Share

Chapter 2

Sepasang laki-laki dan perempuan sedang duduk di teras depan sebuah rumah kontrakan. Mereka sangat berharap pemilik kontrakan segera membukakan pintu, karena keduanya sudah tidak tahan menjadi sasaran empuk nyamuk-nyamuk yang tengah dilanda kelaparan.

“Aduh!” Vikha memukul lengannya sendiri yang digigit nyamuk tanpa izin. “Tris, Shanon ke mana ya? Sudah hampir setengah jam kita berada di sini, tapi ia belum juga membukakan pintu.” Gadis berambut lurus itu mulai menanyakan keberadaan pemilik rumah kepada sahabatnya yang juga tengah sibuk menghalau nyamuk menjamah tubuhnya sendiri.

“Coba kamu ketuk lagi pintunya, siapa tahu Shanon sudah tidur,” pinta Tristan Danendra, laki-laki berkacamata yang juga merupakan sahabat Shanon.

“Hei, apa yang kalian lakukan di rumahku?” Shanon berseru setelah memasuki halaman tempat tinggalnya sambil mengendarai sepeda motornya ketika ia melihat ada tamu yang sedang menunggunya.

“Akhirnya penderitaan kita gara-gara kawanan nyamuk ini berakhir sudah, Tris,” ucap Vikha lega saat melihat pemilik rumah telah menampakkan batang hidungnya.

“Cepat buka pintunya, Sha. Tangan dan kakiku hampir habis dijadikan santapan empuk nyamuk-nyamuk garang ini,” titah Tristan berlebihan.

“Sekali-kali berilah mereka makan agar kalian mendapat pahala,” balas Shanon setelah berdiri di antara kedua sahabatnya. Ia mulai memasukkan anak kunci agar pintunya terbuka.

“Sha, aku minta lotion anti nyamuk punyamu ya,” pinta Vikha setelah pintu terbuka dan langsung melesat ke kamar Shanon untuk mencari keberadaan lotion yang dimaksud. Bahkan, sang pemilik kamar belum memberikan tanggapannya.

“Percuma saja, Kha,” seru Tristan yang lebih memilih masuk ke kamar mandi, di samping dapur.

“Lebih baik pakai aloe vera gel saja untuk mengurangi gatalnya, Kha,” Shanon menyarankan kepada Vikha setelah menutup kembali pintu rumahnya.

Rumah yang dikontrak Shanon cukup besar. Selain kamar tidurnya luas dan dilengkapi dengan kamar mandi dalam, di kontrakannya juga terdapat dapur, ruang tamu serta kamar mandi luar. Kedua sahabat Shanon pun sangat betah bersantai di kontrakannya, terutama saat malam minggu seperti sekarang.

“Kamu dari mana, Sha?” Pertanyaan Tristan sontak saja membuat Shanon kaget. Dengan sigap ia berdiri di samping Shanon dan menangkap cangkir yang hendak lepas dari tangan sahabatnya tersebut.

“Ish! Kamu ini buat aku kaget saja,” tegur Shanon kesal. Ia pun kembali melanjutkan kegiatannya yang ingin membuat teh hangat untuk kedua sahabatnya tersebut.

“Siapa juga yang membuatmu kaget, Sha? Kamu saja yang mengambil cangkir-cangkir itu sambil melamun,” Tristan berkilah dan tidak mau disalahkan. “Matamu sembap. Kenapa? Menangisi kabar pernikahan Richard lagi?” tebaknya sambil memerhatikan wajah Shanon dari samping.

Melihat Shanon langsung menunduk setelah mendengar pertanyaannya, tanpa meminta izin terlebih dulu Tristan merangkul pundak sahabatnya tersebut. Ia membalikkan tubuh Shanon, kemudian memeluknya dengan erat. Tanpa dijawab pun, ia sudah mengetahui jawabannya.

“Aku bisa mengerti perasaanmu. Aku rela meminjamkan dadaku saat ini sebagai tempatmu mengeluarkan semua kesedihanmu,” ucap Tristan menenangkan sambil mengusap kepala belakang Shanon dengan lembut.

Shanon mulai terisak. Ia mengeluarkan tangisnya tanpa sungkan di dada Tristan. Bahkan, sampai membuatnya sesenggukan. Ia mengeratkan pelukannya pada pinggang Tristan tanpa memedulikan Vikha yang tengah melihatnya seusai mengoleskan aloe vera gel miliknya.

Saat Tristan merasa ada yang memerhatikan mereka, ia menoleh ke samping dan mendapati Vikha tengah berdiri dengan ekspresi sedih melihat keadaan Shanon. Tanpa mengeluarkan suara, ia memberi isyarat kepada Vikha agar mengambil alih kegiatan Shanon yang ingin membuat teh hangat. Setelah Vikha mengerti isyarat pemberiannya, Tristan pun membawa wanita yang saat ini tengah rapuh tersebut ke ruang tamu.

***

Ketiga sahabat tersebut tengah duduk di lantai yang beralaskan karpet berbulu. Tiga cangkir teh hangat pun sudah terhidang di atas nampan disertai sekotak besar donat mini kesukaan mereka. Televisi yang sedari tadi menyala dan menyuguhkan acara ternyata tidak dihiraukan oleh ketiganya. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing, terutama Shanon. Mata wanita itu masih sesekali mengeluarkan cairan bening dan pandangannya kosong menatap ke sembarang obyek. Tristan dan Vikha saling tatap serta mengendikkan bahu saat melihat sahabatnya yang masih dirundung kesedihan tersebut.

“Apakah donat-donat lezat ini tidak ada yang mau menikmatinya? Jika tidak, biar aku saja yang menghabiskannya.” Vikha mencoba memecah keheningan untuk mengambil alih perhatian Shanon.

“Enak saja kamu mau menikmatinya sendirian. Lagi pula donat-donat itu dibeli menggunakan uangku sendiri, tanpa donasi sedikit pun darimu,” balas Tristan tidak terima. Ia mengambil sebuah donat yang bagian atasnya dibubuhi pasta cokelat.

Perdebatan Tristan dan Vikha yang didengarnya, secara otomatis menyadarkan Shanon dari lamunannya. Ia hanya mengulas senyum tipis saat melihat tingkah kedua sahabatnya yang kini mulai berlomba menghabiskan donat-donat lezat di hadapannya. Ia meraih cangkirnya dan mulai menghirup aroma melati pada tehnya. Aroma yang bisa menenangkan pikirannya dan membuat kesedihannya perlahan menguap, apalagi ditambah kehadiran dua orang sahabatnya.

“Sha, buka mulutmu,” instruksi Tristan. Setelah Shanon menurutinya, ia langsung memasukkan donat mini ke mulut sahabatnya itu.

“Cukup. Aku sudah kenyang,” tolak Vikha saat Tristan melakukan hal yang sama seperti kepada Shanon. “Oh ya, mumpung besok dan lusa libur, bagaimana kalau kita pergi jalan-jalan?” tanyanya kepada Shanon yang tengah sibuk mengunyah donat pemberian Tristan.

“Ide yang bagus,” Tristan meresponsnya dengan cepat setelah menyeruput tehnya.

“Aku tidak bertanya padamu, Pak!” Vikha mendengkus karena pertanyaan yang di alamatkannya kepada Shanon malah dijawab oleh Tristan.

“Sama saja,” tanggap Tristan tak peduli. “Memangnya nanti kalian pergi tidak akan mengikutsertakan aku?” imbuhnya sambil menatap Vikha penuh selidik.

Mendengar pertanyaan Tristan, Vikha malah menanggapinya dengan cengiran. “Tentu saja kamu harus ikut. Jika kamu tidak ikut, nanti siapa yang akan menjadi sopir kami?” ucapnya sambil menaikturunkan kedua alisnya.

Tristan mendengkus. “Aku bukan sopir pribadi kalian. Enak saja,” sanggahnya kesal.

“Sudah, sudah,” tegur Shanon. Akhirnya ia tergelitik untuk menengahi tingkah kedua sahabatnya. “Kalian ini sungguh kekanakan sekali,” ejeknya sambil terkekeh.

“Memangnya daerah mana yang ingin kamu kunjungi, Kha?” tanya Tristan kepada Vikha setelah mengindahkan teguran Shanon.

“Bagaimana kalau kita berkunjung ke bagian timurnya pulau Bali?” Vikha menyampaikan idenya.

Tristan menanggapinya dengan anggukan kepala. “Aku dengar sekarang di sana banyak destinasi baru,” timpalnya. “Bagaimana menurutmu, Sha?” ia meminta pendapat Shanon.

“Aku ikut kalian saja, yang penting acaranya menyenangkan,” balas Shanon seadanya. “Selain itu tempatnya juga harus jelas ya, Kha,” imbuhnya mengingatkan Vikha.

Mendengar kalimat terakhir Shanon, Tristan dan Vikha kompak tertawa. Perkataan Shanon mengingatkan mereka terhadap acaranya yang pernah kacau sekaligus berantakan karena Vikha salah mendengarkan informasi yang diberikan oleh temannya. Alhasil, tujuan perjalanan mereka menjadi tidak jelas, apalagi waktu itu juga bumi sedang diguyur hujan deras.

“Trauma ya, Sha? Keliling-keliling tidak jelas,” Tristan menimpali. Ia terkekeh melihat Shanon yang menanggapi ucapannya dengan anggukan kepala.

Bukannya merasa kesal karena diingatkan kembali akan kesalahannya, Vikha malah semakin tertawa melihat tanggapan Shanon. “Kekacauan perjalanan kita bulan kemarin murni karena kesalahanku. Aku terlalu antusias karena mendapat arisan, sehingga membuatku menjadi tidak konsentrasi saat mendengar informasi yang temanku berikan,” akunya jujur.

“Sudah kuduga,” cibir Tristan dan Shanon bersamaan.

Vikha semakin terbahak mendengar Tristan dan Shanon kompak mencibirnya. “Kali ini aku jamin tempatnya jelas, jadi kalian tidak perlu khawatir. Terutama kamu, Sha,” ucapnya meyakinkan sambil terkekeh. “Aku juga sudah banyak mendapatkan informasi tentang destinasi yang akan kita kunjungi nanti. Bahkan, bukan hanya dari satu orang, melainkan beberapa teman yang juga sudah pernah datang ke sana,” imbuhnya.

“Kamu yakin informasinya berasal dari sumber yang akurat dan tepercaya?” Tristan kembali memastikan dengan nada menggoda.

Dengan penuh keyakinan Vikha mengangguk. “Aku jamin acara jalan-jalan kita kali ini pasti seru dan sangat menyenangkan. Bahkan, bisa membantumu melupakan kesedihan dari laki-laki bajingan itu, Sha.” Ia memeluk Shanon sebagai bentuk kepeduliannya.

Shanon tersenyum dan membalas pelukan Vikha. “Terima kasih banyak, Kha,” ucapnya dengan penuh keharuan. Ia juga mengangguk samar kepada Tristan yang ikut mengusap puncak kepalanya dari belakang tubuh Vikha.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status