEP!!!

Suara getar dari ponsel Rea. Diangkatnya lagi ponsel dan dinyalakannya kunci layar. Suaminya mengirim pesan.

[Anggit: Baby, aku pulang agak telat yaa nanti, ada meeting mendadak sama Boss. Nggak usah ditungguin, aku udah bawa kunci rumah kok. Okay? Luv U ...]

Yaaaahhh ... dia pulang telat lagi, gerutu Rea. Segera dipencetnya keyboard untuk membalas pesan suaminya.

[Rea: Ok, hubby Sayang ... Hati-hati ya nanti pulangnya. Jangan lupa makan malam. Love you, too.]

Dihelanya nafas sebentar dan diletakkan kembali ponsel ke tempat semula. Baru saja ingin melangkahkan kaki ke kamar mandi, tiba-tiba ponsel itu berdering lagi.

Arrrrggggghh Sial!!! Siapa lagi siiiih?? 

Rea melirik layar ponsel dengan sebal, nomer tak dikenal.

Rea biasanya tidak pernah mau mengangkat nomer yang tidak tersimpan di kontak ponselnya, tapi demi melihat nomer panggilan masuk yang unik dan sangat cantik itu dia berpikir sepertinya itu bukan orang iseng. Siapa ya? Rasa penasaran membuat Rea akhirnya mengangkat panggilan itu.

"Halo ...," sapa Rea ragu-ragu.

"Rea?" tanya suara berat seorang laki-laki di seberang sana.

"Iya ... Siapa ini?"

"Aku, Devon." 

Devon? Pacarnya Sandra nelpon Rea? Ada apa? Wanita itu memang tidak dekat dengan pacar sahabatnya yang satu itu, makanya tidak tersimpan nomer kontak lelaki itu di ponselnya. Selain karena menurutnya Devon orangnya pendiam, bagi Rea, Devon juga jenis makhluk yang agak unik. Aneh, lebih tepatnya. Bagi Rea, Devon bukan termasuk orang yang ramah, dia jarang senyum dan tidak suka basa-basi, sangat berbeda dengan Anggit, suaminya.

"Ya, Von. Ada apa?" tanya Rea kemudian.

"Sandra ada sama kamu?"

"Sandra? Emm ... enggak tuh ... Kenapa emangnya? Eh wait, tapi barusan dia nelpon aku." 

Untung saja Rea nggak keceplosan bilang 'Bukannya tadi Sandra sama kamu?'. Rea menutup mulutnya sendiri dengan telapak tangan.

Kalau Devon nyari Sandra, berarti laki-laki bersama Sandra yang dia dengar suaranya di telepon tadi siapa? Wah, sepertinya Sandra sedang bermain api, pikir Rea.

"Nelpon kamu? Jam berapa?" tanya lelaki di seberang dengan nada sedikit kaget.

"Emm ... barusan. Iya, belum lama sih, baru ditutup kok sebelum kamu nelpon ini," kata Rea sedikit gugup, takut kalau-kalau dia salah bicara.

"Dia bilang lagi dimana?"

"Di rumah katanya."

"Brengsek!" Terdengar suara umpatan. Devon mengumpat? Rea agak kaget. Devon ternyata pengumpat? Pantesan Sandra sering mengeluh dengan tabiat lelakinya ini. 

"Maaf?" Rea berpura-pura tidak mendengar umpatan Devon. 

"Ooh ... enggak ... Maksud aku, ini aku lagi di rumahnya dan dia nggak ada," kata lelaki itu dengan nada kesal.

"Masa' sih?" tanya Rea bingung. Mau tidak mau wanita itu juga jadi ikut berpikir keras. Ada apa sebenarnya dengan Sandra? Tadi dia bilang di rumah mau tidur, tapi kok kata Devon dia tidak ada di rumah. Refleks Rea menggaruk kepalanya.

"Ya udah deh. Makasih, Rea. Sorry ganggu." kata Devon akhirnya.

"Ooh iya, nggak papa, Devon. Sama-sama."

Semangat mandi Rea tiba-tiba buyar usai Devon menutup telepon. Pikirannya mendadak terusik lagi dengan kejadian seminggu yang lalu saat ditemukannya panggilan bertubi-tubi Sandra ke ponsel suaminya. Mungkinkah lelaki yang sedang bersama Sandra itu tadi adalah Anggit, suaminya? Rea mencoba menghubung-hubungkan setiap kejadian yang diingatnya, namun dia tetap tak bisa memastikannya. Dia pikir mungkin dia hanya paranoid saja. 

Dan karena tak kunjung menemukan jawaban, akhirnya diputuskannya segera mandi daripada pikirannya ngelantur kemana-mana.

☆☆☆

"Gimana, Sayang?" Udah?" tanya Sandra sambil menggelendot manja di bahu si lelaki. Mereka sedang duduk berdempetan di sebuah sofa cafe  di ruangan privat.

"Sippp, Aman." Lelaki itu memberikan kode oke menggunakan jari-jarinya ke arah Sandra.

"Apa katanya?" Sandra merebut ponsel milik si lelaki. Membuka chat nya dan mulai membaca sebuah pesan dari wanita bernama Rea dengan gayanya yang sangat centil.

[Rea: Ok, hubby Sayang ... hati-hati ya nanti pulangnya. Jangan lupa makan malam. Love you, too.]

Lalu keduanya pun tertawa lepas bersamaan seperti sedang mentertawakan isi pesan itu.

"Udah ah yuuk, Cabut!" ajak si lelaki, lalu segera melangkah meninggalkan ruangan. Sandra memasukkan ponsel ke dalam tas sebelum akhirnya menyusulnya.

"Anggit, Tunggu aku!!" Dia berlari kecil mengekor di belakang lelaki itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status