“Belum, aku akan menyerahkan tim promosi untuk menyelesaikan kasus ini terlebih dahulu. Kamu tetap fokus pada hal yang biasanya saja,” ucap Davin. Aku mengiyakan perkataannya. Mau bagaimana lagi? Lembur ya lembur. Sudah bias aitu. Tidak lagi menjadi rutinitas yang spesial. Menjadi asisten dan sekretarisnya, tidak mudah.
***Meyyis***
POV DAVIN
Aku mencari Shasha. Kemana dia? Ini baru pukul lima? Aku mencari di kubikannya, tidak ada? Lebih baik kembali saja ke ruanganku. Melihat suasana kota yang semakin meremang, lebih baik. Aku melihat ke arah jalan yang semakin padat. “Maaf, Pak. Saya terlambat.” Dia datang sambil berlari.
“Dari mana? Sudah sore, kamu tidak akan pulang?” tuturku.
“Bapak mau pulang sekarang?” Aku tidak menjawab, langsung balik badan dan meninggalkan ruangan itu. Tapi, tidak ada bunyi sepatu. Aku menoleh, melihatnya
“Ada apa? Apa kamu mencari seseorang?” tanya dia. Sudah tahu nanya, batinku tidak suka pada wanita itu, sebab kalau ketemu yang dibicarakan selalu saja hal yang sama. Akan menjodohkan dengan anaknya, yang super duper menjijikkan karena pesolek sejati. Aku sangat anti dengan wanita pesolek. Pasti akan banyak menyusahkan. Aku permisi untuk mencari Shasha.***Meyyis***POV SHASHAAku sangat curiga dengan Davin. Bilang tidak ada apa-apa? Tapi wajahnya tidak bisa bohong. Walau sudah lama berpisah, boleh dibilang aku sangat mengerti dirinya. Baiklah, mungkin saja memang ada sesuatu yang terjadi. Aku ke kantor bagian periklanan. Mereka sedang sibuk memperbaharui iklan dan ….“Pak Ari, mengapa mengubah fitur?” Aku melihat, bagian iklan merubah deskripsi fitur.“Kamu tidak tahu masalah yang terjadi?” tanya beliau.“Tahu
Aku menyelipkan tangan di lengannya. Aish jantung, jangan lompat-lompat, dong? Stop, jangan sampai dia tahu kalau aku gugup. Bisa berabe kalau tahu. Kami melangkah ke pesta itu, dia menyapa beberapa kolega. Lebih baik melepaskan diri dari malapetaka ini. Lebih baik aku mojok dan makan minum ‘kan? Ais, ini minuman aku tidak pernah coba. Davin selalu memberikan jus jeruk. Aku ingin suasana baru. Aish, ini minuman rasanya aneh. Pahit, ditenggorokan mirip coca-cola, kemrenyes … atau lidahku yang bermasalah, ya? Tapi sudah mengambil, bukankah tidak sopan tidak meminumnya? ***Meyyis*** POV DAVIN “Hah? Dia minum wine? Bahaya!” bisikku kepada diri sendiri. “Kamu di sini? Aku cari0cari juga. Kebiasaan kalau pesta menghilang. Sha, sudah aku katakan untuk menjauhi minuman seperti itu, malah meminumnya. Apa tahu ap aitu?” tanyaku menyingkirkan minuman set
“Kamu, sangat seksi saat tidur seperti itu. Mulai sekarang, aku akan memperhatikanmu. Maafkan aku, karena sudah membuatmu susah. Aku akan melindungimu mulai saat ini. Aku mencintaimu.” Satu kecupan mendarat di kening Shasha, yang kini sudah terlelap. Aku mulai menjalankan mobilya.***Meyyis***POV SHASHA“Ah, pusing banget!” bisikku pada diri sendiri. Kepalaku sangat pusing dan rasanya pengar. Aku kenapa, ya? Aku memijit lembut kepala, agar lebih baik. Tunggu! Ini … ini bukan kamarku? Bajuku … bajuku ganti? Ini kamar siapa? Aku mengingat kejadian semalam.Lebih baik melepaskan diri dari malapetaka ini. Lebih baik aku mojok dan makan minum ‘kan? Ais, ini minuman aku tidak pernah coba. Davin selalu memberikan jus jeruk. Aku ingin suasana baru.Aish, ini minuman rasanya aneh. Pahit, ditenggorokan mirip coca-cola, kemrenyes … atau li
“Kita pulang, kamu bisa memelukku semalaman,” tukas Davin.“Aaa!” Aku sangat malu setelah mengingat semuanya. Kenapa bisa, sih? Ini memalukan sekali. Bagaimana aku menghadapi Davin? Sepertinya … arghhh … aku malu sekali.***Meyyis***POV DAVIN“Pagi, Sleeping Beauty,” sapaku. Baru saja, aku selesai lari pagi. Keringat juga belum tuntas dari tubuhku.“Pa-gi … Pak Davin?” Dia bangkit dari berbaringnya dan menunduk. Ah, bisa bahaya ini? Dia sangat seksi dengan baju yang kedodoran itu.“Mandilah! Gentian.” Aku pura-pura cuek seperti biasanya.“Pak, itu … maaf apa yang terjadi semalam?” tanya dia.“Kamu tidak ingat? Mau mengulang yang terjadi semalam? Semalam kita ….”“Ah, tida-tidak …
“Pak! Pak! Davin bangun! Davin!” Dia melakukan CPR pada dadaku, memberikan napas buatan. Ah, ternyata aku memang menyukai bibir gadis ini. Aku melumatnya, ketika bibir itu menempel. Nampaknya, dia kaget.***Meyyis***POV SHASHA“Pagi, Sleeping Beauty,” sapa Davin. Baru saja, dia selesai lari pagi sepertinya. Keringat juga belum tuntas dari tubuhnya. Waduh, bahaya besar. Dia sangat terlihat tampan dan seksi dengan peluh di dahinya. Lelaki itu menyibak horden sehingga matahari pagi menerpa wajahnya dan wajahku.“Pa-gi … Pak Davin?” Aku bangkit dari berbaring dan menunduk. Aku sangat malu kali ini. bangun tidur, pasti masih belekan. Tapi, mau bagaimana lagi?“Mandilah! Gentian.” Ah, kok dia cuek gitu, ya? Sebenarnya semalam apa yang terjadi? Lagi pula, mengapa bajuku ganti? Siapa yang menggantikan? Dia? Duh, lihat semua, d
“Pak! Pak! Davin bangun! Davin!” Aku melakukan CPR pada dada, memberikan napas buatan. Demi apapun, kembalilah. Aku sangat panik. Aku mengulang memberikan napas buatan berkali-kali.***Meyyis***POV DAVINAku tidak tega melihat dia menangis. Dengan seluruh perasaan bangkit dan memeluknya. “Jangan menangis lagi. Aku baik-baik saja.” Shasha berusaha melepaskan diri. Tapi, aku tidak akan melepaskannya.“Lepas! Kamu bohong. Aku terlihat seperti orang bodoh sudah mengkhawatirkanmu,” kesal Shasha.“Aku hanya ingin tahu perasaanmu. Maafkan aku, jangan menangis lagi.” Aku berusaha menenagkannya. Dia maasih memukulku dengan sekuat tenaga. Aku membiarkan dirinya meluapkan emosi. Setelah agak tenang, melepaskan pelukan dan membelai rambutnya.“Aku tahu kamu sayang sama aku, sejak SMA.” Dia masih berusaha mendor
Setelah berganti celana, aku keluar untuk menyusul Shasha yang pasti maasih menenangkan jantungnya yang jumpalitan. ‘Kan? Dia bengong di balkon kamar sebelah. Aku mengagetkannya dengan memeluk dari belakang. “Aku mencintaimu,” bisikku. ***Meyyis***POV SHASHA“Lepas! Kamu bohong. Aku terlihat seperti orang bodoh sudah mengkhawatirkanmu,” kesalku. Demi apa pun aku sangat kesal dengan dia. bgaimana mungkin bercanda dengan kematian? Dasar! Apa tujuannya coba?“Aku hanya ingin tahu perasaanmu. Maafkan aku, jangan menangis lagi.” Aku memukulnya dengan sekuat tenaga tapi tentu tidak ngaruh untuknya. Dadanya yang keras dan berotot dapat menahannya. Aku merasa agak tenang, setelah dia memelukku. Tidak berapa lama melepaskan pelukan dan membelai rambutku. Aku berbohong membencinya, rasanya justru sangat nyaman berada di pelukannya. Apakah aku … runtuh su
“Ih, lepaskan! Cepatlah ganti baju.” Dia melepaskan, aku berlari keluar.“Aku mencintaimu,” bisiknya memelukku dari belakang. Ya Tuhan, aku merasa mati lemas karena tindakannya.***Meyyis***POV DAVINKami kembali professional saat sudah memakai pakaian kantor. Aku kembali serius, melangkah bersamanya menuju ke dalam ruangan.“Sekretaris Daniela, saya tunggu di ruangan.” Aku memberikan titah padanya sebelum dirinya duduk.“Baik, Pak Davin.” Dia membuntutiku sambil membawa tab. Aku memandangnya, dia semakin cantik memang. Tidak salah, jika hatiku semakin bergetar ketika berada di sampingnya.“Jadwal Anda pukul sembilan ada rapat di restoran Nagato, selepas makan siang rapat dengan bagian personalia, selepasnya Anda free.” Shasha membacakan jadwalku.&ldquo