Bab 1
Kisah Masa Lalu
Aku berlari dengan ransel besar berwarna merah marun dan tas jinjing besar berwarna hitam dengan motif hello kitty. Tas jinjing yang kubawa dengan motif hello kittynya ini adalah hadiah dari salah satu produk pembalut wanita yang pernah kubeli di salah satu marketplace online beberapa bulan yang lalu.
Setelah sampai tujuan, aku melihat sekitarku dengan bingung. Aku merasa tidak yakin dengan hal yang akan kulakukan. Lari dari pria brengsek itu segera, secepatnya, dan sejauh mungkin.
Hatiku kembali merasa tidak enak saat mengingat pria yang kucintai itu. Tidak, Demi Tuhan, aku berjanji tidak akan mencintainya lagi. Sudah cukup waktunya yang berharga ia sia-siakan dengan jatuh cinta pada sosok sepertinya.
Aku menghampiri sebuah layar digital berukuran besar yang menampilkan informasi keberangkatan kereta. Aku membacanya dengan seksama dan mengetahui kereta Tirta Arum yang akan membawaku menjauh dari Ibukota Jakarta telah sampai di stasiun.
Aku mendesah lega. Dalam kerumunan ini, aku pun berjalan melewati beberapa orang. Ikut mengantre dalam barisan menuju peron kereta Tirta Arum dengan beberapa orang yang sepertinya memesan kereta yang sama denganku.
Setelah beberapa kali menunggu sambil berjalan pelan, kini giliranku pun tiba. Aku menyerahkan boarding pass dan kartu tanda penduduk-ku pada petugas untuk pengecekan. Setelah melihat wajahku, petugas laki-laki berpakaian seragam rapi itu membiarkanku masuk. Aku pun kembali berjalan dan melakukan registrasi ulang. Setelah selesai aku pun berjalan menuju kereta yang sudah menunggu. Aku melihat tiketku kembali dan mengingat bahwa gerbong keretaku nomer 5 dan kursiku di 8A.
Setelah berjalan cukup jauh dan menemukan angka 5 pada badan gerbong kereta, aku pun berjalan menanjak. Masuk ke dalam kereta yang sudah cukup dipenuhi banyak penumpang. Aku mencari kursiku dan berhenti sejenak untuk menyimpan tas jinjing dan tas ranselku di bagian atas bagasi. Setelah bawaanku sudah tersimpan rapi, aku pun duduk. Beruntung orang yang duduk di sebelahku belum datang. Aku mendapat kursi tepat di samping jendela kereta api.
Aku terdiam cukup lama. Apakah yang kulakukan sudah benar dengan lari dari Reino? Apakah aku bisa melupakannya dan kembali bahagia dengan caraku sendiri? Dan kembali memori di otakku membayangkan apa yang terjadi di masa lalu? Tentang kisah cintaku yang berujung pahit di awal yang baru.
***
Rasanya senang sekali. Aku kembali melihat sekelilingku dengan takjub. Rasanya masih tidak percaya bahwa aku bisa masuk ke kampus bergengsi, Universitas Adidharma.
Hari ini adalah hari pendaftaran ulang seluruh mahasiswa baru dari seluruh jurusan.
Namaku Tita Silvia dan usiaku saat ini 18 tahun. Aku baru lulus tahun ini dari SMA 7 Kertamaya. Rumahku cukup jauh dari kampus utama Universitas Adidharma hingga membuatku memutuskan untuk mencari tempat kost terdekat.
"Anak baru ya?" tanya seorang cowok yang terlihat sok akrab sambil mendekatinya. Apa dia senior di kampus? Dari gayanya sepertinya ia mahasiswa di kampus ini.
"Iya, Kak," jawabku polos.
Tiba-tiba wajah laki-laki di depanku memerah. Ia menahan tawa sebentar lalu berbicara saat mulai tenang. "Eh gue juga calon maba lagi."
Aku merasakan wajahku yang memanas seketika. Pantas dia menahan tawa. Menyebalkan sekali.
"Gue mau tanya ruang pendaftaran ulang di mana?" tanya pria itu lagi. Ia mulai membuka tas selempang yang dibawanya, kemudian mengeluarkan map merah dari dalam.
Aku memperhatikan laki-laki muda di depanku hingga ia balik menatapku dengan salah satu alis terangkat. Setelah ingat dengan pertanyaannya, aku pun melihat sekitarku. "Gue juga belum daftar ulang."
"Ya elah, gue kira udah. Bareng aja deh. Bentar gue tanya ke yang lain." Tak berapa lama, kulihat ia berlari menjauhiku. Berjalan dengan cepat ke arah kerumunan orang yang tampak sedang bergurau dan bercerita bersama. Karena jarak yang agak jauh, aku tidak bisa mendengar pembicaraan mereka.
Aku ragu ingin menunggu laki-laki itu, secara aku tidak mengenalnya sama sekali. Tapi jika kutinggal juga percuma, aku juga harus bertanya pada mahasiswa di sekitarku letak ruangan untuk mahasiswa baru yang akan melakukan pendaftaran ulang. Ah lebih baik aku menunggu laki-laki tadi, lumayan juga aku bisa bareng pergi ke ruang pendaftaran ulang.
Aku melihat laki-laki tadi tersenyum lebar lalu pergi meninggalkan kerumunan. Ia berjalan dengan langkah lebar ke arahku hingga aku menyadari sesuatu yang sejak tadi luput.
Laki-laki itu tampan dengan lesung pipinya yang menawan. Ia juga tinggi, dan rambutnya hitam berkilau. Astaga, apa yang kupikirkan sekarang? Fokus, Tita! Fokus!
"Yuk!" ajak laki-laki itu sambil berjalan duluan.
Aku mengikutinya dengan berjalan sedikit ke belakang.
"Eh kita...." suara laki-laki itu terpotong saat melihatku dua langkah di belakangnya. Ia berhenti sejenak hingga aku yang terus berjalan menyamai langkahnya. "eh kita belum kenalan," katanya lagi.
Aku tahu, aku juga aneh kenapa kita enggak saling kenal tapi sekarang jalan berduaan? "Aku Tita, calon maba dari jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia."
"Wah keren," komentar laki-laki itu cepat. "kalau aku Reino Sagara. Aku maba jurusan Bisnis dan Manajemen."
Oh jadi namanya Reino. Beruntung sekali rasanya, aku sudah bertemu cowok tampan di saat pertama memasuki kampus. Apakah ini tanda berjodoh ya?
"Kata Kakak tadi kita jalan masuk aja ke gedung kampus. Nanti ada panitia yang nunjukin ruangan pendaftaran ulang."
Aku hanya mendengar ucapan Reino tanpa membalas apapun. Wajahku juga rasanya kaku entah mengapa. Apakah ini efek dari berdekatan dengan cowok ganteng ya?
Saat kami memasuki gedung utama kampus. Aku pun melihat banyak mahasiswa baru lain dari cara mereka membawa map.
"Sebentar aku nanya dulu ya," suara Reino kembali membuyarkan lamunanku. Ia berjalan menghampiri seseorang kemudian dengan mudahnya mengobrol. Kali ini tidak lama. Reino segera menghampiriku lagi.
"Katanya pendaftaran ulang dimulai jam 9 sesuai ruangan dari jurusan yang dipilih. Jurusanku di situ," Reino menunjuk pintu ruangan yang cukup dekat. "Ruangan buat jurusan kamu, katanya di ujung koridor sana." Reino menunjuk ke arah koridor yang penuh dengan orang yang berlalu lalang. "Yuk aku anterin."
"Eh enggak usah." Aku mencoba menolak karena khawatir hanya akan merepotkan.
"Ayok lah. Kan kamu temen pertamaku di kampus." Reino dengan mudahnya berbicara. Setelah itu ia mengantarku, melewati ruang demi ruang hingga sampai di depan ruangan pendaftaran ulang untuk jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia.
"Kalau gitu aku ke sana lagi ya. Dah, Tit!" Reino pun berjalan menjauh dariku, membuatku kesal dengan diriku sendiri. Kenapa sikapku tidak lebih baik? Kenapa aku tidak cerewet seperti di dalam rumah? Kenapa aku jaim pada cowok tampan? Aku menyesal....
***
Bersambung....
Bab 2 Kota CirebonPerjalanan menuju Cirebon terasa sangat menyedihkan saat ini. Meskipun sejak tadi banyak orang berlalu lalang, tapi hatiku rasanya sedang berada di tempat lain. Berharap kalau pelarianku saat ini hanya mimpi dan sekadar angan-angan burukku.Tapi lamunanku buyar saat mendapat pesan dari pria yang paling kubenci saat ini. Pria yang akhirnya mau melepasku sebagai istrinya. Lagipula mengapa aku harus sudi mendampinginya jika di hari pernikahan kami, ia justru bercumbu dengan wanita lain? Aku harus menahan kesabaranku berapa lama lagi untuk bersama dengannya dengan kebencianku ini? Jujur aku sudah tak sanggup.Reino : [Kamu pergi ke mana? Jangan tinggalin aku, Bee. Please. Ini semua kesalahpahaman.]Kesalahpahaman? Aku berdecak kesal membaca pesan dari Reino. Dasar laki-laki brengsek. Aku sudah bertanya langsung pada wanita sialan itu jika memang ia menggoda
Bab 3 FlashbackFlashback OnSetelah melakukan pendaftaran ulang yang dilakukan oleh staf tata usaha, aku dan beberapa kawan baruku pun bisa pulang.Kami bertiga berjalan bersama melewati koridor. Aku berjalan di tengah dua teman baruku. Di sebelah kanan, ada gadis cantik dengan tinggi semampai hingga 165cm. Namanya Bella Farasya, lulusan SMA 2 Cirebon. Ia sudah mulai tinggal di Kost Putri Adinda yang letaknya di belakang kampus dan hanya perlu menggunakan 1 kali jalur angkutan kota.Berbeda dengan Bella, di samping kirinya ada Fatiya Hanum, gadis kalem yang terlihat menawan saat memakai kerudung lebar berwarna olive. Tinggi Fatiya sama sepertiku, tidak terlalu tinggi, sekitar 154cm. Meskipun begitu, kami tetap percaya diri.Berbeda denganku dan Bella, rumah Fatiya masih terjangkau dari kampus. Hanya 2 kali jalur angkutan kota, atau sekali naik bus.
Bab 4Kedatangan ReinoKeesokan paginya aku terbangun dengan tubuh yang sedikit kaku. Bagaimana tidak, aku baru saja melakukan perjalanan jauh dari Jakarta ke Cirebon. Meskipun tidak terlalu jauh juga dengan memakan waktu sekitar 3 jam, tapi tetap saja badanku rasanya pegal.Kulihat jendela kamarku masih hanya tertutup kain kerudung seadanya dengan seberkas cahaya yang masuk. Aku sengaja merangkak dan menyibak kain itu sedikit, mengeluarkan kepalaku dan melihat kondisi di luar yang sudah pagi.Tidak terlalu lama berada di sana, aku pun bangkit berdiri. Mengambil handuk lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Setelah selesai berganti pakaian dan sholat shubuh yang nyaris terlambat itu, aku pun ke ke luar dari rumah untuk mencari sarapan.Baru saja ke luar dan memakai sandal rumah berwarna putih, kulihat tepat tetangga rumahku ternyata
Bab 5 Kedekatan KitaSuara ketukan pintu terdengar beberapa kali namun aku tetap mengabaikannya. Reino tidak pantas mendapatkan kesempatan, pria brengsek itu lebih pantas ditinggalkan.Setelah beberapa saat, aku tidak mendengar bunyi ketukan lagi. Pasti Reino sudah pergi. Entah ke mana aku tidak peduli.Kakiku ditekuk lalu kupeluk diriku sendiri dengan erat. Aku tidak mau bertemu dengannya lagi. Setidaknya aku tidak mau bertemu untuk sekarang ini, aku butuh waktu untuk menenangkan diri.Aku menangis perlahan saat mengingat wajah Reino dulu. Wajah tampannya yang sangat gagah. Suaranya hangat dan senyumannya menawan. Aku sungguh jatuh cinta padanya. Bagiku, Reino sangat istimewa. Kukira dia jodoh sempurna untukku, tapi ternyata diawal pernikahan kami, ia sudah mengecewakanku.***Flashback OnWajah tampan seorang
Bab 6 Kemungkinan yang Tidak KuinginkanSelepas bangun tidur di pagi hari, kulanjutkan aktifitas dengan mandi. Aku membersihkan diriku dan melanjutkan dengan sholat shubuh. Setelahnya aku berdoa pada Allah agar aku dapat diberikan kelancaran dan keberkahan dalam hidup.Belum selesai bermunajat padaNya, aku merasakan pening di kepalaku. Entah mengapa beberapa kali aku merasa pening, terkadang hanya pening saja, kadang pula diiringi dengan mual.Kulepas mukenah yang kupakai, lalu berbaring sejenak di atas kasur. Kupenjamkan mataku sejenak dan kudengar suara ketukan pintu terdengar. Siapa tamunya?Apa Reino?Bisa saja kan semalam pria itu tidak pulang dan menunggu. Meskipun aku tidak tahu ke mana ia menunggu semalaman.Sambil menahan pening di kepalaku, kubuka pintu depan rumah dengan perlahan. Tidak ada siapapun yang kutemukan kecuali bungkus plastik putih berukuran besar.
Bab 7PamitSetelah pulang dari berbelanja ke CBC Mall, penatku selama sendirian di rumah kontrakan rasanya sedikit terobati. Meskipun ada hal yang tidak menyenangkan kami bahas, tapi aku suka saat berbelanja.Selain berbelanja skincare, aku juga berbelanja keperluan rumah yang sudah hampir habis, tidak lupa juga kami membeli pakaian, dompet, dan sepatu yang menarik hati.Selama berjalan-jalan seharian ini aku menggunakan kartu debit yang diberikan oleh Reino. Entah mengapa aku ingin menghabiskan uang pria brengsek itu?"Bel, hati-hati di jalan. Makasih ya buat hari ini," kataku dengan senyum ceria.Bella mengangguk, ia baru selesai memakai helmnya. Ia mengacungkan jempol tangan lalu memutar motornya. Baru saja kukira dia akan pulang, Bella menatapku sebentar. "Mau gue beliin testpack enggak sebelum balik?" tanyanya.Wajahku terasa kaku mendengar pe
Bab 8Pernikahanku dan ReinoTepat tengah malam dan aku masih saja terjaga. Mataku terbuka lebar dan arah pandangku tertuju pada layar laptop di mana aku bersiap melihat kepastian dari masa depanku.Aku berdoa dalam hati dengan penuh kesungguhan. Kuharap, aku lolos CPNS tahun ini dan bisa menjadi Pegawai Negeri Sipil. Cita-citaku memang standar sekali, ingin menjadi seorang guru. Aku memilih pelajaran Bahasa Indonesia karena itulah satu-satunya keahlianku. Pelajaran yang lain, aku harus ekstra belajar. Terutama matematika dan fisika.Kulihat ranking nilai SKD dan melihat -bukan namaku- banyak tercantum di sana. Tunggu sebentar, itu namaku, Tita Silvia. Ya Tuhan, namaku tertera di urutan nomer 3 dari atas. Bukan dari bawah. Apakah aku lolos? Rasa haruku membuncah. Terima kasih, Ya Allah akan rezeki yang Kau berikan kepadaku.Tak berapa lama panggilan masuk, saat kuce
Bab 9Elena*Flashback On*Melihat laki-laki yang kucintai, yang baru beberapa jam yang lalu berubah status dari pacar menjadi suami. Tak kusangka ia tega melakukan ini padaku.Hal yang tidak sanggup kuatasi bahwa Reino melakukan perbuatan itu di hari terpenting kami. Ketika kita seharusnya menjadikan ini momen paling berharga. Namun, ia menghancurkannya dan membuat momen pernikahan kami layaknya panggung pertunjukan yang menyakitkan.Kutahan tangisku sekuat mungkin, tapi kurasakan air mata melewati pipiku dengan cepat. Pria yang kulihat sebelumnya dan berdiri di sampingku hanya terdiam, mematung melihatku yang menangis tersedu. Setelahnya aku pun pergi meninggalkan ruangan itu.Dengan kondisi yang menangis, aku berjalan ke ruangan mempelai wanita. Tak kusangka di sana berdiri orang yang tak asing. "Fatiya?" Aku mengambil tisu yang berada di meja lalu menyeka air mataku p